Mulai perjuangan
Kedua orang tua Seno juga sangat sedih. Mereka sangat khawatir akan nasib Karina, apalagi orang tuanya sudah tidak ada, bahkan rumah yang dulu ditinggali sudah dijual. Pak Baskoro juga sudah mengerahkan anak buahnya untuk mencari Karina, tetapi juga tidak berhasil. Sementara eyang juga merasa sangat sedih dengan kepergian Karina, bahkan eyangnya sempat sakit karena terlalu memikirkan Karina.
Seno merenung di balkon kamarnya. Matanya tertuju pada tanaman bunga yang dirawat Karina, dan sekarang,
tidak ada lagi tangan mungil yang membersihkan daun-daun kering, menyiram dan memotong bunganya untuk ditaruh di vas. Seno merasa ada lubang yang menganga di relung hatinya yang paling dalam. Ada rasa rindu di hatinya, yang sebenarnya tidak mau dia akui. Tetapi akhir-akhir ini, rasa itu makin menyiksa. Seno tidak tahu,
sejak kapan rasa itu tumbuh dalam hatinya dan makin menyiksanya. Dan sekarang, saat dia menyadari, sosok itu sudah hilang dari hadapannya, entah kemana. Yang ada tinggal rasa sesal.
Pagi itu Seno ke kampus Karina untuk mencari informasi, dia sengaja datang ke bagian kemahasiswaan. Tetapi informasi yang dia terima justru makin membuat dia sedih. Ternyata Karina adalah mahasiswa berprestasi dan memperoleh beasiswa, tetapi sekarang tidak tahu entah kemana, karena menghilang tiba-tiba. Pihak kampus juga sudah berupaya mencari ke alamat yang tercantum dalam data mahasiswa karena ada informasi penting terkait status beasiswa yang akan diperpanjang sampai S2, bahkan study ke luar negeri, namun tidak menemukan apa-apa. Informasi ini makin membuat dada Seno terasa nyeri. Seno makin merasa bersalah karena sudah memutus
cita-cita dan prestasi Karina.
Di Perth
Karina tinggal dengan Rossa dan kakaknya, Rian di rumah milik orang tua Rossa, yang juga ditemani dua orang ART. Karena kebetulan tahun ajaran baru, Karina sudah mendaftarkan kuliah di kampus yang sama dengan Rossa,
mengambil jurusan arsitek & interior desain, sesuai dengan cita-citanya. Semua Rian yang mengurus termasuk seluruh biaya yang dikirim papi. Sungguh, Karina merasa sangat bersyukur dengan adanya keluarga Rossa. Karina berjanji tidak akan mengecewakan orang tua Rossa yang telah membiayai kuliah dan juga kehidupannya. Karina juga merasa beruntung, sejak SMP dia sudah rajin kursus bahasa inggris, sehingga saat ini tidak menghadapi kendala dengan kuliah di Perth, karena bahasa inggrisnya sudah lancar.
Hari ini adalah hari pertama Karina masuk kuliah. Karina harus mengulangi dari semester awal, padahal dia seharusnya sudah masuk lima. Tetapi tidak masalah buat Karina, yang penting dia bisa melanjutkan kuliah, mengejar cita-citanya dan cita-cita kedua orang tuanya. Dari pagi Karina sudah bersiap-siap, kebetulan Rossa juga hari ini ada jadwal kelas sehingga mereka bisa berangkat bareng. Rian yang mengambil S2 dan sebentar lagi akan menyelesaikan kuliahnya, masih tidur di kamarnya.
Sampai di kampus, karena waktu masih cukup, Rossa mengajak Karina keliling untuk menunjukkan ruangan-ruangan yang mana tahu suatu saat Karina memerlukan sesuatu terkait dengan kuliahnya, termasuk ruang-ruang kelas. Rossa juga menunjukkan ruang fakultasnya yang letaknya tidak begitu jauh dengan kelas untuk jurusan Karina. Sedangkan kelas untuk Rian tidak sempat ditunjukkan kartena letaknya agak jauh dan berbeda gedung.
Hari terus berlalu, dari hari-hari awal kuliahnya, Karina merasa sangat enjoy dan tidak ada kendala, bahkan Karina sangat menikmati. Komunikasi dengan teman-teman barunya juga tidak menemui kendala, karena Karina memang anak yang supel.
“Karin....kamu kenapa wajahmu pucat?” Tanya Rian, kakak Rossa saat sarapan pagi, karena melihat Karina yang sepertinya lesu.
“Nggak apa-apa mas, kali aja kurang tidur. Semalem ngerjain tugas....”
“Kamu harus bisaatur waktu Karin, jangan diforsir terus. Bisa-bisa kamu sakit nanti”
“Iya mas, makasih..”
Rian memang sangat perhatian pada Karina, sama juga perlakuannya pada adiknya, Rossa. Apalagi Rian sudah tahu cerita yang dialami Karina, sehingga dia merasa ikut bertanggungjawab juga menjaga Karina, seperti perintah papinya.
“Kamu ada kesulitan nggak dengan kuliahmu..?”
“Nggak ada mas, semua baik-baik saja...”
“Ayuk... mau jalan bareng nggak Karin...?” Tiba-tiba Rossa muncul dari kamar, karena memang pagi itu jadwal kelas Karina bersamaan dengan Rossa, sehingga bisa berangkat bareng.
“Kamu udah sarapan Ros..?” Tanya Karin.
“Males ah, bawa bekel aja.”Kemudian Rossa minta mbak Sum, pembantunya untuk menyiapkan bekal ke kampus.
“Mas... lusa papi sama mami mau dateng lho, mau pesen apa..?” Tanya Rossa pada kakaknya.
“Yaa.... makanan biasa aja, minta ke mami...”
“Oke... ntar Rossa bilangin.. Yuk Karin kita jalan...” Ajak Rossa setelah bekal makanannya siap.
Pagi itu kembali wajah Karina terlihat pucat. Dia merasa kepalanya pusing dan badannya lemas, makanya dia tetap berbaring di kamarnya, dan kebetulan hari ini tidak ada jadwal kuliah. Rossa yang dari pagi belum ketemu Karin, bahkan saat sarapanpun Karin belum muncul, merasa khawatir. Kemudian Rossa mengetuk kamar Karin dan membuka. Terlihat Karis masih bergelung dalam selimut.
“ Kamu kenapa Rin...? Sakit..?” Tanya Rossa dengan khawatir.
“Kepalaku pusing Ros, mau flu sepertinya, tenggorokan rasanya nggak enak, belum cocok sama udara di sini kali.” Jawab Karina lemah. Kemudian Rossa menghampiri dan memegang pipi Karina.
“Badanmu panas, kita ke dokter ya...?”
“Nggak usah Ros, buat tidur juga entar baik sendiri..”
“Isshhh... ntar mas Rian ngomel lho, yuk ke dokter, deket sini ada kok, tuh rumahnya di pojokan.”
“Udaaahhh.... nggak papa kok. Kamu nggak ada kelas?”
“Entar siangan. Ya udah biar dibuatin teh panas sama mbak Sum.” Kemudian Rossa keluar.
Tak lama, mbak Sum masuk membawa nampan yang berisi segelas teh panas dan sarapan untuk Karina.
“Non Karin makan dulu ya, biar seger terus istirahat aja.”
“Makasih mbak, maaf ya jadi nggak bisa bantu-bantu mbak Sum...”
Ya... Karina memang rajin dan sering membantu mbak Sum untuk masak atau beres-beres rumah, meskipun mbak
Sum maupun Rossa sudah melarang, tetapi Karina tidak bisa diam kalau di rumah.
Menjelang malam, saat Karina masih tiduran di kamarnya sedangkan Rian dan Rossa sedang belanja ke super market, datang kedua orang tua Rossa. Karina kaget, karena menurut informasi Rossa, harusnya masih besok sore kedatangan orang tuanya.
“Lho... papi sama mami kok sudah datang, katanya besok?” Karina menyambut kedua orang tua Rossa.
“Mami kangen sama anak-anak mami..” Jawab bu Lia sambil mencium kedua pipi Karina.
“Kamu sakit Karin, kok agak kurusan dan wajahmu pucat?” Tanya bu Lia.
“Cuma nggak enak badan mi, mungkin belum penyesuaian dengan udara di sini...”
“Sudah minum obat atau ke dokter?”
“Nggak usah mi, nanti juga baik sendiri. Udah biasa kok...”
Karena sampai besoknya kondisi Karina tidak makin baik, bahkan masih pucat dan kepalanya makin pusing, maka bu Lia memaksa Karina untuk dibawa ke dokter langganan, dan Karina pun tidak dapat lagi menolak.
Dengan ditemani bu Lia dan Rossa, Karina pergi ke dokter. Di dalam ruang periksa, bu Lia mengikuti dengan cermat apa yang dilakukan dokter, yang terlihat sangat teliti memeriksa Karina, sambil melontarkan beberapa pertanyaan. Saat melihat dahi dokter berkerut, bu Lia dan Karina merasa sedikut khawatir. Selesai pemeriksaan mereka duduk di hadapan dokter untuk menerima penjelasan. Karina merasa gemetar mendengar penjelasan dokter, pikirannya sangat kacau, dan tak terasa air matanya sudah meluncur di pipinya.
******
Hai readers..... makasih banyak ya untuk yang setia mengikuti dan selalu menunggu kisah Karina
Yuk jangan bosan-bosan, dukung terus dan terus serta tinggalkan jejaknya dengan vote, like & komen ya...
I love U all....😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 292 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
jangan2 karin.....
2024-08-12
0
Yeni Sinam
hamil ya
2021-11-19
0
Anastasia Anastasia
hamil
2021-11-07
0