Barra mulai menurunkan barang-barangnya dari dalam mobilnya. Dengan sigap Ben membantunya. Tak lama, sebuah mobil mewah melintas di hadapannya. Ia melihat bayangan yang di kenalnya namun tidak cukup yakin karena kaca mobil yang cukup gelap. Barra mematung melihat mobil tersebut berlalu bergitu saja.
“Woy kenapa lo? Kesambet setan basement?” seru Ben, menghamburkan lamunan Barra.
“Nggak, kayaknya muka tuh orang gue familiar deh!” ujar Barra sambil mengingat-ngingat.
“Siapa? Bocah club malem?” ledek Ben sambil terkekeh.
“Bocah club malem… samira namanya ben!” protes Barra dengan kesal.
“Hahhaha jadi beneran lo mikirin cewek itu? Kayaknya lo beneran suka ya sama tuh bocah? udah gag takut di kira pedofil?” ujar Ben dengan tawa terbahak-bahak.
“Ah sialan lo!” Barra mendengus kesal.
Perasaannya sangat tidak nyaman saat membayangkan kata-kata Ben barusan. Membuatnya terlihat seolah dia memang pedofil. Barra bergidik sendiri. Ben hanya tersenyum melihat tingkah sahabat sekaligus bosnya.
“Lo yakin kemaren-kemaren gag terjadi apa-apa antara lo sama dia?” selidik Ben.
“Ya enggak lah gila! Lo kira gue cowok apaan?” protes Barra dengan mata membulat sempurna.
“Ya kali aja, secara tuh bocah calon perempuan sempurna. Gag ada kurangnya men.” Puji Ben yang membuat Barra tidak suka.
“Inget bini lo nunggu di rumah. Mana anak udah mau 2 lagi.”
“Iya sih… hemmhh… kayaknya gue kecepetan kawin deh. Coba gue sabar nunggu bentar aja, gue gebet deh tuh bocah.” Ujar Ben seraya membayangkan rupa sempurna Samira.
“Ngomong apa lo sarap?! Gue bilangin bini lo baru tau rasa.” Ancam Barra yang benar-benar tidak suka dengan ucapan Ben.
“Kenapa lo yang ngegas?”
“Gue gag suka ya otak mesum lo ngebayangin dia yang enggak-enggak!” hardik Barra dengan kesal.
“Anjiirrr!! Fix, lo jatuh cinta sama tuh bocah. Lo mulai posesif.” Ben menatap Barra dengan tajam padahal Ben hanya bercanda tapi siapa sangka Barra berreaksi seekstrim itu .
“Ngarang lo!” dengus Barra sambil memukul dus yang berada di tangan Ben.
“Ya kalo lo suka juga gag masalah kali bro. lo masih sendiri, dia juga kayaknya sendiri. Asal lo bisa ngimbangin tampilan dia aja biar kalo jalan gag dikira om nya,” tukas Ben yang di akhiri dengan tawa.
“Anjir lo!” Barra berusaha menendang kaki Ben, namun Ben segera berlari dengan tawa yang masih terdengar dari bibirnya.
Barra ikut tersenyum. Bayangan Samira kembali menghinggapi pikirannya.
“Lo lagi ngapain bocah? Apa lo baik-baik aja?” batin Barra tanpa ia sadari ia begitu cemas dan begitu peduli.
****
Pergi ke sekolah tidak semenyenangkan biasanya bagi Barra. Hari-hari terasa sepi tanpa melihat sosok Samira di kelasnya. Ia pergi ke kantin, hanya ada Selly yang makan sendirian. Ia pergi ke taman belakang, hanya ada bangku kosong yang masih tampak berembun. Sunyi, seperti itu perasaannya saat ini.
Barra memutuskan untuk kembali ke ruangannya. ia menyalakan komputer di mejanya dan membuka data siswa. Ia memasukkan nomor induk siswa milik Samira dan data Samira pun terpampang di hadapannya.
"Dia anak yang cerdas, nilai-nilainya juga bagus." Ujar Isma yang tiba-tiba muncul di belakang Barra.
"Oh bu..." Barra gelagapan sendiri, baginya ia seperti ter-gap saat stalking seseorang.
"Saya mengerti rasa penasaran pak barra, karena tidak hanya pak barra yang penasaran sama samira." Terang Isma yang duduk di hadapan Barra.
"Maksud bu isma?" Barra mengernyitkan dahinya.
"Seperti bapak tau, dia siswi yang unik di kelas kita. Dari hasil psikotest-nya, kecerdasannya di atas rata-rata. Dan itu memang terbukti dari nilainya yang selalu stabil padahal dia sering tidur di kelas atau mendengarkan musik saat guru menerangkan. Tapi saat di tanya, ia bisa menjawab dengan baik. Hanya saja perilaku seperti itu tidak bisa di biarkan karena akan di contoh oleh teman-temannya yang lain. Dari itulah ia sering mendapat hukuman." Isma menjeda kalimatnya dengan membuka buku konsultasi di tangannya.
"Samira memiliki EQ yang kurang baik. Menurut tim psikolog, ia banyak menyimpan masa lalu dan seolah dewasa sebelum umurnya. Dari itulah terkadang saya kesulitan untuk mengatur samira. Tapi saya malah bingung sendiri saat kemarin dia tidak melawan ketika saya tampar. Saya merasa bersalah beberapa hari ini, saya terlalu keras sama dia." Lanjut Isma seraya menatap telapak tangannya sendiri.
"Ibu sudah pernah menyampaikan hal ini pada orang tuanya?" Selidik Barra.
Isma menggeleng. "Dalam pertemuan apapun tidak pernah ada yang menjadi wali bagi Samira. Walau di data siswa ada nama handoko sebagai walinya, tapi saya belum pernah bertemu beliau sama sekali."
"Lalu orang tuanya?"
Isma hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. "Intan bilang samira tidak diketahui siapa orang tuanya. Kemungkinan di anak adopsi. Makanya saya yakin dia sangat tersinggung saat menyebut orang tua di hadapannya. Saya benar-benar merasa bersalah, saya hilang kendali." Isma terpekur di hadapan Barra.
"Ibu percaya dengan ucapan intan? Apa ibu pernah bertanya pada sahabatnya yang bernama selly?" Barra di buat semakin penasaran.
"Ya saya hanya bisa percaya pada ucapan intan karena hanya dia yang sepertinya peduli pada samira. Dia mengetahui banyak hal tentang samira. Dan sahabatnya yang bernama selly, dia tidak pernah mengatakan apapun. Dia bilang, dia hanya berteman di sekolah tapi tidak dekat secara pribadi."
Isma menghela nafasnya kasar, sepertinya ada beban berat yang ia tanggung setelah menyadari kesalahan yang di buatnya.
"Mencari tahu tentang seseorang terkadang bukan karena dia peduli, tapi hanya untuk mencari peluang untuk menyakitinya." ungkap Barra dengan serius.
Isma dan Barra sama-sama tertegun. Pikiran mereka sama-sama tentang Samira yang entah seperti apa kondisinya saat ini.
****
"Awww!!!" Intan mengaduh keras saat sang ayah mendaratkan sebuah tamparan di wajahnya. Ia menangis sejadinya karena untuk pertama kalinya ia mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya.
"Kamu tau intan, gara-gara kamu papah kehilangan muka di hadapan rekan bisnis papah. Papah anggota komite sekolah dan perilaku kamu di bahas dalam rapat sekolah. Sampai kapan kamu terus mempermalukan papah hah?" gertak Rama dengan kasar.
"Ampun pah, intan minta maaf... Intan gag salah pah, intan di jebak." kilah Intan seraya bersimpuh di kaki Rama.
Rama tidak menggubrisnya. Kemarahannya benar-benar di ubun-ubun.
"Ini kesempatan terakhir kamu, perbaiki semuanya dan jangan berulah lagi." Rama mengibaskan kakinya yang di pegangi Intan. Ia pergi begitu saja meninggalkan sang anak yang menangis sesegukan.
Melihat perlakuan Rama padanya, membuat kekesalannya pada Samira semakin memuncak. Terlihat jelas wajah Intan yang diliputi kemarahan dan kekecewaan. Tidak ada alasan untuknya untuk membiarkan Samira hidup tenang. Ia harus membalasnya. Samira harus merasakan kesakitan yang ia rasakan. Sampai kapanpun Intan bertekad akan terus membalaskan dendamnya.
****
5 hari sudah samira berdiam diri di apartemen. Baik kondisi kaki maupun mentalnya sudah lebih baik. Setiap hari ia menerima tugas yang dikirimkan oleh Selly dan belajar bersama Caroline. Samira merasa kesepian. Walaupun saat di sekolah Intan selalu mengganggunya nyatanya itu lebih menyenangkan daripada sendirian di unit apartemennya.
Samira merasa begitu bosan. Ia melihat keluar jendela kamarnya. Suasana malam ini terlihat begitu indah. Lampu-lampu berkerlipan di hadapannya.
Waktu masih menunjukkan pukul 7 malam. Samira mengganti bajunya dengan jean overall dengan mengaitkan sebelah saja kancingnya. Sementara itu dalamannya ia menggunakan kaos skini berwarna putih. Rambut panjangnya ia cepol begitu saja. Gaya rambut favoritnya yang membuat ia selalu terlihat cantik.
Samira mengambil handphone dan beberapa lembar uang yang ia masukan ke dalam saku. Ia berencana untuk sedikit berjalan-jalan menghirup udara malam.
Samira berjalan menyusuri trotoar sambil mendengarkan lagu yang mengalun dari handphonenya. Ia masuk ke sebuah mini market dan membeli beberapa minuman kaleng, biscuit dan es krim favoritnya. Ia menikmati es krimnya sambil berjalan.
Tiba-tiba, “BRUK!” seseorang menabrak tubuh Samira hingga hampir terjatuh. Es krim Samira terjatuh.
“Copeettt!!!” teriak seorang laki-laki paruh baya sambil menunjuk laki-laki yang berlari melewati Samira.
Samira segera melepas headsetnya dan memasukkannya ke dalam saku. Ia berlari mengejar pencopet itu lalu melemparkan kantong berisi makanan dan minumannya ke arah laki-laki itu sambil melompat dan menendang kantong tersebut.
“BUK!!!” tendangan Samira mengenai leher laki-laki tersebut. Ia terjatuh sambil memegangi lehernya. Samira segera berlari menghampirinya.
Laki-laki berkepala plontos itu tampak meringis menahan sakit di lehernya. Samira segera merebut dompet dan handphone yang dicopetnya.
“Ada apa de?” tanya beberapa bapak-bapak yang lewat.
“Copet pak! Dia nyopet om itu.” Tunjuk Samira pada laki-laki yang berlari ke arahnya.
“Eeuuhhh dasar kamu ya! Ayo bawa ke kantor polisi.” Ujar bapak-bapak yang segera meringkus tubuh laki-laki yang masih meringis kesakitan tersebut. “Ayo kamu juga ikut de.” Imbuhnya pada Samira. Samira mengangguk setuju.
“Aduuhh, terima kasih nak… terima kasih sudah menolong saya…” ujar laki-laki paruh baya yang masih berusaha mengatur nafasnya yang tidak beraturan.
“Iya om, sama-sama…” sahut Samira dengan senyum polosnya.
Samira memungut kantong plastic miliknya. Namun beberapa kaleng sudah pecah karena ia tendang dengan kuat dan menghantam tubuh laki-laki tersebut.
“Makanannya rusak ya nak, saya ganti ya…” ujar laki-laki tersebut dengan sungkan.
“Gag usah om , gag pa-pa. Ini dompet sama handphone om. Om baik-baik aja kan?” Samira memberikan handphone dan dompet milik laki-laki tersebut.
“Ya ampun, saya yang harusnya bertanya. Gadis secantik kamu bisa meringkus penjahat, kamu baik-baik aja kan?” laki-laki tersebut menepuk bahu Samira perlahan.
“Iya, saya baik-baik saja. O iya, saya samy om. Om dengan om siapa?” Samira mengulurkan tangannya.
“Saya adi. Panggil saya om adi.” Sambut laki-laki tersebut.
“Iya om adi..” Samira mengecup punggung tangan Adi sebagai tanda penghormatan pada laki-laki yang lebih tua di hadapannya. Adi tersenyum melihat tingkah santun Samira.”Om, kita ke kantor polisi dulu sebentar. Pelakunya udah di bawa warga tadi.” Ajak Samira.
“Iya nak, ayo kita susul mereka.” Sahut Adi.
Kantor polisi tidak terlalu jauh dari tempat kejadian. Saat Samira dan Adi tiba di kantor polisi, laki-laki tersebut sedang di introgasi.
Samira dan Adi pun ikut dimintai keterangan. Mereka menjawab apa adanya. Beberapa polisi muda menghampiri petugas pemeriksa saat melihat keberadaan Samira. Namun Samira acuh saja dengan tatapan penasaran para lelaki tersebut.
Introgasi tidak berlangsung lama. Setelah selesai Samira bergegas pulang.
“Kamu tinggal dimana sam? Om anter ya..” tawar Adi dengan ramah.
“Eemm gag usah om. Aku tinggal deket-deket sini kok.” Tolak Samira dengan halus.
“Ayolah, om berhutang budi sama kamu. Om traktir es krim dan cemilan lainnya ya, sebagai tanda terima kasih.” Adi kembali membujuk. Tatapannya terlihat tulus. Samira pun mengiyakannya.
Adi membelikan beberapa es krim dan cemilan untuk Samira. Mereka duduk bersama di depan mini market tempat Samira jajan tadi.
“Wah, banyak banget om…” seru Samira dengan mata berbinar.
“Iya, kamu makan yang banyak, kalo bersisa kan bisa di bawa pulang.” Unjuk Adi dengan senyum hangatnya. “Kamu masih sekolah sam?” lanjut Adi yang penasaran dengan gadis baik di hadapannya.
“Iya om saya masih sekolah.” Jawab Samira santai.
“Kelas berapa? Kamu tinggal dimana?”
“Maaf om, saya tidak terbiasa membicarakan masalah pribadi…” Samira menjawab dengan ringan.
“Oh, maaf… om tidak bermaksud apa-apa…” Adi terlihat kembali canggung. Dalam hatinya, ia sangat menyukai Samira, gadis muda yang punya prinsip. “O iya, ini udah malem. Om pulang dulu ya… sekali lagi terima kasih sudah menolong om…” tutur Adi dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.
“Oh iya, om.. hati-hati di jalan….” Ungkap Samira sambil menaruh sendok es krim di tangannya. Samira kembali meraih tangan Adi dan menciumnya. Lagi-lagi, Adi kembali terpukau.
Adi berlalu pergi dengan mobil mewah yang dikemudikannya. Samira kembali duduk di minimarket dan menghabiskan es krimnya sebelum kembali pulang.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Bunda dinna
Itu bapaknya Intan.atau bapaknya Barra?
2023-02-19
1
Asih Setyowati
bapaknya intan...nanti intan jadi tambah iri sama samy
2022-09-09
1
Cahya Zanara
camer nih kayaknya 🤭
2021-12-17
1