Setelah kepulangan Irna, Fredian lebih banyak menghabiskan waktunya di perusahaan. Dia enggan pulang ke rumahnya.
Di rumah itu dia selalu ingin melihat gadis itu, dia selalu ingin berada di dekatnya. Gadis yang sudah merebut hatinya.
Tak beberapa lama kemudian handphone miliknya berdering di atas meja.
"Hallo tuan Fredian" Panggil seseorang dari seberang.
"Iya ada apa?" Tanyanya menimpali.
"Saya sudah mengantarkan Nyonya dengan selamat sampai di rumah" Jelasnya pada tuannya itu. Kemudian pria itu menghapus keringat yang tiba-tiba membanjiri pelipisnya karena gugup.
"Bagus. Apa ada hal lainnya?" Tanyanya lagi seraya memeriksa berkas di atas meja kerjanya. Dia mendengarkan dengan seksama penuturan pelayannya itu.
"Anu, itu tuan tadi saya melihat seseorang menggunakan baju serba hitam, nampak sangat mencurigakan. Dan orang itu mengawasi sekitar rumah Nyonya! saya hawatir dia orang yang berniat tidak baik tuan."
"Iya saya yang akan menyuruh beberapa pelayan untuk menemani Nyonya, juga akan mengirimkan beberapa pengawal untuk menjaganya." Tukas Fredian sembari mengakhiri panggilan.
"Siapa orang misterius itu? apa ini ada hubungannya dengan Rina? apa yang dilakukannya di dekat rumah Irna?" Bisiknya pada diri sendiri.
Pria itu memijit keningnya kening menggali keras pikirannya. Mencari jawaban dari sekian banyak pertanyaan yang ada dalam kepalanya.
Malam itu sepuluh pengawal dan lima orang pelayan wanita datang ke rumah Irna. Fredian yang memberikan perintah kepada mereka untuk menjaga Irna di rumah tempat tinggal gadis itu.
"Ada apa kalian kemari? Apakah terjadi sesuatu pada Fredian? dan aku juga tidak meminta pengawal juga pelayan." Tanyanya dengan wajah sangat hawatir.
"Oh tidak Nyonya, tuan baik-baik saja, kami datang ke sini karena diperintahkan oleh tuan Fredian untuk menjaga Nyonya" Jawab salah seorang dari mereka.
Pelayan itu tersenyum manis mendengar Irna begitu menghawatirkan tuannya.
"Syukurlah jika Fredian baik-baik saja," Gadis itu menarik nafas lega karena mendengar bahwa pria yang dihawatirkan baik-baik saja.
Dia melamun sejenak kembali mengingat kebersamaan tatkala pria itu menarik tangannya mengajaknya berlari menyelamatkan diri, pria itu saat melihatnya tidak ada keraguan sama sekali dalam binar-binar cahaya matanya.
Sesaat kemudian dia kembali tersadar dari lamunannya dan memandang mereka yang ada di depan pintu rumahnya saat ini.
"Tapi, saya tidak memiliki cukup uang untuk membayar gaji kalian" Ujarnya sambil menatap wajah mereka satu persatu, Irna tersenyum lembut ke arah mereka.
"Nyonya tidak perlu merisaukan gaji kami, tuan Fredian sudah mengurus semuanya." Tambah salah seorang dari mereka, sembari memegang telapak tangan Irna, menghapus rasa hawatir di dalam hati gadis itu.
Irna menatap mereka dengan tatapan lembut, tidak ada yang memperhatikan dirinya selama ini.
Betapa sayang sinar mata mereka menatap ke arahnya sekarang. Rasa ingin menemani dan melindungi dirinya.
"Tuan hanya meminta agar kami tidak membiarkan Nyonya sendirian." Ucap pelayan perempuan yang biasa melayani Irna ketika dirinya masih tinggal di rumah Fredian.
Irna menatap menerawang jauh, fikirannya melayang entah kemana, mengingat wajah pria tampan dan memiliki tubuh atletis itu. Seorang pria yang bahkan tidak pernah diimpikannya.
Pria yang tiba-tiba muncul masuk ke dalam kehidupannya. Pria yang datang menyambutnya dengan perasaan hangat dan tulus.
"Aku tidak mengerti kenapa dia terus memperhatikanku, dan merawatku meskipun aku selalu mengacuhkan dirinya?" Ucap Irna jauh di dalam lubuk hatinya. Pikirannya masih melayang jauh memikirkanya sepanjang hari.
Beberapa pengawal berjaga di ruang tengah, sebagian yang lain berjaga di depan pintu. Malam itu cuaca sangat berkabut dan dingin menusuk sampai ke tulang.
Irna duduk termenung di dalam kamarnya. Dia mengusap lengannya yang mendadak terasa dingin.
Asap datang entah dari mana asalnya. Merembes masuk melalui celah-celah jendela kamar Irna.
Kebetulan Irna merasa kurang enak badan, matanya enggan terpejam. Dia menyangga kepalanya dengan telapak tangan kanannya di atas meja.
Irna duduk di meja belajar, mengamati data-data perkembangan perusahaan yang telah diwariskan oleh kedua orang tuanya.
Asap itu mengepul di belakang punggung Irna. Dia tidak menyadari kedatangan asap tersebut.
Irna merasakan hawa dingin yang lebih dingin dari sebelumnya menyeruak tiba-tiba ke dalam kamarnya.
Semua pengawal dan pelayan sudah jatuh tertidur, jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua dini hari.
Irna beranjak berdiri merapikan gorden jendela, dan memeriksa kuncinya apakah dia sudah mengunci daun jendelanya dengan benar.
Asap itu berkumpul membentuk sosok manusia, berdiri tepat di belakang punggungnya.
Irna merasakan kedatangan mahluk itu, lalu dia berbalik untuk melihat apakah benar yang dirasakan olehnya saat itu.
Mahluk itu memiliki kuku runcing, wajahnya menghitam tidak memiliki mata, melayang di udara menebas kabut mencekik leher Irna.
Irna terdiam lengan mahluk itu mencengkeram kuat mengangkat tubuh lemahnya melayang ke udara. Irna tidak tahan dengan cekikan pada lehernya. Gadis itu ingin berteriak.
"Akh tolong... pe, pelayan, tolong aku..." Irna hampir kehabisan nafas, tangan kanannya meraih guci kecil tempatnya menyimpan pena kemudian melemparkannya ke lantai hingga terdengar suara gaduh.
"Praang!" Pelayan Irna terbangun, mereka segera menggedor pintu kamar Irna.
"Braaakkkkkkk! braaakkk!" Tiga orang pengawal berhasil mendobrak pintu kamar Irna.
"Nyonya, apa yang terjadi?!" Salah seorang pelayan tergopoh-gopoh berlari memeluk Irna. Wajah Irna pucat dan dingin, gadis itu hampir saja meregang nyawanya.
Nafasnya masih terengah-engah, sekujur tubuhnya terasa sangat lemas.
Irna menarik nafas panjang, deru nafasnya terdengar tidak teratur. Pikiran gadis itu berkecamuk dalam seribu tanya. Kenapa tiba-tiba mahluk tersebut bisa menemukannya? dan apa tujuan mahluk itu mendatangi dirinya.
Ingatannya kembali sebelum pintu kamar terbuka.
Mahluk tersebut berbisik di telinga Irna,
"Akhirnya aku akan bangkit kembali, aku sudah menemukan jasad yang bertahun-tahun kutunggu.. darahmu akan membangkitkanku....hi..hiii..hiii...hiii"
Setelah menyatakan hal itu mahluk tersebut hilang entah kemana.
"Bi, dengarkan aku baik-baik. Mulai besok saya tidak akan tinggal di rumah ini lagi, saya akan keluar negeri untuk melanjutkan studi kuliah, bibi dan para pengawal sebaiknya kalian kembali ke rumah Fredian."
"Juga untuk sementara rumah ini akan saya sewakan. Kalian kembalilah secepatnya ke rumah Fredian." Tutur gadis itu sambil tersenyum memegang bahu pelayan wanita yang menemaninya itu.
"Dan tolong kalian katakan padanya bahwa saya baik-baik saja tidak perlu menghawatirkan saya lagi." Tuturnya kembali pada para pelayan dan pengawal.
Irna sebenarnya tahu jika tempat tinggalnya sudah tidak aman lagi, dan ia tidak ingin mempersulit para pelayan dan penjaga saat menjaganya.
Apalagi keadaan ini tidak dapat mereka mengerti apa dan bagaimana lawan mereka sekarang.
Terlebih lagi Irna juga tidak ingin membuat Fredian terus hawatir pada dirinya. Dan tidak bisa tenang karena terus memikirkannya.
Keesokan harinya para pelayan dan pengawal berpamitan pada Irna. Mereka segera kembali ke rumah Fredian.
Irna sudah mempersiapkan diri untuk kembali melanjutkan kuliah sambil mengelola perusahaan orang tuanya.
Irna sudah membereskan semua barang, ketika selesai hari sudah menjelang petang.
Ia pun akhirnya menunda kepergiannya di hari itu. Larut malam menenteng koper sendirian, dia terlalu malas membayangkan bagaimana lelahnya nanti.
"Hmm besok pagi saja gue berangkat." Gadis itu tersenyum pahit menghela nafas berat kemudian kembali menaruh kopernya.
Irna tahu malam ini adalah akhir baginya. Mahluk itu pasti akan datang kembali mencarinya, karena menginginkan darahnya.
Irna beranjak menuju beranda, dilihat bintang-bintang berkerlip indah bertaburan bagaikan permata menghiasi permadani hitam pekat.
Menjadikan indah berkilauan di saat malam yang sunyi itu.
"Setidaknya jika aku pergi malam ini salamku sudah tersampaikan melalui kilauan kalian. Sampaikan salamku dan terima kasihku padanya"
Ujar Irna pada kilauan bintang yang bertaburan di atas langit.
Malam semakin larut, Irna duduk di teras untuk menunggu. Gadis itu menatap ke arah yang jauh sejauh pandangan matanya.
Irna menengok arloji yang melingkar di lengan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
Dia masih terus berdiri menunggu, tidak tahu apa yang akan dia hadapi malam itu.
"Dia pasti akan datang malam ini! aku akan tetap menunggunya, aku tidak peduli lagi! aku harus melawannya! aku tidak mungkin akan terus kabur lagi dan lagi." Bisiknya dalam hati.
Hawa dingin mulai menyeruak menyapu kulit putihnya. Gadis itu berdiri seorang diri menanti kedatangan mahluk yang kemarin menemuinya. Perasaan rasa ingin segera mengakhiri malam yang panjang itu.
Dia ingin pagi segera menyingsing, menghapus malam yang gelap gulita dengan cahaya hangat sinar mentari pagi. Hangat terasa menyinari tubuh dan kulitnya. Menghapus malam mencekam saat ini.
Entah keberanian yang muncul dari mana asalnya. Gadis itu sengaja nekad melawan mahluk yang tidak dia ketahui di mana kelemahan dan bagaimana cara menghancurkan mahluk itu.
Irna mengusap kedua telapak tangan untuk mengusir dingin beberapa kali. Dia berjalan mondar-mandir di depan beranda rumahnya.
Matanya tidak nampak lelah ataupun mengantuk, dia terus terjaga dan terus mengawasi keadaan sekitarnya.
Irna menyandarkan perlahan kepala di dinding, menatap beberapa kunang-kunang kecil yang hinggap di atas kelopak bunga melati.
Betapa bebasnya mahluk kecil berkerlip-kerlip itu, dia bebas terbang dan hinggap. Tanpa rasa takut orang akan menangkap atau memburunya.
Binatang kecil itu mengepakkan sayapnya kesana kemari hinggap di antara dedaunan dan bunga yang sedang bermekaran.
Irna merasa bahagia melihatnya, merasakan kebebasan mereka.
Udara semakin larut semakin dingin. Suara binatang malam pun turut hening, seakan-akan ikut menanti kedatangan mahluk mengerikan itu.
Dari kejauhan terlihat asap yang semalam mendatangi dirinya. Irna bangkit berdiri menatap kedatangan mahluk itu.
Saat ini dia benar-benar telah bersiap untuk menghadapinya. Apapun yang terjadi Irna sudah bersiap untuk menerimanya.
"Hiiii ...hiiiii.... hiiii ...hiiiii..." Mahluk itu datang dengan tawa mengikik mengerikan. Suaranya menggema menyelimuti malam pekat itu. Irna menatap ke arah suara dengan tatapan yakin dan tidak tergoyahkan.
"Akhirnya kamu benar-benar bersiap untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepadaku...hiiii...hiiii...hiiii.." Tubuh mahluk itu melayang-layang mengitari Irna. Dan sesekali menyentuh rambut panjang gadis itu.
Dia terus menerys mengendus mencium aroma darah yang mengalir di dalam tubuhnya, aroma darah yang harum dan manis.
Irna diam tak bergeming. Irna menatap tajam, penuh keyakinan bahwa dia akan menang melawan mahluk itu.
"Aku pasti bisa! aku tidak akan membiarkan mahluk ini menang begitu saja! tidak akan pernah!" Bisiknya di dalam hatinya.
"Oh kamu sudah kehilangan rasa takutmu gadis manis...hii...hiiii...hiii." Mengangkat dagu Irna menggunakan kuku-kuku hitamnya yang panjang dan runcing.
Mahluk itu terus mengendus di seluruh tubuh Irna, menjulurkan ujung lidahnya dan tertawa mengikik.
Irna menarik salah satu sudut bibirnya tersenyum mengejek. Gadis itu mengepalkan jemarinya dengan kuat. Irna menatap wajah mahluk itu dengan tatapan berani.
"Kamu bagiku bukanlah apa-apa! kamu hanyalah mahluk lemah yang tidak memiliki kekuatan apapun! jika kamu masih mengaku kuat, tentu kamu tidak membutuhkan darahku agar kamu bisa bangkit!" Ucap Irna dengan suara lantang.
Gadis itu seakan-akan sudah kehilangan rasa takut yang kemarin ada dalam hatinya. Dia terus menatap tajam mahluk itu sambil melanjutkan kata-katanya.
"Kamu hanyalah asap yang akan hilang tertiup angin, bahkan kamu tidak memiliki jiwa yang tetap! jadi apa yang harus aku takuti!? jika kamu mengaku kuat lawanlah aku sekarang! jiwa hitam tanpa raga sepertimu akan lenyap dengan putus asa!" Tukas Irna lagi.
"Gadis kurang ajar! tunggulah ajalmuuuuu!" Bersiap menyerang, mahluk itu melesat secepat kilat menghujam tubuh Irna dengan kuku runcing tangannya.
Irna dengan tegar berdiri dia sangat yakin mahluk itu bisa menyerangnya karena rasa takut yang tersisa pada dirinya.
Namun kini sudah tidak ada yang dia takutkan lagi, mahluk itu dengan ganas akan segera mencabik-cabik tubuh Irna.
Akan tetapi di luar dugaan mahluk itu hanya mencabik tempat kosong. Irna sudah tidak ada di sana. Gadis itu sudah pergi entah kemana.
Sesuatu secepat kilat melesat membawa tubuh Irna terbang dari pohon ke pohon.
Irna tersenyum sambil bergelayut mesra pada orang yang menggendongnya.
Rambut dan aroma tubuh esnya Irna sudah sangat mengenalnya. Dan dia sudah tidak merasa ketakutan lagi ketika mata merah itu menatap wajahnya dengan sangat dekat.
Irna terus bergelayut padanya, dan tidak ingin melepaskan pelukannya.
Bulan purnama malam itu menjadi saksi pertemuan mereka kedua kalinya...
"Irna Damayanti...." Ucap laki-laki bertubuh monster itu. Pria itu tersenyum melihat wajah gadis yang ada di dalam pelukannya. Sudah lama dia menantikannya.
Sudah sangat lama dia menantikan saat seperti sekarang. Sudah berhari-hari dia memendam perasaannya, karena tidak ingin membuat gadis di dalam pelukannya itu terluka olehnya.
"Fredian Derrose..." Balas Irna sembari tersenyum. Irna menatapnya lekat-lekat. Dia merebahkan kepalanya di dada Fredian. Mendengar detak-detak jantungnya.
Pertemuan kedua setelah bulan purnama pertama, saat ini adalah pertemuan bulan purnama kedua di antara mereka. Wajah berbinar-binar dengan rasa cinta dan kerinduan yang teramat mendalam.
Rasa pertemuan yang di harapkan akhirnya terlaksana pada malam purnama kedua. Irna memandang wajah pria itu lekat-lekat. Bulu lentiknya beberapa kali mengerling sambil tersenyum manja.
bersambung...
please 👍+❤️👉👉 profilku view judul lainnya ya 😘😘😘😘😂😂 bantu vote Readers tercinta 😂😂😂😭😭😭😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Lii
latar tempatnya membingungkan
thoor
2022-05-08
1
MomCevi
apasiii ke berantakan gitu alurnya..
2022-04-24
2
Aih Iswari
iya kmn ke 3 temannya
2022-04-06
0