Semakin lama kontraksi ini semakin sering. Beberapa kali dokter datang memeriksaku. Namun jawabannya selalu masih lama. Rasanya aku sudah tidak kuat lagi.
Tante Ina dan Rey sering kali masuk melihat kondisiku. Tapi yang ku butuhkan saat ini hanya Kevin. Aku ingin dia bertanggung jawab atas semua rasa sakit yang ku rasakan saat ini. Kali ini aku benar-benar membencinya.
"Aaaaahhkk," teriakku mengusir rasa sakit ini.
"Kinan, kamu tidak apa-apa?" tanya Rey.
Ku pandangi muka Rey, "Apa tidak ada pertanyaan lain selain itu Rey? Aku bosan mendengarnya." Aku berteriak, entah kenapa kali ini aku benci sekali dengan laki-laki.
"Aduuuuh Tante, aku sudah tidak kuat lagi." Wajah Tante Ina sangat tegang, terlihat sering kali dia meremas-remas tangannya lalu mengelus-elus perutku.
"Aku panggil dokter ya?" Rey berlari keluar.
Tak beberapa lama kemudian dokter beserta beberapa perawat datang melihat kondisiku. Aku tidak bisa mendengar yang mereka bicarakan. Rasa sakitku ini benar-benar sudah membuatku tuli sepertinya.
Aku masih bisa melihat Tante Ina keluar. Tapi Rey, kenapa dia masih disini? "Aaaaaaahhhk," teriakku sudah tidak bisa menahan lagi. Sungguh rasa sakitku ini tak memperdulikan siapa saja yang berada di ruangan ini. Aku sudah malas berpikir.
Ku henbuskan napas, "Kevin kenapa kamu tega membiarkanku kesakitan sendiri seperti ini. Aku tidak kuat lagi, aku ingin mati saja menyusulmu."
"Kinan, kamu jangan bicara seperti itu." Dia mendekatiku dan memegang tanganku, mengusap keringat di dahiku.
"Sakit Rey, kamu tidak tau penderitaanku bagaimana. Aku tidak kuat menanggungnya sendiri."
"Bertahanlah Kinan, aku disini. Anggaplah aku Kevin." Aku masih bisa merasakan dia memegang tanganku erat.
Rasa sakit itu semakin sering muncul. Aku benar-benar tidak bisa untuk menahan.
Dokter itu terus menyemangatiku. Begitupun Rey, dia mengusap-usap keringat di dahiku.
Ku cakar-cakar tangannya, lengannya, punggungnya. Ya aku ingat itu semua. Dia mencoba memelukku dan membisikanku untuk kuat menghadapi ini semua.
Tak selang beberapa lama akhirnya ku dengar tangisan bayi itu. Dokter memberitahu kami, bahwa jenis kelaminnya perempuan. Ya, Kevin juga sudah mengetahuinya dari USG terakhir ku dengannya dulu.
Ku tahan semua air mata yang sedari tadi ku tahan. Aku membencimu Vin, bahkan kamu tidak datang saat aku melahirkan anakmu. Laki-laki macam apa kamu? Hanya mau menghamiliku, lalu pergi begitu saja. Lagi-lagi Rey, kenapa selalu dia yang kamu suruh.
Aku baru sadar tangannya merah-merah, bajunya berantakan, pasti tadi Rey kesakitan. Aku sebenarnya sangat malu pada Rey melihat keadaanku seperti ini. Apa jangan-jangan dia sudah melihat semua prosesnya? Ku tutup mukaku dengan kedua tanganku.
Salah satu perawat itu memberikan bayiku dan memintaku untuk menyusuinya. Ku lihat dalam-dalam wajahnya. Hidungnya, matanya, dagunya mirip sekali dengan suamiku.
"Huuuuuuff," tak terasa air mata ini menetes lagi. kamu terlalu jahat Vin. Hanya ingin menjadi superhero kamu tega meninggalkan kami. Kamu kira itu kebanggaan. Bahkan itu sesuatu yang sangat menyakitkan.
...****************...
Hari ini dokter telah mengizinkan kami pulang. Els sangat senang sekali melihatnya. Dia begitu antusias menyambut kami.
"Tante, dedek bayi namanya siapa?" tanyanya dengan polos.
"Siapa ya? Els saja yang memberikan nama!"
"Emm, siapa ya?" Sekian menit anak itu berpikir.
"Pinky," teriaknya.
"Haaah, kenapa Pinky?" tanyaku.
"Ya dong, kan Om Kevin dan Tante Kinan."
"Vinki dong," pikirku.
"Enggak, Pinky saja." Kami semua tersenyum lebar.
"Pinky Arkananta," ucapku. Mungkin terdengar aneh. Ah sudah itu saja namanya. Aku tidak mau terlalu memusingkan sebuah nama.
Rey dia menarik tanganku untuk keluar dari kerumunan orang-orang rumah yang melihat Anakku. Sepertinya dia ingin berbicara serius padaku.
Dia menatapku tajam, "Beritahu saat masa nifasmu selesai, aku akan menikahimu!"
Deg
Aku harus bagaimana? Pernikahan ini tidak boleh terjadi. Aku tau Rey tidak mencintaiku. Apalagi tubuhku setelah melahirkan sekarang seperti ini. Mana ada laki-laki yang mau. Aku tertunduk menahan malu.
"Selena?" tanyaku padanya.
Rey mengerutkan dahinya, "Aku sudah berbicara padanya, dan dia sudah terima," ucapnya lalu dia membuang mukanya.
Tidak mungkin, aku tau sifat Selena seperti apa. Dia sangat mencintai Rey. Mana ada wanita yang terima begitu saja calon tunangannya meninggalkan dia dan memilih menikah dengan wanita lain.
"Keluargamu?" tanyaku lagi meyakinkannya untuk mengurungkan niatnya menikahiku. Mana ada orang tua yang mengizinkan anak satu-satunya menikahi janda beranak satu sepertiku. Sedangkan di luar sana banyak yang mengantrinya.
"Aku sudah berbicara pada mereka, dan mereka merestui kita," jawabnya dengan sangat tenang.
"Apa?" Mataku membulat mendengarnya. "Kamu sedang menghiburku atau bagaimana Rey?" tanyaku masih ragu.
"Tidak, mereka berhutang nyawa pada Kevin juga dan itu juga rasa terima kasih mereka pada Kevin. Mereka tidak memandang statusmu. Sudahlah jika kamu tidak percaya, aku akan mengajakmu bertemu Papa dan Mamaku."
"Haaah," Aku tercengang. Aku belum siap. Bagaimana jika yang dikatakan Rey itu semua bohong? Bagaimana jika mereka tidak menyukaiku atau anakku? Bagaimana jika mereka terpaksa menerimaku?
"Huuuuff," Ku hembuskan kasar napasku, pertanyaan-pertanyaan konyol itu bersarang di otakku.
"Kinan, kamu kenapa?" Pertanyaannya membuatku semakin gugup.
"Ti-dak, aku masuk kamar dulu." Aku berjalan meninggalkannya. Dan dia sepertinya pamit pada Tante Ina dan Els.
...****************...
Ini sudah hampir dua bulan. Masa nifasku sudah usai sudah lama. Namun aku tidak berani untuk berbicara pada Rey. Lebih baik aku seperti ini dari pada harus menikah dengannya.
Sebenarnya dia setiap hari selalu datang ke rumah. Dia juga sering menggendong anakku. Bahkan saat anakku menangis dia selalu bisa menenangkannya dan membuatnya tidur. Sepertinya anakku benar-benar butuh sosok Ayah.
"Apa nifasmu sudah selesai?"
Gleeeek
Ku telan salivaku. Ini pertanyaan yang aku takutkan. Aku harus menjawab apa? Ku remas-remas tanganku untuk mengusir semua ketakutan ini.
"Kinan," panggilnya. Yang otomatis membuatku kaget.
"Ya," jawab singkatku.
"Ya sudah, ayo kita ke rumahku memberitahu orang tuaku. Anakmu diajak juga!"
"Haaah," teriakku. Apa-apaan ini? Aku sungguh malu dan merasa tidak pantas. Aku bahkan tidak ada persiapan sama sekali. Bagaimana jika mereka membandingkanku dengan Selena? Pasti sangatlah jauh berbeda.
"Kinan ayo!"
"Tapi ...." Ah kali ini aku mau tidak mau harus menurutinya. Untung saja dua bulan ini berat badanku bisa turun kembali, walaupun tidak seperti dulu setidaknya aku tidak terlalu gendut.
Aku menggendong anakku dan Rey dia membukakan pintu mobilnya untukku dan kita berjalan ke arah rumahnya.
Aku mengenakan baju menyusui yang terlihat besar. "Huuuf," napas ku helakan lagi, ini benar-benar memalukan. Semoga mobilnya mogok di jalan. Do'a konyolku saat ini.
**Dukung terus Author,
Dengan like, coment dan votenya**! ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
rey... melaksanakan amanat kevin....
2021-07-09
0
Yesi Triyanto
gimn sih kinan katanya gak mau krn gak cinta ama rey bgt jg sebaliknya, ntar dl lah bernfs masa kuburn suamk aja blm kering dag ngomongin nikah lagi hadeh
2021-06-19
0
Sri Asih
Rey oh Rey...
2021-05-29
0