"Maafkan aku, aku belum siap untuk melakukannya." Gadis itu turun dari ranjang, merapikan bajunya kembali, gadis itu bersiap untuk pergi ke kantor.
"Apakah hatiku sudah terbelah? aku bahkan belum pernah melakukannya sama sekali walaupun itu dengan Fredian, namun sekarang situasinya begitu rumit. Ada apa dengan diriku?" Ucapnya dalam hati mencoba meluapkan isi perasaannya.
"Aku tidak tahu harus memasang wajah yang seperti apa di hadapan dia? aku sendiri tidak mengerti bagaimana perasaanku padanya."
Irna kebingungan dengan apa yang sudah dilakukan olehnya. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dia tiba-tiba menurut saja ketika pria itu menciumi dan meraba sekujur tubuhnya.
Irna menyisir rambutnya dengan jemari tangannya.
"Tunggulah sebentar biarkan aku mengantarmu ke kantor." Ucapnya ketika melihat gadis itu sudah jauh melangkah ke ambang pintu.
Gadis itu seperti ingin menjauhinya, dia ingin menghapus ingatannya tentang hal yang baru saja terjadi di antara mereka. Entah itu mungkin atau tidak. Sepertinya wajahnya menyiratkan beberapa garis penyesalan.
Dia terus melangkah tanpa mau melihat ke belakang lagi.
"Tidak perlu, aku naik mobil sendiri saja." Ujar Irna tanpa menoleh ke arah Rian.
"Dia marah padaku? kenapa dia tidak langsung menamparku sehingga segalanya selesai? Braaak!" Wajah Rian terlihat sangat marah dan kesal sekali.
"Apakah baginya ini sebuah kesalahan? kita sudah menjadi suami istri, lalu di sisi mana yang salah?!" Ujar Rian kesal sekali melihat Irna menjauhinya dan mulai menjaga jarak dengannya.
"Tunggu!" Rian menahan lengan istrinya itu ketika dia hendak masuk ke dalam mobilnya.
"Kenapa kamu menjauhiku? apa salahku, kenapa kamu menghindariku tiba-tiba?" Rian dengan gemas mengguncang bahu istrinya.
"Rian, ah, hentikan, sakit!" Irna mencoba menurunkan cengkeraman tangan suaminya dari kedua bahunya.
"Kamu tidak salah, aku yang salah. Kamu tidak salah sama sekali. Akulah yang terlalu mudah menyerahkan diriku padamu." Ujar Irna perlahan, gadis itu melangkah gontai masuk ke dalam mobilnya.
Di perjalanan Irna banyak melamun, dan hampir menabrak seseorang yang sedang menyeberang jalan. Jika tidak segera tersadar dari lamunannya.
"Astaga hampir saja aku mencelakai orang lain!" Ujarnya sambil menghentikan mobilnya sejenak di tepi jalan.
Irna menghela nafas panjang, dan kembali menyalakan mesin mobilnya melanjutkan perjalanan menuju kantornya.
Rian membanting pintu mobilnya dengan keras ketika melihat Irna sudah lebih dahulu meninggalkannya. Batinnya masih kesal sekali.
Irna sampai di kantor agak terlambat.
"Bagaimana Rin?" tanyanya pada sekretarisnya.
"NGM juga tidak bisa mengubah jadwal Bu."
"Kenapa tiba-tiba bisa terbentur gini sih?!" keluh Irna sedikit bingung.
"Lalu kita adakan pertemuan bersama saja" Tandas Irna mengambil keputusan segera.
"Di mana acara pertemuan siang ini?" tanya Irna lagi.
"Di Restoran lantai bawah Bu, jam dua siang"
"Hem ya sudah, kamu bisa lanjutkan pekerjaanmu kembali." Ujar Irna pada Rini sekretaris kantornya.
Tepat jam dua siang Irna sudah menyiapkan meja untuk pertemuan dari kedua perusahaan. Irna duduk tidak begitu lama kemudian beberapa orang muncul menyapanya.
Mereka berjabat tangan, keduanya mengaku bahwa mereka dari perusahaan NGM dan Reshort Angel.
Kemudian Irna menunjukkan beberapa skema untuk mode pembangunan anak cabang NGM dan Reshort Angel masing-masing.
"Ini skema untuk Reshort." Menyodorkan beberapa mode.
"Dan ini skema untuk perusahaan NGM."
"Ehm, tapi Bu. Saya minta maaf sebelumnya Presdir perusahaan NGM kami, mengharapkan anda datang langsung ke perusahaan untuk berdiskusi."
"Oh begitu, baiklah nanti sekitar jam lima sore saya akan pergi ke sana. Jika ada perubahan jadwal langsung hubungi sekretaris saya."
"Baiklah Bu, kalau begitu saya permisi." Ujar pria itu kembali menjabat tangan Irna berpamitan.
"Bagaimana dengan anda?" Tanya Irna pada pria paruh baya yang duduk di seberang meja.
"Saya setuju dengan yang ini." Pria itu menyodorkan gambar yang di pilih. Dia tersenyum ramah menatap Irna.
"Oh ya, saya akan segera membuat rinciannya mengenai apa saja yang akan di butuhkan dalam proses pembangunan." Ujar Irna membalas tersenyum.
"Tetapi Presdir kami meminta agar anda mengawasi prosesnya secara langsung, Presiden Direktur Reshort kami tidak ingin ada kesalahan sedikit saja." Jelasnya kembali pada Irna.
Pria itu mengambil secarik kertas dari dalam tasnya, dia membaca isi kontrak sebentar lalu menyerahkan kepada Irna.
"Ini kontrak kerja samanya, silahkan ditanda tangani." Menyodorkan surat kontrak.
Setelah mengamati isi kontrak sebentar, Irna segera menandatangani.
"Baiklah kalau begitu saya juga permisi Bu." Ujar pria itu sambil berdiri dan menyodorkan tangannya agar Irna menjabatnya.
"Ah iya silahkan." Ujar gadis itu sambil menjabat tangannya.
Di dalam kantor Irna memeriksa beberapa berkas, banyak sekali berkas yang harus di selesaikan olehnya hari itu. Dan tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat.
"Rin, apakah NGM merubah jam pertemuan?"
"Tidak ada Bu"
"Ya sudah kalau begitu saya akan berangkat ke sana sekarang"
Perusahaan NGM merupakan perusahaan penelitian dan klinik perawatan, Irna menyusuri jalan kecil menuju resepsionis.
"Maaf, saya ada janji dengan Presdir jam lima sore." Ujar Irna pada Resepsionis perempuan tersebut.
"Mari saya antar Bu." Ujar seorang pekerja berseragam sama dengan lainnya. Mereka berjalan bersama melewati lorong-lorong jalan seperti rumah sakit.
Pusat penelitian tersebut ternyata sangat luas sekali. Irna merasa terus berputar-putar di lorong dan kembali masuk ke lorong, jika dia sendirian mungkin akan tersesat ketika mencari ruangan tersebut.
"Apakah masih jauh?" Tanya Irna karena sejak tadi merasa tak sampai-sampai di tempat tujuannya.
"Sedikit lagi Bu." Ujarnya sambil tersenyum melihat Irna yang sudah kelelahan berjalan.
Irna melewati lantai putih, dengan aroma khas obat antiseptik.
"Silahkan masuk Bu, Presdir sudah menunggu di dalam." Ujar pria itu lalu meninggalkan Irna dan berlalu pergi.
"Bukannya ini laboratorium?" Bisiknya pada diri sendiri, kemudian dia hendak melangkah masuk.
"Tok! tok! tok" Irna mengetuk pintu menunggu di persilahkan masuk.
"Silahkan masuk" Ujar seseorang pria tinggi, mengenakan masker dan kacamata. Pria berperawakan tinggi itu mempersilahkan dirinya masuk ke dalam ruangan.
Suasana di dalam ruangan penuh keheningan, Irna agak sedikit bingung harus memulai dari mana.
"Silahkan duduk." Ujar Presdir itu sambil menarik kursi untuknya.
"Ah, terimakasih" Sambut Irna tersenyum. Lalu duduk di kursi yang di persiapkan oleh Presdir tersebut.
"Saya akan langsung menuju pada topik pembicaraan, mengenai skema pembangunan anak cabang NGM, bla bla bla" Irna menjelaskan secara rinci.
"Oke, itu cukup bagus. Saya setuju." Ujar pria itu sambil manggut-manggut mencermati penuturan Irna dengan seksama.
"Ini kontrak kerjasama antara kita, silahkan di tanda tangani." Ujar pria dari balik masker tersebut.
Setelah tanda tangan, Irna ingat sesuatu, di sana tertulis nama Presdir tersebut adalah Rian Aditama.
"Suara ini sepertinya tidak asing!" Irna menyelidik wajah di balik masker tersebut.
"Sinar mata di balik kacamatanya mirip dengan..." Irna segera beranjak berdiri.
"Ada apa?" Tanya Presdir tersebut.
"Em saya ada sesuatu yang ingin saya tanyakan." Irna berjalan mendekat ke arahnya.
Berdiri di belakang punggung Presdir tersebut.
Irna merendahkan wajahnya di punggung pria itu.
"Aroma parfum ini, tidak salah lagi." Bisik Irna dalam hatinya.
"Parfum anda sangat familiar sekali.. Tak!" Ujar Irna sembari menarik masker pria itu. Menjatuhkan ke atas meja.
Irna memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Menghela nafas panjang, menahan amarahnya.
"Bagaimana bisa aku dibodohi oleh pria yang tinggal serumah denganku ini!" Jerit Irna kesal sekali dalam hati.
Rian tidak terkejut sama sekali, dia malah tersenyum menyeringai melihat wajah geram istrinya.
"Kamu sengaja membodohiku kan?!" Ujar Irna ketus.
Bahkan Irna baru tahu hari itu kalau suaminya itu adalah pemilik NGM group. Yang memiliki banyak perusahaan di seluruh penjuru dunia.
"Tidak kok, memang sedang ada proyek anak cabang perusahaan." Tersenyum ringan meraih jemari Irna kemudian menciumnya.
Rian menopang pipinya dengan tangan kiri, menatap Irna sambil mengulum senyum.
"Heh, menurutku kamu sedang ingin menghamburkan uangmu!" Tandas Irna lagi sambil merapikan berkas di atas meja. Memasukkan ke dalam tasnya kembali.
"Surat kontrak sudah ditanda tangani, kalau begitu aku permisi." Irna segera mengambil tasnya hendak berjalan keluar dari dalam ruangan tersebut.
"Tunggu, biarkan aku mengantarkanmu." Berlari mengikuti Irna melangkah di sampingnya. Rian merasa sangat senang hari itu, Irna datang ke tempat kerjanya.
Wajah Rian begitu cerah dan terus tersenyum menatap istrinya yang sedang berjalan di sebelahnya. Melangkah beriringan dengannya.
Di sepanjang jalan beberapa orang menyapa Rian, Irna tahu suaminya memegang posisi tertinggi di perusahaan tersebut. Agak kikuk juga dia, menjadi pusat perhatian mereka.
Irna jadi pusat perhatian semua orang karena terlihat dekat dengan Rian.
"Apa mereka tahu, kalau aku adalah istrimu?" Tanya Irna memecah keheningan. Menatap ke wajah Rian menunggu jawaban.
"Apakah maksudmu, kita akan mengadakan pesta pernikahan lalu mengundang seluruh karyawan?" Ujar Rian balik bertanya dengan wajah berbinar-binar.
Seakan-akan sangat berharap bisa menggandeng tangan Irna Damayanti berjalan bersama menuju pelaminan.
"Ah, tidak perlu!" ujar Irna cepat.
Irna tahu Rian tidak menunjukkan status pernikahannya. Dan di pandangan karyawan Rian masihlah pria single. Jadi apa yang perlu diharapkan.
Sesampainya di luar kantor Irna segera masuk ke dalam mobil, Rian membukakan pintu untuknya.
"Aku nanti mungkin akan pulang agak larut, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini." Ujarnya sebelum Irna pergi.
"Hem, kamu juga tidak perlu buru-buru pulang. Aku juga masih ada sedikit urusan." Jawab Irna padanya.
Rian kemudian melambaikan tangan kepada istrinya. Irna hanya tersenyum membalasnya.
Sepulang dari kantor Rian, Irna langsung menuju rumah.
Irna sedang mengeringkan rambutnya di taman belakang rumah, duduk di ayunan menatap matahari senja.
Pandangan Irna menerawang jauh menembus ke langit yang perlahan menarik selimut kelam. Gadis itu menyentuh tiang ayunan. Sambil bersandar di sandaran kursi lebar itu.
Tak lama kemudian Rian pulang, setelah memasukkan mobil dia segera masuk ke dalam rumah.
Pandangan Rian menyapu seluruh ruangan, dan tak ditemukan keberadaan istrinya. Sebelum pulang dia sudah menelepon sekretaris Irna, untuk menanyakan apakah Irna kembali ke kantor.
Rian melepaskan bajunya lalu pergi ke kamar mandi, diperhatikannya handuk basah di atas tiang jemuran. Pertanda istrinya sudah sampai di rumah.
Rian memakai kaos lengan pendek, rambutnya masih basah seusai keramas. Berjalan menuju dapur, dia melihat Irna sedang duduk termenung, kepala Irna bersandar di tiang ayunan.
Rian membawa dua cangkir kopi berjalan ke arah gadis itu. Menyodorkan secangkir untuk Irna.
Irna mencium aroma shampoo dari rambut Rian. Bayangannya kembali pada memori tadi pagi.
Irna menggelengkan kepalanya berkali-kali, berusaha mengusir ingatan yang sempat singgah tersebut.
Melihat itu Rian meletakkan kopinya di atas meja.
"Apa kamu sakit? pusing lagi?" Memegang kedua pelipis Irna dengan kedua tangannya. Memijitnya perlahan.
Irna menurunkan tangan Rian dari pelipisnya, lalu pergi masuk ke dalam rumah tanpa berkata apapun..
"Padahal tadi di kantor sudah baik-baik saja. Kenapa sekarang tiba-tiba merajuk lagi?" Bisik Rian pada dirinya sendiri.
Kemudian Rian pergi ke dapur membuat beberapa makanan.
Irna menuang air es mengambil dari kulkas di belakang punggung Rian.
"Kamu tadi sudah makan belum?" Tanya Rian padanya.
"Aku tidak lapar." Jawabnya pendek lalu Irna berjalan ke sofa, berbaring menutup wajahnya dengan selimut.
Rian tahu kalau istrinya masih belum menerimanya.
Dia mendekat duduk di tepi sofa tempat Irna berbaring.
"Irna, mari kita bicara sebentar." Ujar Rian karena sudah tidak tahan Irna terus menjauhinya dan mengacuhkannya.
"Aku ngantuk besok saja." Berusaha menghinda tetap menutupi wajahnya dengan selimut.
"Kamu masih marah padaku, jika begitu kita selesaikan sekarang." Teriak Rian pada Irna.
Irna membuka selimutnya melirik Rian sebentar. Rian menopang keningnya dengan kedua tangan.
Irna mengacuhkan pergi meninggalkan Rian sendiri. Menyalakan mobilnya entah kemana dia pergi, sampai di suatu tempat dia menghentikan mobilnya.
"Kemana lagi gadis itu? apakah dia menemui Fredian?" Rian dengan langkah gontai berjalan ke arah beranda rumah.
Menunggu Irna pulang. Waktu sudah menunjukkan jam satu pagi, belum ada tanda-tanda Irna akan pulang.
Rian mencoba menghubunginya, ternyata dia tidak membawa poselnya. Ponsel Irna masih ada di atas meja.
"Haruskah aku menghubungi Fredian? sekiranya dia ada di sana aku tidak perlu hawatir. Tapi jika dia tidak di sana, aku akan mempermalukan diriku sendiri." Bisik Rian dengan putus asa sambil melangkah masuk kembali ke dalam rumah.
Irna berada di lantai atas, atap kantornya. Dia berbaring di sebuah kursi kayu. Saat ingin sendiri dia selalu duduk di sana.
Dia hanya ingin sendirian saat itu. Tak lama kemudian Irna tertidur.
Matahari fajar mulai menyingsing. Irna terkejut karena kepalanya berada di atas pangkuan seseorang.
Irna perlahan bangun, pergi meninggalkan tanpa membangunkannya.
Pria itu melihat Irna pergi, terukir sebuah senyuman di bibir pria itu.
Irna melihat sekretarisnya sudah standby,
"Rin, tadi ada pria di lantai atap. Itu siapa?"
"Saya tidak melihat seorangpun naik pagi ini Bu." Sahut Rini agak bingung.
"Pikiranku masih kalut, malah hadir satu pria lagi gak jelas! ahhhhh!" Ujar Irna kesal.
Pria itu turun dari atap, menuruni tangga sembari membawa jasnya di atas bahu.
"Waaah ganteng sekali." Ujar Rini terpana melihat aura pria tersebut.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Hmzzz࿐♡
gmn ini si woi lah🥲masih ketar ketir sma mas rian kok udh ada lagi😭
2022-05-06
1
Eny Aprelia
muncul pria br lgi.. hemb... gk jls
2022-01-15
0
Nur Bormun
profesional donk thor jangan murahan gitu dikit2 pria
jangan bikin jijik donk
2021-12-26
0