"Wah, wah, ternyata dunia ini memang sangat sempit." Ujar Fredian mendekat, pria itu berdiri di belakang punggung Irna.
Dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan mereka berdua di restoran saat dia meeting bersama kliennya.
Fredian merasa jengah memandang gadis yang sangat dicintainya bersama dengan pria lain, apalagi pria itu sekarang berstatus sebagai tunangan Irna Damayanti mantan istrinya itu di depan publik.
Dia merasa sangat gelisah dan risau, hatinya tidak bisa menerima kenyataan jika Irna adalah tunangannya Dion Anggara di mata publik.
"Kenapa dia tiba-tiba bisa ada di sini?" Bisik Irna dalam hatinya.
"Oh selamat malam Presdir Fredian, kami senang bisa bertemu dengan anda kembali." Ujar Dion berpura-pura ramah.
Dia merasa tidak senang melihat Fredian ada di sana, dan mengganggu kebersamaan dirinya dengan Irna.
"Kalau begitu saya tidak akan sungkan-sungkan lagi" Pria itu tanpa segan langsung menghenyakkan pantatnya duduk di sebelah Irna.
"Uhk! uhk! byuuuur!" Irna tersedak, minumannya tersembur keluar.
"Anda tidak apa-apa?" Wajah Fredian hawatir mengambil tisu mengusap bibir Irna.
"Astaga pria ini sengaja sekali membuatku terkejut! dasar!" Umpatnya di dalam hati. Irna mencoba menahan amarahnya.
"Memangnya siapa yang tiba-tiba menyela! dan membuatku terkejut?!" Merebut tisu dengan kasar dari tangan Fredian.
"Ehm! ehm!" Dion berdehem, pria itu tiba-tiba merasa terabaikan.
"Em, saya merasa sudah kenyang. Bolehkah saya pergi duluan? saya masih harus bertemu dengan klien malam ini." Ujar Irna pada mereka berdua.
Gadis itu segera beranjak berdiri tanpa menunggu persetujuan dari mereka berdua.
"Bukankah mereka sudah bertunangan, kenapa terlihat canggung sekali?" Bisik seseorang yang sedang menikmati makanan di seberang meja mereka.
Irna memang terlihat sangat menjauhi pria yang ada di depannya itu. Irna sengaja mengambil jarak dengannya, karena tidak ingin terlalu dekat.
Fredian tahu jika yang dimaksud klien oleh Irna tidak lain adalah dirinya sendiri.
"Oh saya juga sudah punya janji, jadi saya juga akan pamit" Berjabat tangan dengan Dion. Pergi mendahului meninggalkan mereka berdua.
"Tunggu sebentar." Dion menarik lengan Irna agar dia duduk kembali.
"Kenapa?" Tanya Irna sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Dion.
Wajah Dion terlihat sungguh-sungguh ingin membicarakan sesuatu yang penting, dan Irna kembali duduk melihat ke arahnya.
Irna terdiam menunggu pria itu bicara, apa sebenarnya yang ingin dia bicarakan padanya saat itu.
"Duduklah aku ingin bicara." Ujar Dion sambil mendengus menahan amarahnya.
Mau tidak mau Irna meletakkan kembali tasnya dan duduk sambil melihat ke arah arloji di tangannya.
"Cepat katakan, aku harus segera pergi."
"Aku ingin kamu berada di sini sebentar." Pria itu menatapnya dengan tatapan mata serius.
"Aku sudah bilang aku ada janji dengan klien." Irna segera bangkit dari tempat duduknya melangkah keluar dari dalam restoran.
"Biarkan aku mengantarkanmu." Ujar Dion pada Irna menghalangi langkah kakinya.
"Tidak perlu, aku naik taksi saja dari sini." Sahut Irna berusaha menolak pria itu.
"Kenapa kamu selalu menolakku?!" Tanya Dion gusar menahan lengan Irna.
Seolah-olah tidak terima dengan penolakan yang bertubi-tubi dia lontarkan sepanjang waktu bersamanya.
"Kamu tidak sedang mengungkapkan perasaanmu padaku bukan???!" Tanya Irna dengan tatapan sinis menghempaskan genggaman tangannya.
Gadis itu kemudian menghentikan sebuah taksi, pergi meninggalkan Dion tanpa menunggu jawaban ataupun ijin darinya.
"Kita hanya berpura-pura bertunangan, apakah dia pikir kita serius membina hubungan?" Gerutu Irna dalam hatinya.
"Dia terus saja menawarkan dirinya padaku, setelah bilang aku jauh berada di bawah levelnya. Apa maksudnya itu, aku sama sekali tidak bisa mencerna yang ada di kepalanya." Bisik Irna perlahan.
Dion terbengong mendengar kata-kata terakhir yang meluncur dari bibir Irna menohok tepat ke ulu hatinya, hingga terasa nyeri.
"Irna Damayantiiiiiiiiiiiii!!!!!" Teriak Dion dengan marah.
"Kemana sih dia sebenarnya?" Karena penasaran Dion mengikuti taxi Irna. Pria itu entah kenapa merasa gusar yang tak tertahankan.
Kebiasaannya tidak pernah ditolak oleh seorangpun membuat kewarasannya hampir sirna. Irna sepanjang waktu hanya menolaknya lagi dan lagi.
"Apa sih kurangnya diriku dengan para Presdir itu? tubuhku sangat bagus, wajahku juga sangat tampan, aku juga populer di kalangan wanita!" Gerutu Dion kesal sekali.
Dion sudah sangat curiga jika tunangan pura-puranya itu akan pergi menemui pria lain.
"Bu, itu sepertinya mobil di belakang mengikuti kita sejak tadi apakah Ibu mengenalnya?" Ucap sopir taksi tersebut.
Irna melihat ke belakang sebentar, sambil tersenyum kecil.
"Itu tunangan saya, he he he." Ujar Irna dengan santai.
Tidak tahu bagaimana perasaannya, jika Dion melihatnya pergi ke Reshort milik Fredian. Irna tidak peduli lagi, karena kliennya hari ini memang benar adalah Fredian.
Dion melihat taksi yang di tumpangi Irna berhenti di depan Reshort milik Fredian, amarahnya benar-benar menggila.
"Berhenti pak." Irna menyodorkan uang, lalu keluar dari mobil.
Irna dengan santai masuk ke dalam reshort, menemui resepsionis.
"Dia bahkan terang-terangan mendatanginya!" Geram Dion menatap Irna sedang melangkah masuk ke dalam Reshort.
Sekali lihat pelayan di sana sudah tahu, jika itu adalah Irna Damayanti, satu-satunya wanita yang bisa membuat suasana hati Presdirnya berubah setiap saat.
"Anda sudah ditunggu Presdir di dalam ruangannya, mari saya antar." Irna berjalan mengikuti pelayan tersebut.
Sampai di sebuah ruangan yang sangat luas, pelayan itu pergi meninggalkannya.
"Kenapa sepi sekali?" Irna menyusuri ruangan, tatapannya tertuju pada sebuah pintu yang terbuka.
Irna melangkah ke sana, di luar pintu itu terdapat kolam renang yang sangat luas.
Irna berjongkok di tepi kolam, melambaikan tangan pada Fredian yang tengah berenang di tengah kolam agar pria itu menepi.
Melihat kedatangan Irna Fredian tersenyum cerah, segera menghampiri.
"Kapan datang?" Tanya Fredian padanya, pria itu menunjuk handuk yang ada di kursi berjajar di tepi kolam memintanya untuk mengambilkannya.
Irna segera berdiri mengambil handuk untuknya.
"Akh! tidak! Byuuuuur!!"
Irna mengulurkan handuk tapi Fredian malah menarik tangannya hingga tercebur ke dalam kolam.
"Jangan lepas! Aku tidak bisa berenang!" Ketakutan memeluk leher Fredian. Sambil membersihkan wajahnya yang basah kuyup dengan air.
Fredian tersenyum melihat Irna bergelayut ketakutan melekat erat memeluk dirinya. Dia ingin gadis itu setiap hari memeluknya seperti itu. Menjadi pendamping hidupnya dan menemaninya sepanjang hari.
Dia tidak rela sama sekali ketika melihat gadis itu berada di sebelah pria lain, duduk bersama pria lain. Bahkan berada di pelukan pria lain.
Fredian menatap wajah Irna.
"Kenapa kamu terus melihatku? cepat bawa aku naik!" Perintah Irna pada Fredian sambil terus memukul bahunya.
"Aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu Irna Damayanti." Bisiknya di telinga Irna.
"Aku tahu, cepat bawa aku naik." Ujar Irna sambil menatap dalam kedua mata jernih yang ada di depannya itu.
"Jika aku tidak mau?" Tanya Fredian kembali menggoda gadis itu pura-pura hendak menurunkan tubuhnya ke dalam air.
"Akh! tidak! hentikan! Jangan main-main! aku serius!" Masih tetap bergelayut erat sambil melihat air di sekitarnya dengan wajah ketakutan, tangan Fredian menahan pinggulnya agar tidak tenggelam.
"Cium dulu, nanti aku bawa naik." Mendekatkan wajahnya hendak mencium gadis itu.
"Tu, tunggu! aku kemari bukan untuk bermain, tapi mendiskusikan perjanjian kerjasama antara perusahaan kita." Menahan dada Fredian agar tidak menciumnya.
"Sejak kapan aku harus permisi dahulu sebelum mencium wanitaku?!" Fredian segera meraih kepala Irna, mengulum bibirnya sambil menggendongnya naik keluar dari kolam.
Irna tidak meronta, atau menjauhkan Fredian lagi. Dia sudah pernah menolaknya, dan membuat pria itu semakin menggila.
Fredian membawa Irna ke kamar mandi, melepaskan pakaian Irna yang basah, masih menatap lekat-lekat wajah Irna.
"Apa yang kamu lakukan? kenapa malah seperti ini." Ujar Irna tidak mengerti.
Ketika tangan Fredian hendak menyentuh pahanya, Irna segera menghentikannya.
"Jangan lakukan!" Teriak Irna dengan sedikit ketakutan.
"Kenapa?" Tanya Fredian berbisik di telinga Irna.
Irna membalikkan badannya menghadap Fredian.
"Aku, aku sudah kembali gadis seperti sebelumnya, saat ada mahluk menyerangku, aku melompat dari jendela kamar."
"Waktu itu aku terus berlari ke dalam hutan, kemudian aku jatuh pingsan di tepi pantai, Dion tanpa sengaja menemukanku saat dia dan para krunya mencari lokasi syuting."
"Dia yang sudah membawaku ke rumah sakit, dan karena aku tidak memiliki wali, dia menyatakan pada semuanya bahwa aku adalah kekasihnya sekaligus tunangannya."
"Berita terakhir aku sedang bersamamu, dia berfikir aku diperkosa dan dibuang, saat diperiksa dokter dia bilang selaput daraku masih utuh!" Jelasnya pada Fredian membuat wajah pria di depannya tercengang.
Irna mencermati wajah di depannya menunggu reaksi darinya.
"Kalau begitu aku sendiri akan memeriksanya, kurang ajar sekali dokter itu!!!!" Dengan marah menggendong tubuh Irna ke atas ranjang.
"Kamu tidak bisa memastikannya, kamu bukan dokter! lagi pula dokter itu adalah seorang wanita." Irna segera menutupi seluruh badannya dengan selimut.
"Itu aneh, jika benar begitu setiap berhubungan akan terus mengeluarkan darah?" Ujar Fredian lagi.
"Sebelum mereka menyerangmu, mahluk itu mendatangi rumahku, dan aku pergi ke rumah Rian untuk menemukanmu." Ujar Fredian pada Irna, menatap wajah Irna dengan sungguh-sungguh.
"Tapi kita tidak tahu jika kita tidak mencobanya lagi!" Ujar Fredian kembali serius.
"Dasar! kamu menyebalkan kamu pikir aku bahan percobaan atau bagaimana? sembarangan coba-coba! cepat berikan aku pakaian!" Gadis itu menghardik Fredian mendelik marah menatapnya.
Fredian dengan langkah tidak bersemangat mengambil gaun di sebuah lemari, dia sudah menyiapkan untuk Irna.
Fredian duduk di tepi tempat tidur, melihat Irna memakai pakaiannya.
"Kenapa resletingnya terlalu rendah, ah jadi sulit sekali menaikkannya." Bisik Irna.
Fredian berdiri lalu menarik resleting baju Irna ke atas. Kemudian memeluknya dari belakang. Dagu Fredian diletakkan di atas bahu Irna sebelah kanan.
"Kita harus menyelesaikan pekerjaan." Ujar Irna lirih memegang tangan Fredian yang masih memeluknya.
"Aku lelah sekali." Fredian merajuk padanya.
"Kalau begitu tidurlah, aku akan kembali." Irna melepaskan pelukan, merebahkan perlahan Fredian di tempat tidur.
Irna beranjak hendak pergi, Fredian menahan pinggulnya.
"Siapa yang mengijinkanmu pergi?" Fredian kembali membuka matanya.
"Fred, aku harus kembali."
"Kemana? bertemu pria bodoh itu?! atau ke rumah orang yang kamu sebut suami!" Air muka Fredian berubah marah.
"Tidak ke dua-duanya, aku akan kembali ke rumahku sendiri." Ujar Irna mencoba menenangkan Fredian agar pria itu tidak marah padanya.
"Walaupun begitu mereka punya alasan untuk tinggal bersamamu, sedangkan aku tidak sama sekali!! Ini membuatku sangat frustasi dan putus asa!" Ujar Fredian marah dan kesal.
"Kamu wanitaku, satu-satunya wanitaku!" Pria itu kembali memeluknya.
"Akh! jangan! Fred!" Teriaknya lagi sambil berusaha menjauhkan dirinya dan melepas pelukannya.
"Kamu hanya milikku, dan aku tidak menerima penolakan apapun darimu!" Sergah Fredian pada Irna.
"Sakit sekali, kamu kembali melakukan ini! " Pekik Irna menahan nyeri.
"Aku selalu menahannya, dan aku sangat menderita karenamu, jangan berfikir lagi untuk mencoba pergi dariku." Bisik Fredian di telinga Irna.
Darah kembali mengalir dan terlihat wajah Irna sangat ketakutan karena hal itu.
"Kita tunggu mereka! kita akan baik-baik saja."
Fredian memeluk Irna menutupi tubuhnya yang gemetar dengan selimut, membawanya kembali keluar kamar, masuk ke dalam kolam.
Mahluk itu benar-benar datang, mereka berterbangan masuk ke dalam kamar, menyerbu karena mencium aroma darah Irna.
"Tahan nafasmu sebentar." Fredian membenamkan dirinya dan Irna ke dasar kolam. Pria itu memberikan bantuan nafas dengan mengulum bibirnya.
Irna memeluknya erat dengan kedua tangannya, tidak ingin melepaskannya sama sekali. Dia takut setengah mati, karena tidak bisa berenang. Dia sangat takut dengan air yang dalam sejak kecil.
Beberapa detik kemudian mereka keluar dari dalam air. Irna masih berada dalam gendongannya.
"Turunkan aku, mahluk itu sudah pergi." Ujar Irna padanya.
"Cara ini lumayan efektif, aku rasa kita hanya bisa melakukan itu di sekitar kolam." Ujar Fredian sambil tertawa menggoda Irna.
"Tutup mulutmu! kamu selalu mengambil kesempatan di dalam kesempitan, aku tidak ingin kita mengulanginya lagi. Kita harus menjaga jarak untuk kedepannya. Aku bukan istrimu lagi." Bentak Irna melotot padanya.
"Ini adalah kedua kalinya aku menghianatinya." Ujar Irna sambil bergelayut di dalam pelukan Fredian, menatap wajah pria itu dengan tatapan sedikit tidak nyaman.
"Kamu milikku, dan selamanya akan tetap jadi milikku." Bisiknya lagi di telinga Irna sambil mencium pipinya.
Pria itu menurunkan tubuh Irna di atas tempat tidurnya, dan kembali menciumi lehernya.
"Fred, jangan lagi. Aku bukan milikmu lagi, aku sudah bukan istrimu lagi. Aku tidak bisa melakukan hal ini, aku tidak boleh melakukan hal ini!" Teriak Irna menepis pelukan Fredian dan beringsut menjauh darinya.
"Aku ingin kamu menemaniku sepanjang malam. Kamu tidak akan bisa pergi tanpa ijinku! kamu akan tetap berada di sini sepanjang malam."
Pria itu merengkuh Irna dalam pelukannya. Dia tidak ingin gadis itu meninggalkan dirinya lagi, dan kembali ke rumah lamanya.
Dia ingin setiap waktu bisa melihatnya dan memeluknya. Sama sekali tidak ingin membiarkan dia pergi untuk bertemu dengan Rian.
"Aku harus pergi, aku tidak bisa tinggal bersamamu sepanjang malam." Ujarnya lagi sambil melepaskan pelukan Fredian dari tubuhnya. Irna segera beranjak berdiri dan melangkah menjauh darinya.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Tania Zha
Irna jg wanita murahan ,,ngatar diri nya sendiri ,,,bukan slh orang 😛😛😛😛
2022-04-28
2
IG: queenn_neze
ralat Thor khawatir bukan hawatir
2021-12-11
0
Ainul Mardhiyyah
kok wanita nya seperti Murahan Ya Kk. kek gk punya Harga diri
2021-09-27
0