“Aww!” Samira kembali mengaduh, seketika membuyarkan lamunan Selly. Selly menyeka air matanya yang mengalir tanpa terasa.
Inilah saat yang paling ia benci, ketika ia harus menjauh karena terlalu terbiasa mengiyakan permintaan Samira saat Ia sedang bersedih atau kesakitan. Ia merasa dirinya sangat jauh berbeda dengan Samira yang selalu ada dalam kondisi apapun.
Selly mulai melangkahkan kakinya. Ia ingin sekali memeluk Samira. Entah mengapa, saat ini perasaannya sangat sensitive.
Selly berdiri di samping Samira. Saat itu Barra tengah memasangkan dekcker di pergelangan kaki samira. Samira melirik Selly yang hanya mematung di sampingnya dengan 2 botol minuman isotonic di tangannya.
“Lo lama banget sih sel? Lo nyasar ya?” ujar Samira dengan ekspresi datarnya.
Namun tiba-tiba Selly memeluknya. “Sorry…” lirih Selly dengan perlahan. Samira mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti dengan yang dilakukan sahabatnya.
“Lo lebay sih! Gue becanda kali.” Tukas Samira seraya tersenyum geli.
“Gue tau. Gue cuma pengen minta maaf sama lo sam…” sahut Selly yang perlahan melepaskan pelukannya. “Nih minumannya.” Selly menyodorkan minuman pada Samira.
“Thanks…” sahut Samira.
“Kamu ambil tas kalian, terus kalian pulang aja. Hari ini pelajarannya lanjutin di rumah.” Ujar Barra yang masih anteng memasang decker.
“Baik pak..” sahut Selly segera berlalu.
“Kaki kamu jangan dulu di gerakin ya, kalau jalan pelan-pelan.” Ujar Barra yang baru menyelesaikan balutan terakhirnya.
“Hem…” sahut Samira.
“Nanti tetep ke dokter kalo besok masih kerasa sakit biar di kasih obat anti nyeri.” Lanjut Barra
“Hem..” lagi-lagi Samira menjawab singkat.
Barra mendongakkan wajahnya. Ia menatap Samira yang ada di hadapannya.
“Kamu gag punya kosakata lain selain “Hem”?” tanya Barra yang terlihat kesal.
“Bahasa Indonesia saya nilainya minus.” Sahut Samira dengan santai. Barra terkekeh mendengar jawaban ajaib dari mulut gadis dihadapannya.
“Tadi malem kamu banyak bicara, kenapa sekarang cuma jawab hem?”
“Saya tidak ingat.” Tukas Samira dengan cepat.
“Kamu yakin nggak inget apa yang udah terjadi semalem?" Barra menatap samira dengan tajam.
“Nggak! Tapi pasti gag terjadi apa-apa kok.” Samira mengeratkan genggamannya pada botol di tangannya.
“Kamu yakin? Kamu kan gag sadar?” Barra memulai aksi menggodanya.
“Iya saya yakin. Bapak kan guru saya, gag mungkin ngelakuin hal yang aneh-aneh sama muridnya” Samira memalingkan wajahnya dari Barra. Ia tidak suka bertatapan dengan orang terlalu lama. Ia tidak ingin siapapun peduli padanya, karena biasanya orang-orang hanya baik di awal, kelak akan kembali melukainya.
“Semalem kan saya bukan sebagai seorang guru, tapi seorang laki-laki dewasa yang di goda oleh gadis yang sedang mabuk.” bisik Barra dengan seringai tipisnya.
Pernyataan Barra seolah mengunci pikiran Samira. Ia mulai ragu kalau semalam tidak terjadi apa-apa.
“Emang semalem bapak ngelakuin apa?” Samira mulai gusar.
“Menurut kamu?” Barra mendekatkan wajahnya pada Samira. Samira kembali memalingkan wajahnya dengan segera. Ia menggigit bibir bawahnya sendiri, membuat Barra tersenyum gemas melihatnya.
“Jadi kapan bapak mau menghukum saya?” tantang Samira. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Kenapa kamu gag sabar banget nunggu hukuman dari saya?”
“Ya supaya saya tidak berurusan terlalu lama sama bapak.” Tukas Samira dengan tatapan tajam.
“Ctaak!” Barra menjentikkan jarinya di dahi Samira, membuat Samira mengaduh kesakitan.
“Urusan kita terlalu banyak, akan perlu waktu lama untuk menyelesaikannya.” Bisik Barra yang berbicara dengan jarak sangat dekat dengan Samira.
Samira bisa merasakan hembusan nafas Barra. Matanya menatap hangat Samira, membuatnya merasa sangat terganggu. Untuk beberapa saat, mata mereka saling bertatapan, dengan isi fikiran masing-masing di kepalanya.
Ada getaran halus yang menyelusup ke dada Barra. Gadis di hadapannya, membuatnya tak mampu untuk sekedar mengedipkan mata. Semuanya terlalu menarik, bahkan sikap angkuhnya pun bisa membuatnya tersenyum.
“Sam... Lo udah siap?” tanya Selly yang baru tiba di pintu UKS. Samira dan Barra saling memalingkan wajahnya.
“Hem…” sahut Samira.
Selly segera mendekat. Ia membantu Samira untuk turun. Setelah memasangkan sebelah sepatu Samira, Selly mulai memapah Samira keluar UKS. Barra mengikutinya dari belakang, dengan senyuman yang ia coba sembunyikan.
“Dasar bocah!” batinnya.
“Kalian mau kemana?” tanya bu Isma yang tiba-tiba ada di hadapan Samira dan Selly.
“Aku mau nganter samira pulang bu. Soalnya kakinya terkilir.” Terang selly.
“Besok temui saya di ruang guru.” perintah Isma dengan tegas.
“Dosa apalagi gue…” dengus Samira dengan kesal. Namun apa boleh buat ia hanya bisa menuruti perintah gurunya.
"Tenang, gue temenin." Selly menyahuti.
****
Tiba di apartemen, Samira segera menuju kamarnya. Ia meminta Selly untuk tidak mengantarnya dengan alasan ia ingin sendirian. Tentu saja Selly hanya bisa menuruti karena itu berarti keinginan Samira tidak bisa di bantah.
Handphonenya bergetar dan memberikan notifikasi pesan masuk. Samira melihat jam yang menempel di dinding kamarnya, sudah jam 11 siang tentu ini waktu paling menyebalkan bagi Samira. Ia menaruh handphonenya di atas meja belajar dan mulai menyalakan laptopnya. Ia duduk dengan tenang seraya menunggu panggilan video tersambung.
"Good afternoon my student..." Sapa wanita bernama Caroline dari negara ratu Elisabeth tersebut.
"Good afternoon.." sahut Samira.
Jam ini, memang jadwalnya Samira menerima pelajaran Manajemen bisnis dari guru privateya. Itulah alasan kenapa ia akan terlihat melamun di jam-jam dan hari-hari tertentu. Ia harus membagi konsentrasinya antara mendengarkan guru yang sedang menerangkan dan memperhatikan suara Caroline dari sebrang sana, sungguh menyulitkan. Dan karena perbedaan waktu antara Indonesia dengan Inggris, terkadang ia harus menerima materi atau melakukan study kasus hingga malam hari yang membuatnya terpaksa harus begadang.
"Kamu sudah di rumah sam?" tanya Caroline yang sepertinya mengenali ruangan kamar Samira.
"Iya, saya pulang lebih awal." terang Samira singkat.
"Okey, kita mulai kelas kita ya..." Caroline mulai membuka buku ajarnya dan Samira bersiap menyimak.
Caroline mulai menerangkan materinya yang berbahasa inggris. Pada bagian ini, mungkin seharusnya Samira merasa bangga dan bersyukur karena ia bisa menggunakan otak kirinya dengan maksimal. Menyimak pelajaran yang diberikan Caroline dan menyerapnya dengan cepat, sungguh sesuatu yang sangat berharga yang di turunkan Andika.
Dalam sesi belajar yang begitu menguras pikiran, terkadang Caroline mempersilakan Samira sambil makan atau minum. Ia tahu benar, pelajaran yang di terima gadis cerdas di hadapannya sangat berat dan memerlukan nutrisi yang cukup banyak bagi otaknya.
Sesi diskusi dan study kasus adalah bagian yang cukup berat namun menyenangkan bagi samira. Dengan ilmu yang di terima dari Caroline ini pula ia bisa dengan cepat menemukan kejanggalan yang dilakukan beberapa anak perusahaannya. Untuk alasan inilah ia sangat menghormati Caroline, seorang profesor ilmu terapan manajemen bisnis yang sangat sabar mengajarinya.
Waktu-waktu berlalu, Samira tenggelam dalam pelajarannya bersama Caroline, hingga tanpa terasa waktu berubah petang.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Dwi Alviana
kerenn ne novel
2021-10-22
0
⚔️👑𝟚𝟙ℕ⚔️ 𝕁𝕦𝕞ဣ࿐༻
sieh genius ..... pantas saja
2021-01-29
3