Terlihat lagi ada bingkai berisi foto di dalam salah satu laci lemari itu. Aku tidak tau harus tertawa atau menangis melihatnya. Ya ini foto saat kita berjalan-jalan dulu setelah sekian lama tidak bertemu. Dia masih saja menyimpannya.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu itu membuyarkan semua kenangan yang ingin ku ulang kembali.
"Masuk," jawabku pelan.
"Kinan," dia berlari memelukku. "Maafkan aku baru tau kabar Kevin sudah tidak ada," ucap Wina yang masih memelukku dan menangis tersedu-sedu.
"Perasaanmu pasti hancur saat ini, katakan apa? Apa yang bisa aku lakukan buatmu? Apa kita jalan-jalan, atau kita nonton atau kita ke pantai?" Kinan jangan menangis terus!"
"Apa? Apa yang kamu pegang?" Dia mengambil bingkai berisi foto kami. "Foto, ini foto kalian dulu kan?" tanyanya. Aku hanya terdiam dan sesekali menghapus air mata yang mengalir di pipiku.
Dia menangis bertambah keras, "Kevin kenapa harus secepat ini kamu pergi. Aku benar-benar kehilanganmu." Dia heboh sendiri dengan perasaannya saat itu. Aku hanya memandanginya.
Dia sahabatku, dia juga tau betul bagaimana dulu kisah cintaku. Bahkan dia lebih tau kalau aku sebenarnya mencintai Kevin yang tidak aku sadari dari dulu.
Kami berbincang-bincang lama, karena sudah satu minggu ini kita tidak bertemu. Dia minta izin pulang ke rumah orang tuanya. Ya dia orang yang aku percaya mengurus toko kueku selama ini. Seharian ini dia menemaniku, kali ini dia bisa membuat aku sedikit tersenyum dan melupakan kesedihan ini.
"Kinan, aku pamit pulang dulu ya. Aku janji akan sering kesini. Sudah sekarang kamu harus fokus dengan kesehatanmu dan calon anakmu. Urusan toko kue biar aku semua yang mengurus." Aku menganguk dan tersenyum padanya. Lelah sekali telingaku mendengar ocehannya kali ini.
...****************...
Satu bulan telah berlalu. Sedikit banyak aku sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit ini. Di usia kehamilanku yang semakin membesar ini membuatku sangat tidak nyaman untuk bergerak.
Aku sulit untuk tidur nyenyak setiap malam. Badanku terasa sakit semua. Untuk miring tidak nyaman, untuk terlentang apalagi sangat tidak dianjurkan. Andai masih ada suamiku disini. Mungkin akan tidak akan ku biarkan dia tidur nyenyak.
Melihat ibu-ibu hamil diluar sana kadang aku merasa iri. Betapa bahagianya ada suami siaga yang disamping mereka. "Sepertinya kamu memang lari dari tanggung jawab ini Vin."
Rey, yang dilakukan Rey setiap hari masih selalu menemuiku. Aku tidak tau kenapa semakin kesini dia semakin berbeda. Tidak seperti sosok Rey yang aku kenal dulu.
Siang ini dia datang ke rumah. Kami berdua hanya duduk terdiam dengan jarak kursi yang sedikit jauh. Ku lihat dia, kadang melihatku tapi tak lama kemudian dia membuang mukanya. Tidak ada pembicaraan yang menarik dari Kami.
Pertanyaan yang sama terlontar dari mulutnya. "Apa hari ini kamu baik-baik saja?" Hanya itu lalu dia duduk termenung dan terdiam. Aku tidak tau apa yang ada dalam hatinya. Aku juga tidak bisa membayangkan jika kita menjadi suami istri. Apakah akan seperti ini? Kenapa Kevin sangat konyol sekali seperti memaksa kita menikah?
"Rey," sapaku untuk mengusir kejenuhan ini. Dia melihatku kemudian menundukan pandangannya. Ada apa dengannya? Kenapa dia selalu seperti itu semenjak Kevin pergi?
"Aku tau kamu tidak bahagia dengan semua ini," ucapanku yang seketika membuat dia mengangkat kepalanya.
"Ti-tidak a-ku," jawabnya sangat gugup. Ya aku tau dia tidak mungkin mengakuinya di depanku.
"Apa polisi sudah menemukan pelakunya?" tanyaku untuk mengalihkan kegugupannya. Dia hanya melamun menggelengkan kepalanya.
"Apa selama ini kamu punya musuh?" Dia menatapku dan lagi-lagi membuang mukanya.
"Tidak," jawabnya singkat. Ini benar-benar aneh. Mana mungkin orang tiba-tiba ingin menghabisi nyawa orang lain tanpa ada sebab. Aku merenung dan sesekali ku lihat Rey seketika mengalihkan pandangannya.
"Oh iya bagaimana perusahaan Kevin? Aku tidak bisa mengurusnya, itu bukan keahlianku," tanyaku, yang semakin jenuh dengan sifat Rey.
"Aku sudah menelepon Papanya Kevin, dia sudah mengambil alih semuanya."
"Aku tidak mengerti sebenarnya apa masalah Kevin dengan Papanya, kenapa saat anaknya sudah tiada bahkan sedikit pun dia tidak datang menemui untuk terakhir kalinya."
"Aku juga tidak tau betul apa masalah mereka. Ya sudah, aku pamit dulu. Jika ada apa-apa kabari saja aku!" ucapnya dengan wajah datar. Aku langsung saja meninggalkannya pergi. Benar-benar membuatku bosan lama-lama dengannya.
...****************...
Malam ini benar-benar aku tidak bisa tidur. Waktu menunjukan pukul 02.00 WIB. Perutku terasa sedikit sakit. Ku lihat ada sedikit bercak darah. Apa mungkin aku akan melahirkan? Aku sangat gugup, ini pengalaman pertamaku. Bahkan tanpa ditemani suamiku.
"Huuuuff," Ku hembuskan napas pelan mengusir ketegangan ini. Dengan cepat ku beritahu Tante Ina. Ku ambil semua barang-barang persiapanku untuk melahirkan yang sebelumnya sudah ku tata rapi.
Rasa sakit ini belum terlalu sering. Tante menyuruhku untuk menelepon Rey. Tapi aku sangat canggung. Aku tidak mau merepotkannya di malam ini. Akhirnya aku dan Tante Ina berangkat ke rumah sakit sendiri diantar sopir.
Sesampainya di rumah sakit, dokter memeriksaku. Dia bilang mungkin sekitar 8 jam lagi aku akan melahirkan.
"Huuuuff," napas ku hela. Ku ambil hpku, untuk mengusir ketegangan ini. Tak tau kenapa rasanya ingin ku mengirim pesan pada Kevin. Aku ingin marah padanya.
Sekarang Anakmu akan lahir. Dimana *kamu? Cepat kemari? Mengapa kamu tega membiarkanku berjuang sendiri. Jahat kamu Vin. Tidak tanggung jawab*.
Sepertinya aku sudah gila. Hpnya saja di rumah. Orangnya juga sudah tiada. Namun tak selang beberapa lama kemudian. Ada pesan masuk.
Rey : "Kenapa belum tidur? Kamu tidak apa-apa kan?"
Seketika mataku melebar. Bagaimana Rey sedetail itu tau keadaanku? Apa dia melihat statusku online. Dia langsung meneleponku
Rey : "Apa kamu baik-baik saja?"
Aku : "A-ku di rumah sakit."
Rey : "Apa kamu akan melahirkan?"
Aku : "Heem."
Rey : "Aku akan segera kesana, tenanglah!"
Aku : "Ti-dak per,"
Tut tut tut
Ku jauhkan ponselku dari telingaku. Dia langsung menutup pembicaraan di telepon.
Tak selang beberapa lama.
Tok tok tok
Rey langsung masuk begitu saja. Wajahnya terlihat cemas. Tante Ina seketika bangun dari tidurnya yang berada disampingku. "Rey," sapa Tante Ina.
"Bu Ina kenapa tidak memberitahuku Kinan akan melahirkan?" tanyanya.
"Kinan yang melarangnya," jawab Tante Ina sambil menoleh ke arahku.
"Kinan, kan aku sudah bilang kamu dan calon anakmu sekarang tanggung jawabku." Dia lagi-lagi mengucap kalimat itu.
"Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanyanya dengan mengerutkan dahinya. Terlihat jelas di matanya ada kekhawatiran.
"Aku tidak apa-apa?"
"Kalau sakit bilang padaku!"
**Dukung terus Author,
Dengan like, coment dan votenya**! ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
❀𝖒𝖆𝘺, 𝘻𝖆𝖎𝖈𝖍𝖎𝖐🐇❀🌽
abg rey perhatian mu uwwu bgt.
mengalihkan dunia ku😘😘😘
2021-10-29
0
❀𝖒𝖆𝘺, 𝘻𝖆𝖎𝖈𝖍𝖎𝖐🐇❀🌽
abg rey perhatian mu mengalihkan dunia ku
2021-10-29
0
🏕V⃝🌟🍾ᚻᎥ∂ ᶢᵉˢʳᵉᵏ 💃V@X💃
ada apa dngn rey knp dia jd berubah diem saja
2021-07-27
0