Dia tidak bisa menahan tubuhnya yang terkena peluru dan terjatuh bersama Rey yang seketika wajahnya berubah menjadi pucat. Rey terduduk memangku kepalanya dan aku masih berlari mendekati mereka.
Kaki ini terasa lemas tak berdaya. Aku duduk di samping kirinya. Dia masih bisa tersenyum padaku saat dalam keadaan seperti ini, dia berbicara dengan mata yang sayu dan perkataan yang terpenggal-penggal, "Sa-yang, a-ku mo-hon ja-ngan me-nangis!" tangan kirinya berusaha menyapu air mataku. "Ma-afkan a-ku ti-dak bi-sa i-kut membe-sarkan a-nak ki-ta."
Deg
Jantungku saat ini benar-benar ingin berhenti. Aku masih tidak terima dengan semua kenyataan ini. Kenapa suamiku berbicara seperti itu? Ku geleng-gelengkan kepalaku dengan air mata yang seperti tidak akan ada habisnya keluar. Aku tidak bisa membayangkan bila hidup tanpanya. Bagaimana nasibku dan anaknya?
Tiba-tiba tangannya kanannya gemetar memegang tangan sahabatnya. Dia memegang erat jari tangan Rey dan berkata, "Rey, a-da sa-tu pe-san terakhirku pada-mu. Ja-dikan Kinan istrimu! Ja-ga dan sayangilah dia dan ca-lon anakku! A-ku akan melihat kalian ba-hagia dari atas sa-na."
Tangan kirinya juga mulai gemetar menyentuh buah hati kami. Lalu dia mengambil tanganku dan menyatukannya dengan tangan Rey di dadanya yang terasa jelas degup jantungnya yang semakin melemah.
Aku masih tetap menggeleng-gelengkan kepala. Apa maksudnya? Rey akan bertunangan dengan Selena tapi kenapa dia mempunyai permintaan yang sangat menyakitkan bagi semua orang ini.
"Ka-mu, kamu adalah sahabat terbaik dalam hidupku." Dia tersenyum dan tiba-tiba matanya terpejam. Oh tidak, aku sudah tidak bisa merasakan degup jantungnya.
Deg
Jantungku kembali ikut terhenti. Napasku menjadi berat kembali. Mataku membulat melihat kenyataan yang berada di depan mataku. Aku tidak kuat menanggung beban ini sendiri Kevin.
"Kevin ...." teriakan Rey seolah-olah memberi tanda dia sudah pergi. Rey menangis tersedu-sedu dan memeluknya erat. Ya dia pergi meninggalkanku untuk selamanya. Ini kenyataan, ini bukan mimpi. Aku menangis di atas dadanya, rasanya aku ingin ikut pergi bersamanya.
Tuhan kenapa harus secepat ini? Seperti baru saja kemarin ku merasakan kebahagiaan, kenapa harus Kau ambil lagi? Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku saja? Dari dulu ku ingin Kau mengambil nyawaku agar bisa bersama Ayah dan Ibuku tapi Kau tidak izinkan itu dan sekarang Kau mengambil suamiku. Tolong jangan pisahkan kami! Ambillah nyawaku juga! Aku ingin pergi bersamanya.
Tiba-tiba tangan Rey mengelus kepalaku yang masih menangis di dada suamiku. "Kinan, aku berjanji padamu. Aku akan melakukan permintaan Kevin. Tenanglah! Aku akan menjagamu."
Deg
Ucapan itu membuatku tercengang. Tidak, ini hanya permintaan konyol suamiku. Ya dia terlalu sering bercanda. Ini hanya candaan terakhirnya.
Aku menatap tajam mata Rey yang belum kering dengan air matanya. Tidak ku lihat sedikit pun kata bercanda di dalamnya. Hanya bisa ku gelengkan kepala.
"Rey, aku tidak terima jika kamu menggagalkan pertunangan kita hanya karena Kevin," teriak Selena yang sontak mengagetkan semua orang yang ikut sedih atas kepergian suamiku.
"Maaf Sel, aku tidak bisa!" ucapnya dengan menundukan kepalanya. Tidak, keputusan ini akan tidak adil bagi Selena. Aku sebagai wanita yang sama sepertinya pasti akan merasa sakit. Ini hari bahagianya tapi aku dan suamiku merusaknya.
"Rey, aku mohon jangan batalkan pertunangan kalian hanya karena suamiku. Aku bisa menjaga diriku dan calon anakku sendiri," ucapku untuk meyakinkan Rey agar merubah keputusannya. Tapi dia tetap dengan janjinya.Bagaimana bisa, tidak ada cinta diantara kita?
Aku melihat ke arah suamiku yang diam tak berdaya dan sudah meninggalkanku selamanya. Ku ciumi pipinya, tangannya dan ku peluk erat tubuhnya. Ya mungkin ini yang terakhir kalinya aku bisa menyentuhnya. Aku tidak peduli lagi dengan pesan terakhirnya, permintaan terakhirnya atau apalah itu. Aku hanya ingin menikmati hari terakhirku bersamanya.
"Kinan sudah, aku tau ini berat bagimu! Aku akan segera mengurus pemakamannya," ucap Rey yang seketika berusaha keras untuk berdiri dan meninggalkan kami. Rasanya aku masih tidak percaya, rasanya aku ingin menunda pemakaman itu. Rasanya aku masih ingin bersamanya.
Ku ambil tangannya, ku pegangkan ke perutku yang berisi buah cinta kami. Gerakan demi gerakan anak kami sungguh terasa. Mungkin ini terakhir kamu mengelusnya. Taukah kamu, anak kita sangat menyukainya.
Tidak lama kemudian, Rey datang kembali padaku, dia memapahku untuk berdiri dan meninggalkan suamiku. Dan orang-orang mulai mengurusnya, petugas medis berusaha mengeluarkan peluru yang menancap ditubuhnya. Kita bersama-sama pulang ke rumah. Ya kita pulang ke rumah, rumah yang menumbuhkan benih-benih cinta kita. Rumah yang menjadi tempat perlindungan yang kamu berikan dulu padaku.
Sesampainya di rumah, ku lihat semua sudut, semua ruangan, semua kenangan masih sangat tampak jelas disana. Di dapur itu, di meja makan itu, dan disini, di tempat aku berdiri ini kamu tadi mencium anakmu.
Aku tidak menyangka, jadi dia tadi pagi sudah memberikan aku petunjuk bahwa akan meninggalkan rumah ini. Kenapa dengan bodohnya aku tidak peka? Aku memang tidak berguna. Harusnya kita tidak perlu pergi ke acara itu san kita disini pasti masih bercanda tawa dirumah ini.
Ya, andai waktu dapat ku ulang kembali. Tapi ini sudah terjadi. Kamu sudah tiada lagi. Bagaimana bisa aku hidup seorang diri di rumah yang sebesar tanpamu?
"Om Kevin ... Om," terdengar suara anak kecil yang tidak asing bagi kami. Aku menengok ke arah luar. Dia berlari memeluk suamiku. Els, keponakan satu-satunya. Ya aku baru sadar, kesedihannya pasti lebih mendalam dari pada aku. Hanya Kevin yang dia punya di dunia ini. Bagaimana anak sekecil itu harus menerima kenyataan pahit seperti ini?
Akuu berjalan mendekatinya yang terus menangisi suamiku. "Om Kevin jahat, om kevin bangun! Els tidak punya siapa-siapa lagi Om. Els harus hidup dengan siapa?" dia duduk mendekati Kevin yang sudah tertidur tak berdaya.
"Sayang," sapaku dengan mengelus kepalanya. Dia langsung memelukku erat. Aku mengelus kepalanya dan yang terasa basah di baju ku, apalagi jika bukan air matanya.
"Tante, aku tidak mau Om Kevin pergi. Dia Om kesayanganku. Tangisannya membuat kepalaku seolah-olah ingin meledak. Ini pasti kenyataan terburuk bahkan lebih buruk dariku bagi anak kecil sepertinya.
"Kamu tenang ya! Kan masih ada Tante. Tante janji, akan selalu menemanimu seperti Om Kevin dulu. Jangan menangis lagi! Nanti Om Kevin disana juga sedih lihat Els menangis. Kita do'akan Om Kevin ya! Semoga Om Kevin tenang disana, ya!" Anak itu mengangguk kepala tapi, tetap masih dengan tangisan sesenggukannya.
Tante Ina, mengelus kepalaku. Kepeluk dirinya erat. Ingin menumpahkan semua kesedihanku padanya.
Tak disangka semua sudah siap menuju pemakaman, rasanya aku masih ingin menundanya. Ku pegangi dan ku baca batu nisan itu. Ya ini terakhirku melihat kamu. Selamat jalan suamiku!
**Dukung terus Author,
Dengan like, coment dan votenya**! ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
fa_zhra
yah bru saja bca ending nya novel pertama lgsg pindah sini malah kevin nya 'end😭
2022-10-23
0
❀𝖒𝖆𝘺, 𝘻𝖆𝖎𝖈𝖍𝖎𝖐🐇❀🌽
walau uda dibaca bolak balik tetep aj nyesek bayangin harus menjalani hidup sendiri tanpa orang yg kita sayang. menjalani dan membesarkan buah hati yg masi di dalam perut seorang diri. sungguh berat. menyayat2 hatiku😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2021-10-29
0
🏕V⃝🌟🍾ᚻᎥ∂ ᶢᵉˢʳᵉᵏ 💃V@X💃
😭😭😭😭😭
2021-07-23
0