"Hmm, entahlah. Arga tipe orang yang sangat perfeksionis. Mungkin ada beberapa laporan yang tidak cocok dengannya.." setelah mengatakan hal itu Raeviga beranjak dari duduknya dan berjalan kearah ruangan Arga.
Siska masih memandangi Raeviga yang sudah berjalan masuk ke ruangan Arga. Ia terlihat memikirkan sesuatu.
Episode sebelumnya
________________
Dari pintu kaca ruangannya, Arga melihat Raeviga telah berjalan kearah ruangannya. Lelaki itu memejamkan kedua matanya sejenak seakan menenangkan pikirannya terlebih dahulu.
"Permisi pak.." seru Raeviga yang mengetuk pintu kaca ruangan Arga sebelum masuk ke dalam ruangan atasannya itu.
"Masuklah.." jawabnya singkat.
Arga memandangi Raeviga yang telah berjalan kearahnya dan berdiri tak jauh dari meja kerjanya.
"Maaf pak,akan saya perbaiki" ucap Raeviga dengan kepala yang tertunduk.
Arga menatap lekat kearah Raeviga, mencoba menata perasaannya. Tak mungkin jika ia menxintai dua orang gadis sekaligus.
Hanya Raeviga yang akan mendampingiku..
Arga kembali fokus mengenai ucapan Raeviga padanya.
"Apa yang perlu diperbaiki?" tanya Arga penasaran.
" Tentang Laporan saya." Ia mulai mendongakkan kepalanya.Menatap ke arah Arga. Menerima segala resiko yang akan di terimanya nanti.
Arga tersenyum mendengar penuturan gadis itu.
"Tidak ada yang salah dengan laporanmu.."ungkapnya.
Arga mulai mendekati Raeviga. Menyentuh bahu gadis itu. Menatapnya begitu dalam.Salah satu tangannya mulai menyentuh wajah gadis itu. Mengusapnya lembut.
"Rae,Boleh jika saya memilikimu sekarang?" Ungkapnya lirih ditelinga Raeviga.
Mendengar kalimat itu, Raeviga mundur menjauh. Menghindari tatapan lapar bosnya itu.
"maaf,jika tidak ad--" belum selesai ia mengatakan sesuatu pada Arga. Lelaki berusia 30 th itu menarik paksa tangan Raeviga dan memeluknya erat.
"Kumohon lepaskan saya pak.."Ucapnya sambil menundukkan kepalanya.
Arga memejamkan kedua matanya dengan memeluk erat tubuh Raeviga.
Melepaskan perasaan yang salah untuk Siska dan mencoba memulai hubungan dengan Raeviga. Dia tidak ingin jika Raeviga harus menjauh darinya. Dan melepaskan cintanya begitu saja.
"Aku akan melepaskanmu"Arga mulai merenggangkan Pelukannya.
Tak ingin membuang waktu Raeviga mencoba lepas dari pelukan Arga dan meloloskan tubuhnya dari jeratan lelaki itu. Namun Ternyata Arga hanya memancingnya saja.Ia tidak benar-benar melepaskan Tangannya dari pinggang Raeviga.
"Aku akan mencintaimu, mencintaimu dengan tulus.." seru Arga tanpa bersuara.
Arga kembali menarik Raeviga dalam pelukannya.
"Tapi tidak untuk saat ini" Ia mulai mengeratkan kembali Pelukannya. Semakin mempererat hingga tidak ada jarak diantara mereka.
Raeviga mengalihkan wajahnya dari kedua mata Arga yang memandanginya. Nafas berat Arga terasa sekali di wajahnya.
Begitu pula dengan Arga yang bisa merasakan tubuh Gadis itu yang terasa hangat dalam pelukannya.
"Kumohon pak lepaskan saya.."Raeviga menangis dalam pelukan Arga. Memohon untuk tidak menyentuhnya. Untuk melepaskannya.
Arga tidak peduli dengan isak tangis Raeviga.Ia semakin mencondongkan wajahnya ke tubuh gadis itu.Ia bisa mencium bau lotion Raeviga begitu Harum.Memikat.
"Pak Kum--" Arga membungkam mulut Raeviga.Membuat gadis itu tak bisa berkutik lagi.
Air matanya terus menetes deras.Arga mulai mengecup singkat leher gadis itu. Hanya kecupan singkat namun berkali-kali ia lakukan.Membuat gadis dalam dekapannya menggeliat.
Arga mulai mengarahkan bibirnya semakin naik.Sasarannya kali ini ke bibir manis Raeviga. Namun tiba-tiba telfon kantor menganggunya.
Ia mulai merengangkan pelukannya.Namun tetap saja Raeviga tidak bisa lepas dari jeratannya.
"Ada apa Dav?" keluhnya.Ia begitu kesal dengan orang yang menganggu kesenangannya.
"Bisakah kakak kerumah, mama ingin membicarakan masalah perusahaan dengan kakak.." balas Dava dari seberang teleponnya.
Arga hanya diam tak membalas ucapan Dava, saudara tirinya. Lelaki itu menurunkan pandangannya menatap Raeviga yang ketakutan.
Ia melepaskan jemarinya dari pinggang Raeviga.
"Pergilah, maaf jika membuatmu takut. Aku.." belum selesai Arga menyelesaikan kalimatnya namun gadis itu dengan cepat berjalan keluar dari ruangan Arga.
Arga menatap kepergian Raeviga sekilas sebelum mengambil jas berwarna abu yang di gelantungkanya di kursi kerjanya. Siska melihat Raeviga nampak ketakutan setelah keluar dari ruangan Arga.
"Apa yang terjadi? " pikir Siska.
Raeviga menyembunyikan tatapan matanya dari Siska, ia segera duduk di kursi kerjanya dan bersikap seolah tak terjadi apapun. Siska mengamati raut wajah ketakutan Raeviga sejenak, tak berselang lama pintu ruangan Arga terbuka dan terlihat sosok Arga berjalan keluar meninggalkan ruangannya.
"Rae, apa kamu dimarahi oleh pak Arga?" tanya Siska yang nampak khawatir.
"tidak, aku.. aku hanya lelah.." sahut Raeviga sembari menggelengkan kepalanya pelan.
"lelah? apa kamu sakit?" sontak Siska menempelkan telapak tangannya pada dahi Raeviga.
"Badanmu kenapa dingin? apa terjadi sesuatu di dalam?"
"tidak apa, aku mungkin hanya kecapean.." jawabnya dengan nada yang terdengar parau.
Siska menatap Raeviga sejenak sebelum dirinya kembali fokus dengan pekerjaan kantor.
_____________________
Arga telah melangkah keluar dari gedung perusahaannya, lelaki itu mengendarai mobilnya menuju tempat tinggal ibu tirinya.
Selama di perjalanan, Arga memikirkan ucapan Dava, adik tirinya.
"apa yang ingin dia bicarakan lagi, lama-lama aku muak dengan mereka.." keluhnya dalam hati.
Di kediaman keluarga Dewantara, Ibu tiri dan saudara tirinya terlihat menunggu kedatangan Arga. Sebuah amplop coklat yang berisi dokumen penting itu akan Ibu Dava berikan kepada Arga.
Amplop coklat itu berisi tentang pernyataan pembagian warisan keluarga Dewantara dan wasiat dari ayah Arga dan Dava.
Tak berselang lama, sebuah mobil hitam merah telah terparkir di depan halaman rumah mewah itu.
Arga masuk ke dalam rumah yang sudah lama tak ia tempati semenjak ayahnya meninggal dunia.
Laili, Ibu tiri Arga menghampirinya ketika melihat Arga sudah berjalan kearah ruang tamu.
"Ga, kenapa kamu semakin kurus?" tanya Laili. sambil menyentuh lengan Arga.
"Gausah sok perhatian, ada masalah apa? sudah ku katakan kalo Dava tidak akan mempunyai hak sama sekali dengan perusahaan." bantahnya dengan nada yang kasar. Arga menepis tangan Laili yang menyentuh lengannya.
Dava beranjak dari duduknya dengan kilatan amarah. Lelaki itu mengepalkan tangannya menahan emosinya.
"Cukup Kak, kamu sudah kurang ajar sama Mama. Mungkin bagimu wanita parubaya ini tidak berarti apapun untukmu. Tapi dia adalah ibuku, aku tidak akan diam ketika kamu menyakitinya.." ucap Dava dengan emosi yang masih ia tahan.
Arga tersenyum meremehkan mendengar ucapan Dava itu.
"Dava, jangan keterlaluan dengan kakakmu." Laili menghentikan perdebatan anaknya dan mencoba menenangkan keadaan.
"Ga,mama tau kalau..." Arga memotong ucapan Laili.
"Gausah basi. Aku sudah muak dengan sandiwara ini. Katakan sekarang ada apa?" potongnya dengan cepat.
Dava kembali mengepalkan tangannya dan siap untuk meninju wajah Kakaknya itu, namun tangan laili dengan sigap menghentikan dan menahan tangannya.
"Simpan kepalan tanganmu itu anak bawang. Simpan dan gunakan ketika sudah mampu mengangkatnya dengan benar.." tegasnya dengan nada mengejek.
Mendengar ucapan Arga, Dava memalingkan wajahnya dan pergi meninggalkan ruangan itu. Kini hanya tersisa Arga dan ibu tirinya saja.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" tanya Arga sekali lagi. Laili memberikan amplop coklat yang di pegangnya sedari tadi kepada Arga.
"Ini adalah surat wasiat yang telah di tulis almarhum papa kamu. Jadi.."
Arga melihat kearah Laili yang terkesan ragu untuk mengatakannya.
"Jadi kamu ingin aku segera mengurusnya?" ucap Arga dengan tawa menyeringai seolah melihat wanita tua yang tamak di depannya.
Laili hendak menyangkalnya namun Arga seolah tak memperdulikannya dan memberikan kembali amplop coklat itu kepada Laili.
"Dengarkan aku baik-baik, anda dan putra anda tidak akan pernah mendapatkan sepeserpun dari warisan ini. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.." setelah mengatakan kalimat yang menyakitkan itu, Arga meninggalkan ruang tamu.
Lelaki itu melangkah keluar dari kediaman Dewantara dengan sikap dinginnya. Di halaman rumah, Arga melihat Dava yang duduk di bangku taman. Keduanya bertemu tatap beberapa detik sebelum Arga melangkah pergi tanpa mengatakan apapun.
Dava menatap punggung kakaknya yang akan membuka pintu mobil milik Arga.
"Apa kita selamanya tidak bisa berdamai?" gumam Dava pelan.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Dengpa 78
kayaknya Dava sm mamanya baik deh
2021-07-19
0
Nur Cahya
berdamai kok dava...ga usah khawatir...
2021-02-24
0
Istri joongki
semangat kak
2020-11-09
0