Kinan POV
Ku keluar berlari dari kamar. Ku turuni anak tangga dengan cepat. Ku pukul-pukul kepalaku, benar-benar memalukan tingkahku tadi. Tapi Rey tadi sedang melakukan apa ya? Kenapa dia sedang memegang-megang benda miliknya?
Apa benar yang dikatakan Wina? Tidak, aku harus berpikiran positif ini mungkin hanya kebetulan. Dia kan mantan buaya darat seperti Kevin juga. Mana mungkin dia tidak normal. Apa dia bosan dengan wanita?
Tak selang beberapa lama dia keluar dari kamar. Rasanya ingin ku bawa lari menjauh muka ini. Aku benar-benar malu bertatap muka dengannya.
Dia duduk di kursi sebelahku. Ku lirik sebentar ternyata dia memandangiku. Aku hanya mampu tertunduk.
"Maafkan aku ya Rey, tadi masuk ke kamar mandi tanpa persetujuanmu!"
"Tidak apa-apa, aku tadi yang lupa mengunci pintunya. Lagian kamu kan sudah menjadi istriku, cepat atau lambat kamu juga terbiasa melihatnya," ucapnya dengan santai.
Aku masih tak mampu mengangkat kepalaku, "Ya sudah ayo kita makan!" serunya. Aku berdiri mengambilkannya nasi beserta lauk yang aku masak tadi. Ku lirik dia, ternyata dia sedang menatapku dengan senyumnya. Tubuhku benar-benar kaku dibuatnya.
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu Rey?" Ku beranikan diri untuk memecah ketegangan dalam tubuhku ini.
"Boleh lah," jawabnya singkat. Dia terlihat mengambil nasi dengan lauknya memasukkan dalam mulutnya kemudian menatapku.
"Tapi janji jangan marah!" Dia terkekeh dan meletakkan sendok makannya di piring lalu memandangiku. Kenapa dia jadi manis sekali, kan aku jadi malu. Ku lirik dia, masih saja tersenyum padaku.
"Apa kamu sudah tidak suka dengan wanita?" tanyaku. Dahinya seketika mengkerut mendengarnya. Aku tau sudah bertanya dengan pertanyaan aneh. Semoga dia tidak tersinggung.
"Haa, haa, haa." Dia tertawa memegangi perutnya. Aku menjadi bingung, jangan-jangan benar yang dibilang Wina.
"Kenapa tertawa?"
"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Oh iya, apa gara-gara tadi kamu tidak sengaja melihatku di kamar mandi dan berpikir aku sudah tidak doyan wanita." Dia masih saja tertawa.
"Kevin dulu juga sering melakukannya," ucapnya.
"Selama menjadi istrinya aku tidak pernah melihat Kevin seperti itu."
Dia mengambil gelas yang berisi air putih di dekat piringnya lalu meminumnya dan meletakkannya kembali. "Kata siapa? Dia selalu cerita padaku, sebelum kamu jadi istrinya dia sering melakukannya." tanyanya.
"Untuk apa?" tanyaku keheranan.
"Ya untuk melepaskan pikiran yang tidak jelas yang ada di otak ini," ucapnya yang semakin membuatku bingung. Dia mengambil air putih itu lagi dan meminumnya.
"Lalu kenapa selama ini kamu tidak mau menyentuhku?" tanyaku ragu-ragu.
"Uhuuuuk, uhuuk, uhuk." Dia tersedak saat minum.
"Kamu tidak apa-apa Rey?" Ku ambil tisu dan menyapu mulutnya yang basah karena air dengan tisu itu. Dia memegang tanganku dan menatapku tajam. Jantung ini rasanya ingin lepas dan berlari menjauhinya. Sungguh aku malu sekali, ku buang mukaku dan duduk kembali ke kursiku.
"Jadi karena itu kamu mengira aku laki-laki tidak normal Kinan?" tanyanya. Ku pejamkan mataku, Ku tundukan pandanganku. Aku memang salah bertanya seperti ini.
"Tidak, lupakan saja! Mungkin kamu tidak mau menyentuhku karena aku bukan tipe wanitamu kan?" tanyaku ragu dan pelan.
"Kenapa bicara seperti itu?" Dia mengangkat sebelah alisnya dan menatapku tajam. Aku lagi-lagi hanya bisa menunduk malu.
"Maaf Rey, aku tidak bisa menjadi seperti Selena. Dia sangat cantik, modis berbeda denganku. Apalagi statusku yang sekarang ...."
"Hei, kenapa kamu bicara seperti itu lagi Kinan? Aku tidak memintamu menjadi Selena. Jangan samakan dirimu dengan Selena. Itu sangat jauh berbeda."
Aku menatapnya. Jelas jauh berbeda Rey, Selena seperti wanita yang sempurna. Sedangkan aku?
"Oh iya, setelah menyusui Pinky kamu jangan seperti tadi ya! Bagaimana kalau yang kamu bukakan pintunya tadi bukan aku?"
"He, he iya maaf tadi aku cepat-cepat." Kenapa dia jadi perhatian padaku?
Tak selang beberapa aku mendengar Pinky menangis. Aku dan Rey saat itu juga berlari ke atas untuk melihatnya.
Aku berusaha menggendong dan menenangkannya, "Kok badannya panas?" Rey memegang dahinya.
"Termometer ada?" tanyanya.
"Ada di kotak obat, ada juga paracetamol disana Rey." Dia langsung berlari dengan sigap mengambilnya dan mengecek suhu tubuh Pinky dengan itu.
"39° celcius," ucapnya. "Kinan Kita bawa ke rumah sakit saja ya!"
"Apa Pinky akan baik-baik saja Rey?" Mataku berkaca-kaca melihatnya.
"Kinan, aku bukan dokter. Aku tidak tau juga. Ayo cepat kita bawa ke rumah sakit."
Pinky yang semakin keras menangis membuatku semakin tidak tenang dan seketika membuatku ikut menangis. Sungguh ini pengalamanku pertama. Aku tidak tau harus bagaimana menghadapi semua ini.
Rey mengendari mobilnya dengan cepat. "Kinan, jangan menangis! Pinky tidak apa-apa tenanglah!" Tangan kirinya mengelus kepalaku.
Dia menggendong Pinky berlari di koridor rumah sakit. Dia sangat sigap sekali meminta bantuan perawat disana. Aku hanya menangis dan kebingungan tiada henti dengan keadaan ini. Ku remas-remas tanganku untuk menghilangkan ketegangan ini. Sungguh saat ini aku seperti ibu yang tak berguna. Dokter segera menanganinya dan Kami menunggu di luar.
"Rey, aku minta maaf. Tadi siang aku mengajak Pinky ke toko kue ku. Pasti dia kelelahan dan kepanasan. Semua ini salahku."
Dahinya mengkerut seketika saat mendengar ucapanku, "Kenapa kamu tidak bilang Kinan? Aku kan bisa mengantarmu."
"Tadi pagi kan kamu marah sama aku,"
"Aku tidak marah sama kamu!" tegasnya.
"Eh, iya aku yang marah."
"Rey jangan tinggalkan aku! Aku takut. Huu, huu, huu, aku tidak tau bagaimana nasib ku dan Anakku saat ini jika tidak ada kamu."
"Sini!" Dia membuka tangannya lebar seperti mempersilahkanku untuk memeluknya. Aku memeluknya langsung tanpa berpikir panjang dan dia mengelus kepalaku. Rasa tenang dan hangat menggantikan rasa cemasku ini. "Aku tidak akan meninggalkanmu, tenanglah!" ucapnya yang masih memeluk dan mengelus kepalaku.
Kami duduk di ruang tunggu, "Ini sudah malam tidurlah!" pintanya.
"Tapi Pinky?"
"Aku akan menjaganya."
"Aku akan tidur dimana?"
Dia membuka tangannya lagi dan menggangkat kedua alisnya. "Disini, aku laki-laki normal Kinan! Akan segera ku buktikan nanti!" tegasnya.
"Maafkan aku, dengan semua pertanyaan konyolku tadi!" Aku menunduk malu, bisa-bisa bertanya seperti itu. Semua gara-gara Wina.
Aku melihatnya, "Aku boleh tidur dipelukanmu Rey?"
"Ya tentu saja boleh, aku kan suamimu. Kemarilah! Anggap saja dadaku ini sebagai bantal." Dia masih membuka tangannya sedari tadi.
Dengan cepat aku tidur dipelukannya, tercium aroma parfum maskulin yang dipakainya membuatku semakin tenang. Terdengar jelas detak jantungnya. Entah kenapa seperti berdetak cepat sekali? Dia mengelus-elus kepalaku membuat rasa kantukku bertambah berat. Dan aku tidak tau lagi apa yang terjadi sesudah ini.
**Dukung terus Author,
Dengan like, coment dan votenya**! ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
❀𝖒𝖆𝘺, 𝘻𝖆𝖎𝖈𝖍𝖎𝖐🐇❀🌽
manis bgt sih abg rey😗😗😗😗😗
2021-10-30
0
🏕V⃝🌟🍾ᚻᎥ∂ ᶢᵉˢʳᵉᵏ 💃V@X💃
ah bikin gemes deh kmu kinan😅😅😅😅
2021-07-28
0
Rokiyah Yulianti
tenang saja kinan, rey ga bakal ninggalin kamu dan pingky ko. wong rey cinta mati bgt karo koe
2021-05-08
0