Pulang dari makam, aku langsung membereskan baju-bajuku. Aku sudah tidak tahan dengan semua ini. Pernikahan macam apa ini? Tidak ada cinta hambar, lebih baik aku dipaksa Kevin saat malam pertama kami dulu daripada seperti ini.
Dengan cepat aku menggendong anakku dan membawa koperku, "Nyonya mau kemana membawa koper sebesar ini?" tanya salah satu asisten rumah tangganya.
"Aku mau pulang?" jawabku sambil berjalan menuju pintu.
"Apa Nyonya sudah pamit pada Tuan?" pertanyaan itu seketika membuatku jengkel.
"Aku tidak peduli dengan Tuanmu itu," teriakku.
"Tapi ...." Dia masih mengejarku, namun aku tak menghiraukannya. Aku langsung masuk ke dalam taksi yang sebelumnya sudah ku pesan.
"Kali ini aku akan pulang ke rumah kita Vin. Jika Kamu mau datang dalam mimpiku. Atau kamu menghantuiku silahkan! Aku tidak takut," gumamku.
Sesampainya di rumah itu. Entah kenapa dadaku masih sesak sekali mengingat semua kenangan dulu. Ah, aku tidak peduli itu. Lebih baik aku terima kenyataan pahit ini daripada aku harus hidup hanya dianggap patung.
Tiba-tiba aku teringat Wina, ingin sekali aku pergi ke toko kueku. Tapi tidak mungkin mengajak anakku. Dia sudah kelelahan sepertinya. Mungkin aku akan meneleponnya saja.
Tak selang beberapa lama Wina datang. Dia memang selalu ada saat untukku. Aku menceritakan semua padanya. Sudah tidak tahan lagi rasanya memendam semua ini sendiri.
"Kamu kenapa Kinan?" tanyanya.
"Rey itu tidak mencintaiku Win, dia itu terpaksa menikahiku karena Kevin. Kamu tau bahkan dia belum menyentuhku sama sekali."
"Haah," Wina hanya kaget mendengar ceritaku. Dia mengelus-elus tanganku. Dia tampak memikirkan sesuatu. "Apa dia masih mencintai mantannya?" tanyanya.
"Sepertinya," jawabku. Wina mulai terlihat resah, dia mengambil minum yang aku sudah siapkan. Meminumnya sedikit lalu menaruhnya kembali. "Aku ingin berpisah saja Win, aku tidak bisa seperti ini terus. Aku sudah berusaha menerimanya, tapi dia tidak."
"Kinan coba kamu bertahan dulu! Kalian kan belum ada sebulan menikah," ucapnya.
Kami lama berbincang-bincang, tapi Wina sama sekali tidak mendukung keputusanku kali ini. Akhirnya dia pamit untuk pulang karena waktu sudah malam.
Tok tok tok
Tak selang beberapa lama kemudian, terdengar ketukan pintu. Ku buka pintu itu. Ku lihat Rey menatapku tajam.
"Kinan, jika aku punya salah aku minta maaf," ucapnya dengan wajah memelas.
"Tidak, aku hanya lagi rindu Kevin. Makanya aku sementara tinggal disini."
Dia terdiam dan selalu terdiam melihatku tapi jika aku melihatnya dia selalu mengalihkan pandangannya, "Apa Pinky sudah tidur?" tanyanya yang menurutku penuh dengan basa basi.
"Sudah," jawabku seadanya. Aku sangat malas dan ku buang mukaku.
Dia terlihat berpikir panjang, "Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu."
Aku sangat kecewa dengannya. Kenapa dia begitu saja menyerah? Bahkan dia tidak merayuku untuk pulang atau meminta maaf padaku. Dia juga tidak mau menemaniku disini. Ku banting pintu itu. Aku benar-benar kesal dibuatnya. Suami macam apa itu?
Aku berusaha tidur malam ini sendiri, tapi kenapa pikiranku tidak tenang. "Kevin aku butuh kamu."
Ku lihat jam di dinding, waktu sudah menunjukan pukul 01.30 WIB. Aku masih belum bisa tidur juga.
Tok tok tok
Ini sudah larut malam siapa yang datang? Apa mungkin Kevin. Ah bodoh sekali aku ini mana mungkin orang mati hidup lagi. Atau arwahnya? Tapi mana ada arwah gentayangan. Tapi jika ada?
Tok tok tok tok
Semakin keras suara ketukan pintu itu. Akhirnya ku memberanikan diri untuk pelan-pelan turun ke bawah dan membuka pintu itu.
Kleeek
Aku tercengang. Rey berdiri disana dengan mata merah, baju dan rambut berantakan, ditambah lagi aroma kuat alkohol sangat tercium.
Dia melihatku dengan mata sayunya. Sepertinya malam ini dia mabuk. Dia berjalan mendekatiku, dia hampir tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya. Dan aku memapahnya berjalan menuju kamar.
Dia memegangi dahinya, sepertinya kepalanya terasa sangat berat dan sering kali dia terjatuh. Aku berusaha keras menahan tubuhnya.
Sesampainya di kamar ku tidurkan dia di atas tempat tidur. Ku lepas satu persatu sepatunya. Ku selimuti tubuhnya. Dia masih mengigau tidak jelas dengan tangan yang masih memegangi dahinya. Aku tidur di sampingnya. Ya ini mungkin malam pertamaku tidur satu ranjang dengannya. Mulai ku pejamkan mata ini.
"Cukup Sel," kata-kata yang keluar dari mulutnya kali ini benar-benar membuat mataku membulat dan aku terbangun melihatnya. Dia masih mencintai Selena. Aku bahkan seperti orang ketiga di dalam hubungan mereka.
Besok aku harus berbicara padanya. Hubungan ini lebih baik diakhiri. Aku tidak mau memaksakan orang untuk mencintaiku. Aku juga tidak bisa hidup bersama orang yang semata-mata hanya kasian pada nasibku.
...****************...
Pagi telah tiba, aku sibuk menyiapkan sarapan untuknya. Dia turun dari kamar dan menghampiriku dengan baju dan rambut yang masih berantakan. Sepertinya kepalanya masih sakit dia sering memeganginya.
Dia duduk di meja makan, "Kinan, apa yang terjadi semalam? Apa aku menyakitimu? A-ku minta maaf jika itu terjadi. Aku terlalu banyak minum," ucapnya.
"Tidak terjadi apa-apa," jawabku. Aku mengambilkannya air minum dan menaruh di depannya. Dia langsung meminumnya dan memegang kepalanya.
"Rey, lebih baik kita jangan lanjutkan hubungan ini. Diantara kita tidak ada cinta. Jika dipaksakan ini hanya akan merusak kebahagian hidup kita masing-masing."
Tapi entah kenapa Rey hanya terdiam menatapku. Kali ini dia menatapku tajam lama. "Apa perpisahan bisa membuatmu bahagia?" tanyanya.
"Ya, bahagia untukku dan bahagia untukmu juga." Dia menundukan kepalanya.
"Tapi aku tidak bisa Kinan, aku sudah berjanji pada Kevin untuk menjaga kalian," ucapnya yang membuatku semakin kesal.
"Oh jadi hanya karena itu kamu mempertahankan pernikahan yang hambar ini?" Dia langsung mengangkat kepalanya dan menatapku.
Dia hanya terdiam dan lagi-lagi terdiam, "Sudah cukup Rey, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Setelah ini kamu pergi dan jangan berusaha temui aku dan anakku! Kami masih bisa hidup tanpamu."
Aku tidak kuat menahan tangis, ku berlari menuju kamar. Terdengar sekilas dia memanggil namaku.
"Ki-nan." Namun aku tidak peduli itu. Aku sudah lelah terus menerus mendekatinya tapi dia hanya terdiam. Aku ini perempuan, mulai dari menyiapkan makanannya, keperluannya, bahkan masalah ranjang aku yang memulai duluan tapi dia, dia sama sekali tidak menunjukan respon bahagia dengan semua usahaku.
Ku banting pintu kamarku keras. Agar dia tahu bagaimana perasaanku saat ini. Tapi bahkan dia tidak mengejarku atau berusaha merujukku. "Kevin kebahagian apa yang sudah kamu lihat dari atas sana? Kami sama sekali tidak bahagia. Dia tidak bisa mencintaiku." Ku sapu air mata yang mengalir di pipiku.
**Dukung terus Author,
Dengan like, coment, votenya**! ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
❀𝖒𝖆𝘺, 𝘻𝖆𝖎𝖈𝖍𝖎𝖐🐇❀🌽
😭😭😭😭😭😭😭aku butuh tisu
2021-10-30
0
🏕V⃝🌟🍾ᚻᎥ∂ ᶢᵉˢʳᵉᵏ 💃V@X💃
nyesek bgt sih😭😭😭
2021-07-28
0
Sri Asih
entahlah Rey tu punya perasaan gk sama Kinan Hanya othor yang tau.....😁😁😁
2021-05-29
1