Keputusan untuk pergi
Rossa melihat ada air mata menggenang di mata Karina. Karina mengajak Rossa pergi meninggalkan restauran, meski makanan yang dipesan belum tersentuh. Rossa bisa memahami perasan sahabatnya. Keduanyapun melangkah diam-diam dan keluar melakui pintu yang ada di belakan Rossa tanpa harus melewati meja Seno.
Di dalam mobil, Karina mulai terhisak.
“Ros... kamu dengar tadi mas Seno bilang apa? Dia bilang kan, sebentar lagi......... Aku yakin, pasti dia akan mengatakan sebentar lagi menceraikan aku. Toh sekarang orang tuaku sudah tidak ada semua, jadi tidak ada lagi ikatan hutang budi....” Terdengar suara Karina bergetar.
“Karin.... kamu jangan mengambil kesimpulan sendiri, belum tentu seperti itu...” Rossa mencoba menghibur.
“Ros... dari awal dia sudah bilang, sampai saatnya tiba. Apa itu artinya?”
Rossa diam saja tidak menyahut. Dia tidak mau menambah beban pikiran Karina. Kembali suasana dalam mobil sepi. Yang terdengar hanya hiruk pikuk lalu lintas.
“Karin... mami kangen sama kamu. Kapan main ke rumah...?” Suara Rossa memecah kebisuan.
“Aku juga kangen mami sama papi. Coba dech lihat jadwalku besok-besok”
Ya... Karina memang memanggil orang tua Rossa papi dan mami seperti Rossa. Itu atas permintaan mereka, karena sudah menganggab Karina sebagai anaknya sendiri.
Rossa mengantar Karina sampai di depan gerbang.
Di dalam kamarnya, Karina masih terngiang-ngiang ucapan Seno di depan pacarnya tadi.
Ayah... ibu.... apakah hanya sampai di sini pernikahanKarin? Karin akan mencoba bertahan.... Tetapi kalau mas Seno mau melepaskan Karin, Karin bisa apa? Ayah.... ibu... Karin kangen.... Kata Karina dalam hati sambil
terhisak memandangi foto orang tuanya.
Dua hari ini Karina sibuk dengan kuliahnya, apalagi menjelang ujian semester. Siang itu Karina sendirian mampir ke perpustakaan karena ada buku-buku yang dibutuhkan untuk referensi, sedangkan Disti sudah pulang duluan karena ibunya sakit. Karina dengan asyik membaca sendirian, duduk di dekat jendela. Tak lama terlihat Pramudya memasuki perpustakaan, dan setelah menoleh kiri kanan, matanya terhenti pada sesosok gadis yang sedang menunduk asyik membaca, sementara sesekali tangannya menulis sesuatu yang dibaca di bukunya. Pram
mendekati dan berdiri di depan Karina.
“Boleh aku duduk di sini?” Tanya Pram pelan. Karina mendongakkan kepalanya. Hatinya berdesir melihat sosok pemuda yang berdiri di hadapannya.
“Eee.... em... silakan mas...” Jawab Karina gugup.
“Lagi baca apa...?”
“Ini cari bahan referensi untuk ujian minggu depan.”
“Ada kesulitan...?” Tanya Pram lagi. Dia memang sering membantu Karina dan Disti apabila mereka mengalami kesulitan dengan mata kuliahnya. Karina menggeleng.
“Belum mas. Mas Pram nggak ada kelas?”
“Nanti ada jadwal konsultasi dosen pembimbing. Makanya sambil tunggu waktu kesini saja.”
“Waahhh.... udah mau selesai ya...”
“Ya.... mudah-mudahan lancar...”
Setelah dirasa cukup. Karina menutup buku yang dibacanya, dan membereskan kertas-kertas yang di atas meja.
“Sudah selesai....?” Tanya Pramudya.
“Sudah cukup mas, mau pulang, sudah siang..”
“Boleh aku antar, masih ada waktu kok.”
“Nggak usah mas, makasih. Naik angkutan umum saja.”
“Oke kalau begitu aku antar sampai gerbang ya, aku tungguin sampai naik angkutan.” Kata Pram mengikuti Karin yang sudah berdiri.
“Tapi mas.....” Karina lagi-lagi menolak, dia merasa tidak enak.
“Hanya sampai gerbang Karin.... please....” Suara Pram terdengar memohon. Karina menarik nafas panjang. Karina mau menolak kembali, tetapi dia merasa tidak enak.
“Oke dech mas...”
Keduanya keluar dari perpustakaan dan melangkah pelan-pelan menuju gerbang. Banyak mata mahasiswi yang memandang iri ke arah Karina yang berjalan berdua dengan asisten dosen pujaannya yang ganteng.
“Karin.... sepertinya akhir-akhir ini kamu benar berubah. Ada masalah..?” Tanya Pram hati-hati.
“Eeemmm... nggak ada mas...”
“Kamu masih sering melamun di kelas, dan wajahmu murung....”
Karina diam. Tidak mungkin dia cerita dengan Pram kalau dia sudah menikah. Maaf mas.....
“Karin...... Kamu tetap nggak mau cerita...?”
Karina mencoba tersenyum, tetapi di mata Pram, senyum Karina seperti menyimpan kesedihan.
Tanpa terasa mereka sudah sampai di gerbang.
“Sudah mas sampai di sini aja”
“Nggak... aku tungguin di halte situ sampai kamu naik.” Keduanyapun berjalan menuju halte dan berdiri di situ sambil asyik ngobrol tentang materi kuliah. Entah kenapa, angkutan umum ke jurusan rumah Karina yang biasanya banyak, hari itu agak lama datang.
Sementara itu, Seno yang ada acara meeting dengan rekan bisnisnya di sebuah restauran, melintas di depan kampus Karina, karena lokasi restauran tidak jauh dari kampus Karina. Tanpa sengaja matanya melihat Karina yang sedang ngobrol di dekat halte dengan Pram. Hati Seno merasa panas melihat istrinya berdua dengan laki-laki,
yang menurut pikiran Seno adalah laki-laki yang dicintai istrinya, yang saat pemakaman ayah Karina sangat perhatian dan mendapat pelukan istrinya. Hati Seno menjadi gusar. Ah...... sialan... ada apa dengan perasaanku? Seno menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Sementara itu bayangan Karina yang sedang asyik ngobrol dengan Pram terus melintas dalam pikirannya. Apakah aku cemburu? Imposible..!!!
Siang itu di kantornya, kembali Seno menerima kiriman foto-foto Amanda dari nomor yang tidak dikenal. Terlihat kembali foto Amanda berduaan dengan laki-laki yang sama. Seno tambah gusar. Dia merasa, kalau Amanda akhir-akhir ini memang selalu menghindar, karena ada laki-laki lain. Seno tidak bisa terima, karena dia sudah memutuskan akan segera menyelesaikan masalah pernikahannya dan kembali bersama-sama Amanda memperjuangkan masa depannya.
Kini kembali emosi Seno naik. Dia merasa gara-gara pernikahannya dengan Karina, hubungannya dengan Amanda menjadi kacau. Seno marah dengan keadaan ini. Seno lupa kalau hal ini juga ada andilnya dia. Sejak kemarin dia kesulitan menghubungi Amanda, baik telpon maupun chat tidak pernah ada respon, membuat hatinya makin panas.
“Coba kamu cari keberadaan dia, dan infokan segera. Ada di mana dan dengan siapa...!!! “ Akhirnya Seno menghubungi orang-orang suruhannya yang selalu dapat diandalkan untuk mencari keberadaan Amanda. Seno benar-benar tidak dapat menahan emosinya dengan perlakuan gadis yang sangat dicintainya.
Sampai malam, pikiran Seno benar-benar kacau, tidak tahu harus dia tumpahkan ke siapa emosinya.
Sampai di rumah, belum sempat Seno mandi, sudah ada info kalau laki-laki yang sering terlihat dengan Amanda adalah mantan pacarnya. Ini makin menyulut emosinya. Seno memasuki kamarnya dan membanting pintu dengan kasar, sehingga mengagetkan Karina yang sedang berada di kamar. Karina menoleh, memandang wajah Seno yang terlihat kusut.
“Mas.... ada apa..?” Secara spontan Karina bertanya karena kaget dengan suara dentuman pintu yang sangat keras.
“Kenapa....? Kamu nggak suka hah...?” Tanya Seno dengan sorot mata tajam. Karina diam, tidak berani menjawab.
“Sudah berapa kali aku bilang, semuanya jadi kacau. Kebahagiaanku hancur...! Kenapa kamu nggak menolak pernikahan ini kalau ternyata kamu mencintai laki-laki lain? Kenapa...? Kamu bahkan lebih suka bertemu diam-diam dengan kekasihmu...!!!’ Ucapan Seno tak tentu arah dengan wajah penuh kemarahan.
Karina kaget mendengar tuduhan Seno. Tanpa sadar air matanya sudah deras menetes.
“Mas... apa maksud ucapanmu? Aku tidak pernah melakukan perbuatan rendah seperti yang kamu tuduhkan. Jangan putar balikkan fakta. Bukankah dirimu yang bertemu kekasihmu di restoran, kenapa melempar
fitnah kepadaku? Akan aku kembalikan kebahagiaanmu mas, kalau memang itu yang kamu minta....” Jawab
Karina dengan suara bergetar, kemudian keluar kamar menuju kamar tamu dengan masih berderai air mata.
“Aaarrgghhhh.....!!!” Seno yang mendengar jawaban Karina langsung mengacak-acak rambutnya. Akhirnya dia keluar kamar juga, menuju garasi dan pergi dengan mobilnya.
Bi Asih yang mendengar pertengkaran itu menjadi sedih, tetapi kembali dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena Karina selalu melarang untuk menceritakan semuanya pada bu Baskoro.
Setelah mendengar suara mobil Seno meninggalkan rumah, Karina keluar kamar dan menuju kamarnya di lantai atas. Karina menangis pilu mengingat kata-kata yang diucapkan Seno tadi. Setelah merenung sejenak, akhirnya Karina memutuskan akan mengakhiri semuanya, dan sesuai dengan ucapannya tadi, dia akan mengembalikan
kebahagiaan Seno. Dan kalau memang kebahagiaan Seno dapat kembali dengan kepergiannya, maka itu akan Karina lakukan.
******
Pagi readers.....🙋♀️🙋♀️🙋♀️
Ketemu lagi ya... Up lagi nihhhh...
Jangan bosan-bosan, dukung terus ya dengan vote, like & komen..
I love U all...😘😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 292 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
Tinggalin aja Karin...
2024-08-12
0
Damar Wulan
seng sabar ya mbak Karina
2023-03-08
0
Fitri
Jadi amanda cinta pertamanya seno ya?
2022-01-06
0