Fredian membawa Irna pergi ke sebuah penginapan yang terletak agak jauh dari rumah Irna.
Melalui beberapa kawasan hutan di sekitar gunung tempat tinggalnya sekitar sepuluh kilometer jarak tempuh.
Pria itu terus menggendong tubuhnya dan mendarat di tengah hutan rimbun. Sekitar dua puluh meter dari penginapan.
Irna masih menatap wajahnya lekat-lekat. Tanpa ingin menyingkir karena aroma lendir yang ada pada tubuh pria itu. Segalanya terasa biasa dan bukan lagi sesuatu yang untuk dijauhi ataupun sesuatu yang untuk ditakuti.
"Irna, aku sangat mengenalmu dengan baik, aku tahu kamu akan bersikeras menghadapi apapun yang terjadi dengan dirimu sendiri. Bahkan kamu tidak akan rela jika orang lain terluka karenamu." Ungkap Fredian padanya tanpa melepaskan pelukan dan gendongannya.
"Aku sudah merasakan firasat buruk ketika kamu memulangkan semua penjaga yang sudah aku kirimkan untuk menjagamu. Aku tidak ingin hal buruk menimpamu. Aku ingin melihatmu baik-baik saja dan tidak terluka."
Setelah berkata demikian Fredian melangkah agak lebih jauh. Di bawah rerimbunan pohon lima belas meter dari lokasi penginapan. Fredian menurunkan Irna di sana.
"Kamu masuklah dulu, sore tadi sebelum tubuhku berubah menjadi seperti ini aku sudah cek in, bilang saja kamu adalah istriku." Ujar Fredian pada Irna sambil melepaskan pelukannya dengan perlahan.
"Lalu, bagaimana denganmu? apakah kamu akan meninggalkanku sendiri di sini?" Tanya Irna sedikit merasa gelisah karena melihat pria itu melepaskan pelukannya, dan beranjak menjauh darinya.
Irna menahan lengannya sambil terus menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin pria itu meninggalkan dirinya lagi.
Dia tidak ingin tinggal sendiri, dia ingin tetap di temani olehnya.
"Aku akan masuk pagi-pagi nanti, setelah tubuhku normal kembali." Fredian sengaja merendahkan suaranya seolah enggan Irna untuk mendengarkannya. Pria itu memalingkan wajahnya dengan sedih.
Irna melihat butiran bening perlahan mengalir dari kedua sudut matanya, gadis itu mengusapnya dan menahan kedua pipinya agar menghadap ke wajahnya.
Irna juga terdiam, wajahnya merunduk, menyembunyikan air matanya. Irna tahu jika Fredian tidak akan bisa berubah kembali jika tidak mendapatkan darahnya.
"Kenapa kamu malah menangis? apakah kamu tidak merasa senang berjumpa kembali denganku?" Menyentuh kedua pipi milik Irna mengusap air mata yang tak kunjung berhenti menetes.
"Ini adalah bulan purnama kedua sejak saat itu....aku, aku,....ahhhhh...."
Meraih Fredian dalam pelukannya sembari berkata dengan suara menahan tangis. Dia tidak mampu mengeluarkan isi hatinya.
Nafasnya terasa sesak karena isakan tangis dan air mata yang terus mengalir berusaha untuk ditahannya.
"Apa kamu masih takut denganku yang setiap bulan purnama akan berubah mengerikan seperti ini? kamu tenanglah aku tidak akan menyakitimu lagi, aku sudah berhasil mengendalikan diriku, jadi berhentilah menangis." Pria itu menundukkan kepalanya memohon kepadanya agar tidak terus menangis.
Melihat gadis yang disayanginya menangis, batinnya terasa ikut teriris dengan pedih. Jiwanya ikut hancur dan terluka.
"Tapi kamu harus tetap melakukannya." Menarik jaket Fredian berjinjit mengecup bibir milik pria itu.
Irna memejamkan matanya sambil terus berjinjit beberapa detik. Kemudian melepaskan ciumannya dan melanjutkan ucapannya.
"Jika tidak, kamu akan mendekati gadis lain untuk melakukannya!" Irna memalingkan wajah dengan tidak senang. Cemberut menahan rasa cemburu.
"Hey... hey.. apa wanitaku sedang merajuk?" Fredian memeluk tubuh Irna dengan erat. Dan enggan melepaskan pelukannya. Irna membalas pelukannya dengan merangkul lehernya.
"Aku bukan merajuk tapi hanya tidak suka saja." Menyembunyikan wajah bersemu merah di dada Fredian. Degup jantungnya semakin tidak teratur menahan gejolak asmara di dalam hatinya.
"Kamu harus melakukannya denganku!" Irna mencoba melukai jari telunjuk sendiri dengan cara menggigitnya. Lalu menatap wajah Fredian.
Fredian menarik tangan Irna, tidak mengijinkan dia melukai jarinya sendiri. Pria itu menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Aku tidak suka menggigit di sana, tapi aku lebih suka menghisap di sini!?" Meraih kepala gadis itu, dan mengulum bibirnya dengan lembut. Irna terlarut dalam ciuman dan pagutan mesra bibirnya.
"Hmmmm... hmmm" Irna menggumam tidak jelas. Fredian melepaskan pagutan bibirnya sekejap lalu kembali mengulum.
Kali ini dia menggigit bibir Irna, menghisap darah Irna di sana.
Perlahan-lahan mata Fredian berubah kembali pada warna semula. Dan gigi taringnya juga hilang kembali ke bentuk semula.
Mereka masih terus saling menatap, degup jantung mendadak berubah cepat.
Fredian membawanya masuk ke dalam penginapan. Membaringkan tubuh Irna di sana, kembali mengulum bibir gadis itu.
Irna memekik ketika Fredian menggigit lehernya, namun tidak melukainya.
Kerinduan memuncak di antara mereka, dan mereka melalui malam itu bersama di penginapan.
"Jangan." Tahan Irna ketika Fredian lebih mendekat padanya.
"Apakah kamu masih membenciku?" Terengah mengatur nafas sembari mengecup kening Irna.
"Tidak bukan itu, maksudku, kamu sudah salah faham selama ini Fred." Gadis itu meletakkan kepala di atas dada Fredian mendengarkan degup irama jantungnya.
"Jika kamu melakukannya maka bulan purnama ketiga, kamu akan mencari gadis lain untuk mencari darah yang kamu butuhkan." Ujar Irna dengan bibir cemberut.
Dia masih tetap tidak senang jika pria itu mendekati wanita lain dan mengabaikan dirinya.
"Kamu sangat pencemburu, aku tidak akan pernah mencari gadis lain." Ujarnya sambil menahan tawa. Dia terus melihat wajah merajuk di atas tubuhnya itu, benar-benar wajah yang sangat imut dan lucu.
"Bagaimana tidak, jika kegadisanku kamu renggut sekarang, bagaimana dengan bulan purnama ketiga???? kamu akan pergi mencari darah dari gadis lain." Ujar Irna mencubit pinggang Fredian. Membuat pria itu memekik kegelian.
"Akh! hey! jangan mencubit lagi, tidakkah kamu tahu aku sudah sangat sulit menahan diri?" Menggigit daun telinga Irna dengan gemas.
"Akh." Irna memekik meremas lengan Fredian. Lalu mencium kembali bibirnya dengan lembut.
"Maafkan aku, aku tidak akan mengulanginya lagi." Berpura-pura dengan wajah menyesal lalu tersenyum.
"Tapi bohooong!" Irna terus mencubit pinggang Fredian membuat pria itu kwalahan.
"Irna.. hentikan akh!" Pekik Fredian sembari menangkap kedua tangan gadis itu.
"Irna dengarkan aku baik-baik, aku sejak awal ingin menikah dengan dirimu, dan aku sebenarnya sudah mendaftarkan pernikahan kita." Ungkap Fredian menyatakan kebenaran menunggu reaksi dari Irna.
"Sejak kapan itu?" Tanya gadis itu dengan wajah penuh penasaran.
"Semenjak kamu tidak bangun-bangun saat bulan purnama pertama, aku sangat takut kehilangan kamu jadi aku mencuri cap jari jempol tanganmu." Jelasnya lagi sambil menatap ke arah lain menyembunyikan wajahnya.
"Aku tidak akan berani begitu dekat denganmu jika kamu bukan istriku dan karena alasan inilah aku memberikan perintah untuk memanggilmu Nyonya pada saat kamu tinggal di kediamanku waktu itu." Tambahnya lagi masih belum berani melihat ke arah Irna.
"Aku bisa melindungi kamu tanpa hawatir untuk dipertanyakan dengan masalah status, dan bisa bersamamu sepanjang waktu yang tersisa." Meraih tangan Irna menciumnya dengan lembut.
"Aku sengaja tidak langsung memberitahukan hal ini padamu, karena kondisi tubuhmu belum stabil sama sekali pada saat itu." Bisiknya lagi di telinga Irna.
Irna hanya tersenyum mendengar pernyataan Fredian. Bahkan tidak berniat membantah ataupun menyalahkan lelaki yang ada di sampingnya itu.
Fredian bingung karena Irna hanya diam saja tidak menunjukkan amarah atau berkata kalau dia bahagia atas keputusan Fredian saat itu.
"Irna, jika kamu tidak menyetujuinya aku bisa...." Ujar Fredian dengan gelisah karena sejak tadi gadis itu hanya diam saja tidak mengatakan apa-apa.
"Stttttt .. siapa bilang aku tidak setuju?" menghentikan perkataan Fredian dengan menutup bibir pria itu menggunakan jari telunjuk.
Kemudian Irna melanjutkan perkataannya dia masih mencermati wajah di depannya untuk melihat bagaimana reaksinya.
"Aku merasa sangat jauh darimu ketika kamu memutuskan untuk keluar negeri beberapa bulan lalu, bahkan kamu tidak menengokku ketika aku dalam masa pemulihan." Irna memegang lengan Fredian menelungkupkan wajahnya di dadanya.
"Apa sebenarnya yang kamu fikirkan saat itu aku juga tidak tahu." Ujarnya jujur dan berterus terang atas segala hal yang dirasakan selama ini.
Gadis itu ingin mengungkapkan segala hal saat itu juga. Dia tidak ingin memendam perasaannya lebih lama lagi. Dan membuat pria itu kecewa dan pergi meninggalkannya.
"Aku bahkan merasa kamu dengan sengaja menghindar dariku, karena ucapanku waktu itu sangat kasar padamu, aku sudah sangat membuat hatimu terluka." Ujar Irna kembali dia ingin menjelaskan kesalahan pahaman di antara mereka berdua.
"Maafkan aku Fred, aku tidak bermaksud bicara seperti itu." Tutur Irna penuh rasa penyesalan. Dia takut mengecewakan hati pria di dalam pelukannya saat ini.
Irna mengangkat kepalanya mencium pipinya dengan sangat lembut. Dia satu-satunya pria yang mengikat hatinya saat ini. Dan dia juga berharap dialah satu-satunya pria yang selalu ada di sisinya.
Irna melihat wajahnya dengan tatapan mata yang mendalam. Baginya itu adalah hari yang sangat bahagia di seumur hidupnya.
Memiliki pria itu dan tetap berada di sisinya dalam waktu yang sangat lama. Tidak ingin lagi melepaskan kebahagiaan itu.
"Dan sebaliknya kamu tetap merawatku meski aku terus melukaimu, aku tahu kamu tidak akan pernah meninggalkan diriku dengan sungguh-sungguh, aku tahu kamu hanya menjaga jarak dariku." Ujar Irna sambil menyentuh kedua pipi Fredian dan kembali mencium bibirnya sekejap.
"Karena kamu tahu aku tidak bisa menahan diri jika terlalu dekat denganmu, karena luapan cinta yang begitu besar." Sahut Fredian sembari memeluk Irna.
"Kamu wanitaku sekarang, jadi aku tidak akan membiarkan kamu menjauh atau pergi dariku lagi." Bisiknya di telinga Irna membuat bulu kuduknya meremang seketika.
Baru kali ini dia dekat dengan seorang pria, berada di tempat tidur yang sama. Dan pertama kalinya melepaskan segala perasaan dalam hatinya.
Agak kikuk dan salah tingkah tapi tetap memilih merebahkan kepalanya di atas dadanya. Pria yang sangat rupawan dan menawan kini telah menjadi suaminya. Entah seperti kejatuhan durian runtuh atau seperti menang lotre.
Segalanya terasa sangat awal dan mendadak, tapi rasa cinta yang bersemayam di dalam hatinya terkuak dan merekah seperti mawar yang indah bermekaran di musim semi.
Aroma harum cinta di dalam hatinya membuncah memenuhi sudut-sudut gelap di dalam hatinya. Membuat jiwanya bersinar terang menyinari hari-harinya di saat gelap.
Cinta yang dirasakan untuk pertama kalinya, dan tidak dapat di tahannya lagi. Hingga dia dengan berani mengungkapkan yang sebenarnya pada pria di sisinya saat ini.
Sebelumnya Irna tidak pernah sedekat ini dengan pria manapun, dia juga tidak pernah berpacaran sejak di bangku SMP sampai kuliah. Karena memang tidak ada pria yang menarik hatinya sama sekali.
Dia selalu memilih menikmati hari-harinya bersama teman-teman di bangku kuliah. Baginya semuanya adalah teman, dan dia sangat menjaga hubungan persahabatan dengan sangat baik.
Irna adalah sosok gadis yang supel dan ramah dalam pergaulan. Dia tidak pernah memandang siapapun menurut status sosialnya. Dia selalu bisa berteman dengan siapa saja.
Hari-hari gadis itu di bangku SMP dilaluinya dengan bahagia sampai di bangku kuliah. Dia memiliki banyak teman dan sahabat baik.
"Apakah kamu tidak ingin kita memiliki seorang pangeran atau puteri kecil?" Tanya Fredian mengerling nakal ke arah Irna.
Dengan manja Fredian mengusapkan kepalanya di lengan Irna. Pria itu sangat menginginkannya, menginginkan bisa memiliki gadis itu sepenuhnya dan seutuhnya.
"Padahal jawaban dariku sudah sangat jelas, bukan karena tidak ingin. Akan tetapi selesaikan dulu masalah bulan purnama." Ujar Irna berterus terang.
Dia tidak ingin kehilangannya karena darah wanita lain, dia rela jika darahnya di ambil setiap bulan purnama. Karena dia mencintainya, mencintai dengan cinta yang tulus hanya untuknya.
Gadis itu berharap di sepanjang hidupnya hanya ada kebersamaan yang bahagia antara dirinya dan Fredian. Berharap mereka memiliki kehidupan yang seperti dimiliki oleh orang lain pada umumnya.
Gadis itu menghela nafas panjang menatap jauh ke dalam mata Fredian.
"Seharusnya kamu tahu bahwa sebenarnya aku sangat menjagamu." Lanjut Irna lagi kembali cemberut memukul dada Fredian.
Gadis itu selalu hawatir jika pria yang dicintainya lepas darinya, dia sangat tidak ingin kehilangannya.
"Tapi aku pria normal dan aku sudah sangat mati-matian menahan itu." Fredian memasang mimik wajah memelas. Kembali memeluk tubuh Irna dalam dekapan hangat.
"Bruk! bruk! bruk!" Irna mengambil bantal lalu menimpukkan ke wajah Fredian sambil menahan tawa.
"Sudahlah jangan memasang wajah imut begitu, aku tidak tahan melihatnya, hhaaahhhaaa!" Irna tertawa tergelak melihat tingkahnya.
"Berhentilah membicarakan soal itu, atau orang lain akan berfikir aku wanita yang sangat kejam." Sambil tersenyum memeluk hangat tubuh Fredian.
Beberapa menit kemudian mereka sudah tidur terlelap. Irna dengan nyenyak tidur di pelukan suaminya Fredian Derrose.
Fredian memeluknya dengan hangat dan enggan melepas sekejap pun.
***
Pagi itu Irna dibangunkan oleh suara gemericik air di kamar mandi.
"Suara seseorang sedang mandi?" Bisik Irna dalam hatinya.
Gadis itu tidak mendapati Fredian berada di sampingnya. Dan dia berfikir Fredianlah yang ada di dalam kamar mandi tersebut sekarang.
"Benarkah itu Fredian? ataukah pria yang lain? atau mahluk ganas yang mengerikan itu telah kembali dan semalam masuk menghabisi Fredian?"
Irna kebingungan dan berharap semalam bukanlah mimpi semata, gadis itu kembali merapikan pakaiannya dan menunggu seseorang keluar dari dalam kamar mandi.
bersambung...
Bantu vote 😭 Readers tercinta 😂 view judul lainnya di profil ku 👉👉👉👍👍👍👍❤️❤️❤️🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Nur Bormun
thor sahabat nya gimana ceritanya itu jelasin donk ,,,,??
2021-12-26
0
Nur Bormun
sahabat nya irna di tempat kn di persembunyian yg aman kali ya
2021-12-26
0
Nindanadavid
shabat2nya irna imn thor...
2021-04-25
0