Misteri Gadis Pemikat
"Tahun ini Lo mau kemana Ir?" Tanya Siska, teman yang duduk sebangku dengan Irna sambil menyodok Irna dengan siku kirinya. Siska adalah teman yang sangat dekat dengan gadis itu.
Siska gadis cantik, dan ramah. Rumahnya terletak agak jauh dari rumah Irna. Mereka sering terlihat bersama-sama.
Sejak di bangku SMP Siska adalah satu-satunya teman yang selalu ada di mana ada Irna. Tak sekalipun mereka pernah bertengkar ataupun berebut. Siska dan Irna seperti dua bersaudara, tak ada yang mengira jika mereka hanyalah teman.
"Hemm, mungkin ada rencana ke villa Tante gue di pegunungan yang di tepi laut itu. Katanya kosong udah lama gak ada yang nyewa" Jawabnya asal saja sambil membuka buku di atas meja. Membolak-balik begitu saja malas membaca.
Irna terlihat sedikit tomboy, karena lebih sering memakai celana jeans ketimbang memilih gaun yang cantik. Sedangkan Siska lebih tampil feminim dan anggun.
"Wah, seru tuh! ajak gue juga ya? Henry sama Dido juga!" Teriak Siska tak sabaran. Siska ingat jika Henry dan Dido adalah teman terdekat mereka.
Jika ada sesuatu yang menyulitkan mereka berdua maka Henry dan Dido yang terlebih dahulu ada untuk membantu mereka menyelesaikan masalah.
"Berempat? kayak kencan pasangan aja Lo!" Timpal Irna sembari tertawa ringan. Irna selalu berkata ceplas ceplos dan apa adanya.
"Gak juga sih, cuma mereka aja yang lumayan dekat dengan kita." Sahut Siska datar. Dan kembali tersenyum melihat wajah Irna yang tersenyum juga.
"Ya, ya, tapi Lo aja yang ngundang mereka kalau gua ogah! ntar mereka kepedean!" Irna tidak ingin temanya itu salah faham jika sampai dia yang menghubungi mereka.
Walaupun mereka dekat tapi Irna tidak pernah menghubungi mereka terlebih dahulu.
"Bereeees bos!" Sahut Siska senang sambil membuka obrolan dengan Henry dan Dido melalui ponselnya.
Siska dengan wajah berseri-seri memencet nomor telepon Dido.
"Halo do, besok pas liburan, kamu ada rencana ke mana?"
"Kayaknya gak ada deh sis." Jawab Dido dari seberang.
"Bagaimana kalau kamu ikut aku dan Irna liburan ke villa tantenya?" Tawar Siska pada Dido.
" Hem, boleh juga tuh."
"Kamu ajak Henry sekalian bagaimana?" Tanyanya lagi.
"Iya nanti kupastikan dia ikut ke sana!" Ujar Dido dengan nada bersemangat.
"Yes! mereka setuju Ir, kira-kira besok jam berapa kita ngumpul berangkat ke sana?"
"Jam 6 pagi ngumpul di rumah gue!"
Ujar Irna sambil tersenyum melihat wajah cerah Siska, kemudian memasukkan bukunya ke dalam tasnya.
***
Keesokan harinya mereka sudah berkumpul di rumah Irna, lalu berangkat menuju villa Tante Rina yang terletak jauh di pegunungan, jalanan yang ditumbuhi pohon Pinus di sepanjang jalan yang lumayan jauh, tak lama kemudian mulai terdengar debur ombak lautan, di dekat pesisir pantai nampak sebuah villa kecil yang lumayan indah diitari tanaman merambat berbunga ungu muda, berdinding batu.
Setelah memarkir mobil mereka berempat bergegas mengambil barang-barang dari bagasi untuk di bawa masuk ke dalam rumah.
"Sial kok gak ada sinyal Ir?" ucap Siska kesal mengotak-atik ponselnya sambil berjinjit mencari sinyal.
"Aneh, padahal lokasi tempat ini tidak begitu jauh dengan perkotaan, tapi kenapa bisa tidak ada sinyal di sini?" Ujar Dido dalam hatinya.
"Coba ponsel elo Do!?" ucap Henry setelah menurunkan seluruh barang.
"Sama Hen, punya gua juga!"
Irna hanya tersenyum melihat ketiga temannya kebingungan mencari sinyal yang tiba-tiba lenyap dari ponsel mereka. Lalu berjalan membuka pintu villa tersebut.
"Kreeekkk, krincing, krincing...." Suara pintu terbuka seiring lonceng berdenting memukul kepala Irna.
Gadis itu dengan sangat santai melangkah masuk ke dalam ruangan yang sudah beberapa pekan terakhir tidak di huni orang sama sekali.
Tangannya menghalau sarang laba-laba yang menghalanginya untuk masuk ke dalam vila.
Sembari menengok ketiga temannya yang masih berdiri saling bertukar pandang satu dengan yang lain. Lalu memberi isyarat kepada mereka agar mengikutinya dari belakang.
Ruangan yang sangat gelap berdebu menyambut kedatangan mereka berempat.
Lampu kuno tergantung di tengah ruangan, perlahan bergoyang terkena hembusan angin, sontak membuat sekujur bulu kuduk Siska berdiri.
Siska melihat kaca lampu di tengah ruangan dan sekilas melihat bayangan wanita tua dengan wajah keriput terkekeh-kekeh ke arahnya.
Lalu berpaling ke arah Irna yang sedari tadi cuek membuka pintu-pintu kamar dan ruangan yang akan di tempati ketiga temannya itu.
"Serem amat Ir.. kok gue tadi ngelihat ada nenek tua?" Bisik Siska sambil memegang ujung jaket Irna yang masih memeriksa ruangan di depannya.
"Sssttttt.... jangan keras-keras, nanti dia dengar lalu jemput elo di sini!" Desis Irna tertawa menggoda Siska yang semakin ketakutan.
"Kayak Lo udah akrab aja sama hantunya!Yakin Lo mau kita nginap di sini nanti malam? banyak sarang laba-laba juga." Ujar Siska menghalau laba-laba dengan tangan kanannya.
Siska masih berdiri mengikuti Irna, seperti takut kehilangan pegangan.
"Udah jauh-jauh juga bro! masa mau balik ke kota? lagian udah tengah hari bentar lagi gelap, mending kita beresin dulu ini barang terus buat api unggun! " Tukas Henry pada Dido, dan Siska.
Irna tersenyum melihat keberanian Henry. Dan mengangguk setuju. Akan tetapi beberapa menit kemudian terdengar suara aneh.
"Krataaaakkk, Blaaaammmmm!" Suara pintu terbuka dan terbanting di koridor samping vila tersebut.
Irna mempertajam kembali pendengarannya. Memastikan apa yang sedang di dengarnya saat itu.
"Srek...sreeek....sreeek.." Terdengar langkah kaki menyeret lantai nyaring memenuhi ruangan. Lalu suara itu tiba-tiba berhenti.
"Apa itu Ir?! jangan-jangan suster ngesooot?!" Ucap Siska dengan tubuh menginggil, juga suara bergetar ketakutan. Siska menggeser tubuhnya berdiri lebih dekat dengan Irna.
"Jangan ngaco dong Lo Sis... kita kan mau rayain tahun baru, masa mau tahun baruan sama hantu? kan ga lucu ..." Ucap Dido gagap dengan kedua kaki bergetar.
"Kriciiik! kriciiik! cuuuurrrr..."
"Kok gua dengar suara orang nuang air Ir?" tanya Henry pada Irna yang masih terlihat serius mendengarkan ke arah suara berasal.
"Tuh! lihat belakang Lo!" Tunjuk Irna pada celana Dido yang basah kuyup.
"Lo ngompooool Dooooo!!" Serempak teriak Irna, Henry dan Siska.
"Eh, i, iyaa...gue ngompol Ir..." Ujar Dido tergagap. Dido menjinjing celanaku yang basah.
"Ssstt gue cek dulu di koridor samping, kalian tunggu di sini, Hen lo nyalakan lampunya sebentar lagi gelap" Ucap Irina sambil membetulkan ikatan rambutnya.
Ketiga temannya mengangguk, lalu Irna bergegas membuka pintu samping menuju koridor. Irna melangkah dengan sangat perlahan, sambil terus melihat sekitar. Dia hawatir jika sewaktu-waktu seseorang muncul di sekitarnya.
Dari kejauhan nampak bayang-bayang seseorang berjalan tertatih-tatih, dengan sebuah tongkat. Orang tersebut menyeret sesuatu yang berat dalam karung menggunakan tali.
"Nenek tua?" Bisik Irna dalam hatinya sambil terus melangkah ke depan. Langkah kaki Irna sangat pelan, dia takut akan mengejutkan orang tua tersebut.
Irna masuk ke dalam koridor berjalan dengan langkah lebar menuju sosok tersebut. Namun langkahnya terhenti ketika jarak di antara mereka tinggal lima meter.
Irna melihat sosok tersebut dengan jelas, nenek tua berambut putih acak-acakan, mata kirinya tertutup, sedang mata sebelah kanannya tidak memiliki kornea.
Jemari kanannya memegang tali memiliki kuku-kuku hitam runcing dan sangat tajam.
"Siapa kamu?!" Tanya Irna dengan tubuh menginggil menahan takut. Tubuh gadis itu gemetaran. Namun dia masih tetap berdiri menatap wajah menyeramkan yang ada di depannya.
"Hii..hiiii...hiiii..hiii, aku penjaga villa ini. Oh kamu gadis manis yang dikirim wanita itu kemari. Tunggu giliranmu nanti, nenek akan mengurusmu." Tiba-tiba asap berkumpul lalu orang tua tersebut lenyap perlahan.
Tidak ada jejak sama sekali, wanita tua itu menghilang begitu saja. Dan tidak menyisakan apapun.
Irna merasa sekujur tubuhnya lemas tanpa tenaga. Dengan susah payah mengembalikan kekuatannya untuk berlari menuju ketiga temannya.
Langkahnya semakin berat, gadis itu terus berlari menuju ketiga temannya berada. Sesampainya di depan pintu dengan wajah histeris dia terus menggedor pintu.
"Tok! tok! tok!" Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam ruangan.
"Tok, tok tok! buka pintunyaaa! Hooiii kalian masih di dalam kan?!" Irna terus menggedor pintu samping dengan tidak sabaran. Wajah Irna semakin pucat karena tidak ada yang menjawab teriakan darinya.
Tidak ada jawaban apapun dari dalam, Irna semakin menggila terus menggedor.
"Ini tidak bisa dibiarkan! Braak! braaakkkkkkk!" Gadis itu dengan sekuat tenaga mencoba mendobrak pintu, pintu terbuka dan ketiga temannya tidak ada di sana.
"Siaal! kemana mereka bertiga pergi, barang-barang masih ada di sini. Lampu temaram di tengah ruangan sudah menyala, artinya mereka tidak keluar begitu saja meninggalkan tasnya."
Gadis itu melihat barang-barang ke tiga temannya masih lengkap berada di tempatnya.
Irna memeriksa setiap ruangan di dalam vila, namun tidak menemukan mereka. Irna terus mencari dan beberapa menit kemudian gadis itu melihat sebuah tangga yang menuju ke arah lantai atas.
"Apa mungkin mereka naik ke lantai dua?!" Irna setengah berlari menuju tangga, dan beberapa saat kemudian terdengar suara memanggil namanya.
Suaranya terdengar sayup-sayup seakan berharap dia segera menemukan keberadaannya.
"Irnaaaa, irnaaaaaa...tolooong akuuu.." Suara halus Siska memenuhi ruangan. Irna menoleh ke arah sumber suara, namun tidak menemukannya.
Gadis itu berlari menuju ke beberapa ruangan yang ada di sana.
"Sis, Siska? Lo dimana...?" Tanya Irna dengan air mata tertahan. Dia sangat takut jika terjadi sesuatu pada teman baiknya itu.
Irna menghapus air matanya yang terus menerus mengalir di atas kedua pipinya.
Irna terus mencari di setiap ruangan lantai atas namun tak kunjung menemukan Siska.
Langkah berat kakinya dengan putus asa menuju balkon, kedua tangannya bertumpu dinding tepi balkon kedua matanya melihat ke bawah.
"Di mana kalian sebenarnya? kenapa kalian tidak menungguku?" Bisik Irna dalam hatinya.
Irna menyapukan pandangan pada kejauhan di bawah sana di tepi pantai, nampak tiga orang dalam keremangan malam berdiri mematung.
"Jangan-jangan itu mereka!" Ujar Irna kemudian membalikkan badannya hendak turun ke bawah, akan tetapi belum sempat beranjak dari tempatnya berdiri.
"Sraak! sraaak! sraaak!" Seorang wanita muda dengan wajah pucat, mengenakan gaun malam berwarna putih membawa sebuah pisau mendekat ke arah Irna.
Irna berjalan menggeser tubuhnya ke dinding balkon, berusaha menjauh darinya. Irna merasakan udara mendadak dingin di sekitarnya. Membuat seluruh bulu kuduknya meremang.
Irna mengusap kedua lengan tangannya. Dia ingin berlari tapi sepertinya tiba-tiba kakinya terasa membeku akibat dari rasa takut yang sangat besar.
"Tante? Tante apa yang tante lakukan?" Irna tergagap bersandar di tepi balkon. Dia melihat wajah pucat tantenya yang memiliki vila tersebut, wajah marah dan wajah yang ingin menghabisi nyawanya.
Wajah tantenya sangat berbeda dengan tante yang selama ini dikenalnya. Wajahnya seperti sosok mayat hidup yang berada di bawah kendali seseorang.
Seseorang telah membuat tante yang disayanginya menjadi demikian mengerikan.
Pisau berkilau tajam siap diayunkan menghujam ke arah dada Irina.
"Braaakkkkkkk! bruuk!" wanita itu terhuyung jatuh tersungkur, seseorang entah dari mana datangnya tiba-tiba memukul wanita itu dari belakang.
"Siapa kamu, aku tidak pernah melihat kamu Kenapa kamu tiba-tiba berada di sini?" Tanya Irna dengan suara terbata. Dia masih belum bisa mencerna apapun yang dikatakan oleh pria di depannya itu.
Mereka baru bertemu pertama kali saat itu, tapi seolah-olah pria itu sengaja datang untuk menyelamatkan dirinya dari iblis yang berada di dalam rumah itu.
Pria itu terus menggenggam tangannya dan tidak ingin melepaskannya lagi. Pria itu terus menatap wajah yang kebingungan itu. Dan mencoba meyakinkan padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Percayalah padaku.
"Itu bukanlah hal yang penting sekarang, ayo cepat kita turun. Sebelum wanita iblis ini kembali terbangun."
Ujar pria itu sembari menarik lengan Irna menjauhi tubuh tantenya. Dan mengajaknya berlari meninggalkan lantai atas.
"Bisakah aku mempercayai pemuda ini?" Bisiknya dalam hati sambil terus mencermati wajah seseorang yang memegang tangannya itu.
Sekilas pandangan mata Irna tertuju pada dada kiri pria itu. Ada lubang bekas tusukan dan darah kering di kemeja biru tua itu.
Mereka berlari menuruni anak tangga lalu menuju pintu depan.
"Tunggu dulu, ada ketiga temanku yang masih di sini..." Ucapnya pada pemuda tersebut. Membuat langkahnya terhenti dan menatap wajah Irna.
Tatapan pria itu seolah-olah bukan tatapan yang baru mengenal Irna untuk pertama kalinya.
Namun sebuah tatapan yang menyatakan bahwa aku sudah menanti kedatanganmu! aku sudah menantinya dengan waktu yang sangat lama.
Dan akhirnya aku bisa menemuimu, di sini. Di tempat ini kita kembali bertemu setelah sekian lama.
Irna masih menatap wajah pria yang menggenggam tangannya itu, menatapnya dengan tatapan mata lekat-lekat. Begitu juga sebaliknya pria itu juga menatap jauh ke dalam matanya.
Tatapan yang mengandung rasa kerinduan yang sangat besar dan mendalam. Air matanya meleleh tanpa terduga.
Menimbulkan pertanyaan di hati Irna.
"Kenapa pria ini tiba-tiba menangis, apakah aku sudah salah mengucapkan sesuatu padanya?" Bisik Irna dalam hatinya.
bersambung...
Tentang penulis:
Jangan lupa,like dan klik favorit ya 😚😚 😂😂😂😭😭😭👉 cek juga judul lainnya di profil, gak kalah keren 👍👍😚😚😚😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
jodohnya Chanyeol
irna yang berhadapan sama nenek sihir, gw yang takut 😖
2022-05-14
1
Giyati Gotexs
seru dan misterius
2022-04-29
2
IRFAN 07
.
2022-04-27
2