Irna mengusap pipinya yang terasa pedih.
"Siska, ini tidak seperti yang kamu fikirkan." Ujar Irna mencoba menjelaskan pada sahabatnya itu. Tapi Siska sepertinya memang sengaja ingin menyakitinya.
Siska sahabat karibnya ingin melihat Irna menderita. Dan dia dengan sengaja mengundang Irna di pesta ulang tahunnya untuk menunjukkan bahwa dia sangat mencintai pemuda yang juga dicintai Irna.
Dia ingin menunjukkan jika dirinya juga bisa memiliki apa yang dimiliki oleh sahabat karibnya itu.
Irna tidak tahu harus menjelaskan apa di depan sahabatnya itu. Irna hendak pergi meninggalkan mereka berdua. Kakinya melangkah tertatih-tatih keluar dari dalam toilet. Dan tepat pada saat melalui Siska sahabatnya itu.
Gadis itu dengan wajah geram malah hendak menampar Irna lagi, jika tangannya tidak segera di cekal oleh Fredian. Dan dihentikan olehnya. Irna masih memijit pelipisnya karena sangat nyeri dan semakin sakit.
"Fred, kamu!" Bibir Siska tergagap melihat wajah tunangannya itu muram dan menatap dirinya dengan wajah penuh kebencian.
"Jangan coba-coba menyentuhnya! apalagi menyakitinya! dia sudah berkorban banyak untukmu! atau aku patahkan tanganmu!" Menghardik Siska dengan wajah penuh amarah.
Jika bukan karena Siska adalah sahabat mantan istrinya, mungkin Fredian sudah membalas tamparan itu berkali-kali lipat padanya. Karena Fredian tidak ingin menyakiti perasaan Irna dia membiarkannya saja untuk sementara waktu.
Irna sudah tidak bisa menahan nyeri di kepalanya, lalu melangkah terhuyung pergi meninggalkan mereka.
Fredian berlari mengejarnya, pria itu segera mengangkat tubuhnya dalam gendongan. Irna meronta-ronta ingin segera turun dari gendongan Fredian.
"Fred, jangan gila! turunkan aku! atau besok mukaku akan berada di halaman utama surat kabar!" Teriakan Irna tidak digubris Fredian. Pria itu sudah seperti tertutup kedua telinganya.
Siska juga berteriak untuk menghentikan dirinya, tapi Fredian malah melotot dan membentaknya hingga dia menyingkir dari pandangan matanya.
Fredian membuka sebuah pintu kamar hotel, kemudian melempar tubuh Irna di atas tempat tidur.
Fredian melepas jas dan kemejanya, melemparkan ke lantai.
"Fredian kamu, kamu sudah kehilangan akalmu!" Berteriak mencoba melepaskan diri dari Fredian.
Fredian menarik paksa merobek pakaian Irna melemparkan ke lantai.
"Akh jangan lakukan ini!" Pekik Irna ketika Fredian menggigit leher Irna. Membuat beberapa bekas kemerahan di sana.
"Aku sudah sembuh, jadi kamu tidak perlu hawatir lagi!" Ujarnya pada Irna sembari melanjutkan menyusuri tubuh gadis itu. Dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Irna terus meronta mencoba menjauhkan dirinya. Gadis itu terus berusaha mendorong dada Fredian agar menjauh darinya.
"Hentikan!" Teriak Irna ketika Fredian melepaskan pakaian terakhir yang membalut tubuh mulus miliknya.
"Tidak! jangan Fred, jangan lakukan ini! aku tidak bisa, aku mohon jangan!"
"Aku bukan istrimu lagi!" Pekik Irna dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Fredian menjauh darinya.
Irna meraih selimut dan menutupi kembali tubuhnya yang sudah tanpa pakaian. Gadis itu beringsut mundur menjauh darinya.
"Aku tidak bisa melakukannya denganmu, kamu bukan suamiku lagi. Aku tidak bisa Fred maafkan aku." Irna menjauhkan tubuhnya sejauh mungkin dari Fredian.
"Jika dia boleh melakukannya, kenapa aku tidak?!" Fredian dengan marah merenggut selimut, kembali menindih tubuh Irna. Irna menahan dadanya dengan kedua telapak tangannya.
Irna melihat jauh ke dalam bola mata Fredian, dia mencoba mencari sesuatu yang membuat pria ini tidak bisa menahan lagi dirinya. Irna hanya melihat kemarahan dan rasa sakit yang mendalam berada di dalam hatinya.
Pria yang ada di atas tubuhnya ini tengah terluka, hatinya sama hancurnya dengan hati Irna. Dia juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengulang kembali waktu yang telah terlanjur berlalu.
"Bagaimana kamu bisa berfikir aku melakukannya?!" tanya Irna bingung sambil berusaha duduk, tapi Fredian tidak membiarkannya.
"Aku melihat bibirnya terluka! dan aku memukulinya tadi pagi!" Terang Fredian padanya dengan wajah penuh kecemburuan.
"Kamu memukulinya hanya karena melihat bibir Rian terluka???!" Irna menganga tidak percaya mendengar penjelasan dari Fredian.
"Aku bahkan tidak bisa berkata-kata atas tindakanmu itu, bagaimana kalau dia benar-benar melakukannya di depanmu!?" Lanjut Irna dengan nada marah. Sambil mendongakkan kepalanya menatap wajah Fredian.
"Aku akan membunuhnya!" Ujar Fredian dengan wajah geram mengepalkan tangannya.
Pria itu kembali merengkuhnya dalam pelukan hangat, seolah dia tidak ingin gadis itu pulang ke rumahnya. Dan kembali bersama dengan pria lain.
"Apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" Tanya Fredian mengusap pipi gadis yang dicintainya itu. Kembali mencium bibirnya dengan lembut.
"Huh!" Dengus Irna kesal mendorongnya menjauh kemudian menutupi tubuhnya kembali di balik selimut.
"Aku tahu kamu menukarkan aku dengan vaksin, aku juga tahu kamu tidak sungguh-sungguh melepaskan diriku!" Jelasnya lagi berterus terang.
Fredian tersenyum lalu kembali memeluk Irna, namun Irna menepisnya. Dia masih sakit hati ketika dia dengan sengaja mengabaikannya waktu Irna berada di rumahnya saat itu.
"Tapi jangan berfikir aku sudah memaafkanmu!" Ujar Irna ketus dan mendelik menatapnya karena marah.
"Aku sudah terlanjur menikah dengannya, dan kita tidak terikat dengan hubungan apapun lagi sekarang, dan apa yang kita perbuat sekarang adalah kesalahan besar." Tambah Irna dengan wajah datar.
"Aku pinjam ini dulu, besok aku kembalikan padamu." Irna mengenakan shirt lengan panjang warna putih milik Fredian.
"Kamu mau pulang sekarang?!" Tanyanya memegang lengan Irna. Mencoba menghentikannya, dia tidak rela jika Irna kembali pulang ke rumahnya.
"Iya, apakah aku harus bermalam di sini bersama pria lain?!" Bersungut-sungut sambil mengancingkan bajunya. Irna memandang wajah Fredian yang semakin marah karena ucapannya terakhir itu.
"Aku bukan pria lain!" Teriak Fredian marah menarik Irna kembali berada dalam pelukannya. Dia memegang kedua pipi mantan istrinya itu. Dan menciumi bibirnya dengan sangat lembut.
"Aku sangat mencintaimu Irna, aku sangat mencintaimu!" Bisiknya lirih.
"Iya kamu bukan pria lain, tapi kamu selingkuhanku! begitu?!" Irna kembali berbalik menatap wajah Fredian dengan tatapan marah.
"Seenaknya saja melemparkan orang tanpa membicarakan dahulu denganku apa kamu pikir aku bola yang bisa kamu tendang kemudian kamu pungut kembali?" Gerutu Irna makin kesal.
"Dia yang mengganggu hubungan kita, kenapa kamu malah marah-marah denganku?" Ujar Fredian mencoba membela dirinya karena Irna terus menyalahkan dirinya.
"Karena aku terlibat dengannya gara-gara kamu!" Tandas gadis itu, meringis menahan nyeri kepala.
"Prang!"
Fredian memukul lampu dinding hingga melukai lengan kanannya hingga tangannya berdarah.
"Fred, apa yang kamu lakukan?! berhentilah main-main. Kita bukan remaja lagi!" Irna sangat terkejut melihat tangan Fredian terluka.
Irna meraih lengan Fredian mengikatkan syalnya, untuk menghentikan perdarahan.
Fredian melihat Irna membalut luka di lengannya dengan sungguh-sungguh.
"Cup!" Kecupan Fredian lembut mendarat di kening gadis itu.
"Ingat, kamu sudah bertunangan! aku kembali dulu, jaga dia. Bagaimanapun Siska adalah teman baikku" Ujarnya tersenyum getir berpamitan pada mantan suaminya itu.
Irna segera melangkah meninggalkan kamar hotel, langkahnya terhuyung-huyung.
"Sebenarnya." Belum selesai Fredian menjelaskan Irna sudah menghilang di balik pintu.
Ketika Irna sampai di rumah, jam sudah menunjukkan pukul satu pagi.
Irna berjalan sempoyongan. Irna melihat rumah kosong. Tidak ada siapapun di sana, Rian juga tidak terlibat sudah pulang ke rumahnya.
"Kemana Rian? mungkin dia kerja lembur" Menuang air hangat ke dalam gelas lalu meminumnya perlahan. Irna menarik kursi meja makan lalu menghenyakkan tubuhnya.
Gadis itu masih terus memijit pelipisnya, tapi nyeri kepalanya semakin memburuk dan tidak tertahankan.
"Aneh sekali kenapa kepalaku tidak mereda sama sekali, apakah Siska sengaja memasukkan sesuatu pada minumanku? gadis itu benar-benar sudah berubah."
Bisik Irna sambil mengingat kebersamaan dirinya dengan Siska di masa lalu. Mereka selalu bersama sejak dulu, tapi kini Siska sudah berubah total.
"Mungkin karena gadis itu sangat takut kehilangan Fredian, jadi dia nekat memasukkan obat ke dalam minumanku." Ujar Irna lagi sambil menghirup air hangat di atas meja.
"Brak!" Pintu rumah terbanting keras.
"Irna, kamu menemuinya!" Wajah marah Rian menyapa Irna. Irna segera beranjak berdiri bersandar di tepi meja makan.
Dia memandang wajah penuh amarah di depannya. Wajah Rian yang tadi pagi dilihatnya begitu lembut kini sudah berubah garang dan menakutkan.
"Aku benar-benar datang ke acara ulang tahun Siska, apa yang kamu katakan aku tidak mengerti?" Tanya Irna pada Rian sambil melangkah mendekat ke arahnya.
"Berhentilah berpura-pura! Kamu tidak tahu resort hotel itu milik siapa?!" Sergahnya pada Irna, pria itu semakin kesal karena melihat wajah polos istrinya yang seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa.
"Gak tahu." Jawab Irna pendek, karena sudah lelah berdebat sepanjang malam dengan Fredian.
"Hotel itu milik Fredian! dan kamu datang sendiri padanya!!" Rian kembali berteriak marah melihat Irna santai-santai saja sambil menyilangkan kedua tangannya menatap ke arahnya.
"Oh" Jawabnya pada Rian sambil meraih gelas air hangat dan kembali meneguknya.
"Itu kenapa? hum?" Irna menunjuk ujung bibir Rian yang lebam membiru.
"Tadi jatuh terpeleset!" ujar Rian berbohong menatap ke arah lain.
Irna berjalan mengambil salep untuk mengobati luka di ujung bibir pria itu. Gadis itu melangkah kearahnya, dia mendekati Rian kemudian sengaja duduk di sebelahnya.
"Kamu?!" Ujar Rian ketika Irna menyentuh pipinya dengan jemari tangannya.
"Sudah diamlah sebentar" Ucap Irna lembut. Sembari mengoleskan salep ke luka Rian perlahan.
Pandangan mata Rian tertuju pada bekas merah di lehernya dan baju lengan panjang beserta aroma parfum yang sama, aroma pria yang ditemuinya tadi pagi.
"Kamu sudah tidur dengannya!?" Dengan jijik Rian mendorong tubuh Irna menjauh.
"Kamu merasa jijik denganku sekarang? kenapa tidak dari kemarin-kemarin heh? bukankah kamu tahu sebelumnya aku adalah istrinya?" Ujar Irna sambil menahan tawanya.
"Teruslah marah seperti itu, jangan biarkan dia memukulmu lagi." Ujar Irna sambil menyentuh bahunya.
"Pemilik baju ini sudah bertunangan dengan sahabat terbaikku malam ini." Ujar Irna tersenyum getir.
Irna terdiam sejenak, lalu bangkit berdiri melangkah ke kamar mandi. Menyalakan shower, dibiarkan tubuh beserta bajunya basah.
Tiba-tiba tubuh lemahnya merosot jatuh ke lantai kamar mandi kepala Irna terbentur pintu hingga timbul suara berisik.
"Brak!" Rian mendobrak pintu, dilihatnya Irna dengan bibir sudah membiru. Sekujur tubuh gadis itu sedingin es.
"Irna? apa yang terjadi sebenarnya? Irna bangun! apa yang terjadi padamu!" Teriak Rian sambil mengguncangkan bahu Irna.
Pria itu mengangkat tubuhnya membawanya ke laboratorium tempatnya bekerja. Dia membawa Irna ke dalam kamar ICU.
Dengan sangat perlahan pria itu membaringkan tubuh Irna di atas tempat tidur, mengganti bajunya yang basah.
Rian mengambil darah Irna lalu mengeceknya.
"Gadis ini keracunan?!" Rian terkejut. Lalu segera menghubungi seseorang.
"Kau di mana?!" Teriak Rian pada Fredian melalui telepon.
"Apa urusanmu!?" Menenggak minuman keras di tangannya.
"Apa yang kamu lakukan pada Irna!?" Tanyanya dengan marah.
"Bukankah dia sudah pulang? kenapa tidak kamu tanyakan sendiri padanya!" Ujar Fredian kesal mendengar pria itu terus bertanya.
"Mendengarmu marah-marah aku tahu kamu tidak berbuat sesuatu yang spesial dengan Istriku!" Ujar Rian lagi padanya.
"Jika kamu menelpon hanya untuk menghinaku aku tutup saja!!" Sergah Fredian sangat marah.
"Irna keracunan! aku sedang menstranfusi darahnya dengan darahku, kebetulan golongan darah kami sama" Jelasnya lagi.
"Kalian berada di mana, aku menuju ke sana sekarang!"
"Pusat penelitian NGM" Ujar Rian memutuskan telepon.
"Racun ini sangat berbahaya, jika terlambat di detoxfikasi sudah menyebar ke seluruh anggota badan. Dan berujung kematian" Jelas Rian ketika Fredian sampai di sana.
"Apa kamu membiarkan Irna makan sesuatu, ketika bersama denganmu?!" Tanyanya pada Fredian.
"Irna tidak makan apapun di acara malam ini. Tunggu, aku melihatnya menenggak minuman." Ujarnya menjawab pertanyaan.
"Halo, kalian selidiki seluruh cctv Hotel cari bukti racun jenis x tangkap semua orang yang ada hubungannya dengan racun itu! Jika kalian tidak menemukannya dalam satu jam! kalian akan dipecat hari ini!" Teriak Fredian marah besar pada para pengawalnya.
Fredian menitikkan air mata melihat gadis yang dicintainya terbaring lemah. Rian keluar dari dalam ruangan membiarkan Fredian menemani mantan istrinya.
Irna masih belum sadarkan diri. Satu jam kemudian para pengawalnya mengirimkan bukti, bahwa Siska yang melakukan semua itu.
Fredian tertidur di sebelah Irna berbaring. Irna mengerjapkan matanya.
"Fred? kamu di sini?" Ujarnya dengan suara lemah.
"Apa kamu masih merasakan pusing?! apa masih ada yang sakit?!" Tanyanya pada Irna.
"Pulanglah, jangan biarkan kita terlibat masalah lagi."
"Tapi sahabatmu Siska."
"Aku tahu dia yang meracuni minumanku." Ujar Irna sambil tersenyum.
"Kamu hampir mati gara-gara dia! dan kamu masih tersenyum sekarang?" Ujar Fredian kesal.
"Siska yang memintamu untuk bertunangan denganya, lalu dia memberikan alamatku di London sebagai imbalannya."
"Kamu tahu semuanya?!"
"Hanya dia yang paling dekat denganku, Fred.. dan dia satu-satunya yang tahu kemana aku pergi, kamu pulanglah. Jangan penjarakan dia." Pinta Irna lemah.
"Aku tidak tahu terbuat apa dari hatimu, kamu memaafkan orang yang hampir merenggut nyawamu?!" Melangkah keluar ruangan meninggalkan Irna.
Kemudian Rian datang, mengatur selang infus.
"Rian, terimakasih sudah memberikan darahmu padaku."
"Berhentilah bicara! atau aku akan menyumpal bibirmu, cup!" Pria itu mencium bibir Irna sambil meneteskan air matanya. Irna merasakan isakan Rian.
"Aku fikir aku akan kehilanganmu!" Rian menatap Irna dengan sedih.
Di luar ruangan Fredian melihat Rian mencium Irna hatinya terasa teriris pedih.
bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Edha Alvin
aku cmn fokus am cwek yg d rebutan 2 cwok😅😅seruuuu
2022-05-16
0
L.A.T
baju legend , ada di setiap cerita...
2022-05-11
0
Morgan Morgen
cerita nya gak bermutu sama sekali.hoek.....
2022-02-24
0