“Ya sam…” terdengar sahutan nyaring dari sebrang sana saat panggilan telpon Samira terhubung. Ya, suara Selly.
“Temuin gue di tempat kak andrew.” ujar Samira singkat dan kembali memutuskan panggilannya.
“Hah, gimana?" Tanya Selly, namun suara Samira sudah benar-benar terputus. "Nih anak kenapa lagi sih?” gumam Selly seraya memandangi layar ponselnya. “Malem-malem nyuruh gue ke tempat kak Andrew.” lanjut Selly yang masih mencoba mengingat nama yang di sebut Samira. “Hah, kak Andrew? Aduhhh samy lo mau ngapain lagi sih!” Selly baru tersadar akan nama yang di sebutnya.
Selly bergegas berganti baju. Ia meraih jaket yang tergantung di balik pintu. Ia sadar, sahabatnya sedang tidak baik-baik saja jika ia sampai menyebut tempat Andrew.
Suara musik memenuhi rongga telinga Samira. Hentakannya membuat jantung ikut melonjak. Samira tampak terduduk dengan segelas minuman keras di tangannya.
“Bocah, lo masih kecil! Minta minum beginian…” ujar Andrew seraya mengisi kembali gelas Samira yang mulai kosong.
“Berisik lo kak. Yang penting kan gue bayar!” timpal Samira dengan wajah dinginnya. Samira memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri.
“Lo kenapa lagi? Ada cowok gangguin lo apa gimana?” tanya Andrew yang tau bahwa Samira selalu dengan masalahnya yang berat saat datang ke club malamnya, walau ia tak tau detail masalah yang dihadapi gadis cantik ini.
“Lo nanya beneran peduli apa cuma kepo doang?!” cetus Samira dengan senyum sarkasnya. Ia sudah sangat terbiasa dengan pertanyaan "Kenapa" tapi semuanya bukan karena orang-orang itu benar-benar peduli. Mereka hanya ingin tahu, dan mungkin di belakang sana mereka menertawakan Samira.
“Hahaha sialan lo. Ya gue peduli lah!” tukas Andrew. Ia merasa iba pada gadis kecil yang kerap terlihat berusaha kuat dan dewasa padahal ia sedang terpuruk.
“Äh t*i! Gag ada orang yang beneran peduli sama gue selain selly dan tante dina.” ujar Samira seraya berdiri meninggalkan Andrew.
“Lo mau kemana sam?” cegah Andrew
“Olah raga dikit kak…” sahut Samira seraya tersenyum. Di letakkannya gelas tersebut di hadapan Andrew, telah kosong dan terbalik.
Langkah Samira mulai terlihat sempoyongan. Andrew memerintahkan seorang anak buahnya untuk menjaga Samira, ia khawatir gadis cantik itu banyak yang menganggunya. Samira menari seirama hentakan musik di antara pengunjuk club lainnya. Sesekali ia bersorak dan tertawa, membuat Andrew semakin cemas.
“Woy! Liat apa bro!” sergap seorang laki-laki pada Andrew.
“Wah anjrit, ngagetin aja lo!” Andrew tergagap. “Kapan lo balik ke indo bro?” tanya Andrew pada laki-laki tampan yang biasa ia panggil Barra.
“Udah seminggu gue di sini. Tapi ni anak baru hari ini ngajak gue keluar!” terang Barra seraya menyambut Toas dari Andrew.
“Lah gue kan udah punya buntut, mana bisa keluar seenaknya kayak lo yang masih jomblo!” cetus sahabatnya bernama Ben.
“Ah sialan lo, intinya lo ngeledek status gue!” tukas Barra yang di balas kekehan oleh Ben.
Andrew masih terus menujukan pandangannya kearah Samira yang kembali meneguk minuman yang diberikan seorang laki-laki. Tubuhnya meliuk mengikuti hentakan musik yang semakin kencang. Andrew mengusap wajahnya kasar, ia benar-benar cemas.
“Lo liat apaan sih? Ada barang bagus banget emang?” tanya Ben seraya menepuk bahu Andrew.
“Hah? Oh enggak, itu ada anak bocah maksa pengen gabung sama yang lain.” sahut Andrew sekenanya.
“Lo ngizinin anak bocah masuk? Parah lo bro!” Barra ikut berkomentar.
“Kak!” sebuah suara mengalihkan perhatian Andrew, Ben dan Barra.
“Selly? Noh temen lo mabok, ajak pulang gih!” ujar Andrew sambil menunjuk kearah Samira.
“Lo gimana sih kak, bukannya jagain Samy. Bisa gempar nih club kalo sampe si samy mabok!” protes Selly tanpa memperdulikan 2 pasang mata yang terus menatapnya. Selly terlihat seksi dengan pakaian yang dikenakannya. Sementara Samira tampil seadanya dengan kaos polos berwarna putih dan celana jeans setengah betis.
"Maksud lo gue mesti kunci pintu kalo dia kesini terus usaha gue di tutup gitu?" elak Andrew dengan kesal.
Selly tak menyahuti, ia hanya mengerlingkan matanya malas.
Ben memandangi Selly dari atas hingga ke bawah. Tampilannya benar-benar dewasa. “Lo umur berapa bocah?! Emak lo tau lo ke sini?” Tanya Ben dengan nada menyindir.
“Gue udah 17 kali. Noh temen gue yang belum 17!” tunjuk Selly pada Samira yang masih asyik meliuk-liukkan tubuhnya.
“Ah, parah lo! Bocah bau kencur maen ke tempat gini.” ujar Barra sambil meneguk minumannya.
Selly tidak memperdulikan ucapan laki-laki di hadapannya. Ia segera menghampiri Samira yang tengah di kerumuni laki-laki. Selly ingat, terakhir ia kesini bersama Samira, berhasil membuat dua genk berkelahi karena memperebutkan Samira untuk menari bersama mereka. Alhasil, club milik Andrew hancur berantakan.
“Sam! Ayo ikut gue!” teriak selly di tengah laki-laki yang mendekati Samira.
“Oh hay sel, ayo lah olah raga dulu bentar!” Samira mengibaskan tangan Selly dan kembali meliukkan tubuhnya. Sepertinya Samira mulai berada di bawah pengaruh minuman keras, ini akan jadi masalah untuknya.
“Lo mabok ya?!” terka selly. Namun Samira malah terkekeh. Setengah memaksa ia menarik tangan samira.
“Wuih! Cakep banget ni bocah!” ujar Ben yang membelalakan matanya melihat sosok Samira di hadapannya.
“Hay kakak ganteng….” ujar Samira sambil tersenyum dengan manisnya pada Barra. Barra mengerjapkan matanya berkali-kali. Benar yang dikatakan Ben, Samira memang sangat cantik. Wajah yang oriental dengan bola mata jernih, bibir tipis yang sensual dengan rahang tirus di lengkapi alis yang rapi alami dan hidung yang bangir. Proporsi wajah yang sangat indah. Dan bentuk tubuhnya tidak seperti ia masih remaja.
"Lo yakin ni anak masih bocah? Body-nya mantep gini." Bisik Ben pada Andrew. Andrew hanya tersenyum tipis, Samira memang memiliki magnet yang kuat dalam hal penampilannya.
Tanpa di sangka, Samira meraih tangan Barra kemudian memutar tubuhnya di depan Barra, benar-benar menggoda imannya. Barra memandangi pahatan wajah sempurna Samira. Ia laki-laki normal dan tentu saja melihat sosok Samira darahnya berdesir cepat.
“Anjrit, rejeki banget lo bro!” ujar Ben yang tertawa gemas.
“Wah ni anak beneran mabok kak. Jangan di tanggepin ya.” Selly menarik Samira setengah paksa.
“Gag pa-pa kali. Temen gue juga lajang.” sahut Ben seraya mengangkat alisnya pada Barra yang tampak terpukau.
“Apanya yang gag pa-pa? Kalo dia sampe deketin cowok berarti mabok, kalo dia judesin cowok baru bener!” tukas Selly yang berusaha melindungi sahabatnya dari laki-laki asing.
“Wuihh body nyaaa, mukanya… cakep nih anak” Puji Ben yang mulai lupa kalau ia sudah punya buntut.
“Lo mau olah raga sama gue gag?” goda Barra yang mulai penasaran dengan yang di ucapkan Selly. Samira mengangguk manja, membuat siapapun yang melihatnya merasa gemas .”Nama lo siapa?” lanjut Barra.
“Sa – mi – ra…” bisik samira seraya mengalungkan tangannya di leher Barra. Ia bahkan mendekatkan wajahnya pada Barra, sangat dekat lalu terkekeh menggoda.
Barra tersenyum. Untuk pertama kalinya ia tidak menolak seorang wanita menyentuh tubuhnya. Entah apa alasannya, ia sendiri pun tidak tau. Entah hanya penasaran atau ia mulai tertarik.
“Bos, ada razia!” bisik pegawai Andrew yang tadi di minta menjaga Samira.
“Änjrit! Apa gue bilang. Lo bocah berdua buruan pulang, ada razia!” seru Andrew dengan panik.
“Hah, beneran kak?” tanya Selly tak percaya
“Lo kira gue bohong?! Cepetan bawa samy pulang!”
“Hah, iya kak. Sam, ayo pulang, ada razia…” cetus selly dengan wajah tidak kalah panik.
“Lo pulang aja duluan, temen lo biar temen gue yang anter.” tawar Ben. Ia seolah memberi jalan pada Barra yang terlihat tertarik pada Samira. Terang saja ia melakukannya, ia tidak ingin sahabatnya melajang terlalu lama dan selalu menolak perempuan manapun. Tapi kali ini, sepertinya ada lampu hijau dari Barra. Entah ia hanya menggoda atau memang serius, hanya Barra sendiri yang tahu.
“Äpaan? Nggak ah! Tar lo apa-apain temen gue lagi!” tolak Selly.
“Lo gag percaya sama gue? Nih kartu nama gue!” Ben menyerahkan kartu namanya pada Selly.
Selly tampak berfikir. Tidak mungkin juga ia membawa Samira sendirian dalam kondisi mabuk. Apa yang akan bundanya katakan kalau melihat Samira dalam kondisi seperti ini.
“Minta kertas kak..” ujar selly
“Buat apaan?” Andrew mengernyitkan dahinya bingung.
“Ih lama sih lo.” Selly menarik tangan ben. Ia menuliskan alamat apartemen Samira di tangan ben. “Nih alamatnya samy. Awas kalo lo berdua apa-apain dia. Gue laporin polisi!” ancam Selly seraya melotot.
“Iya bocah! Makanya lain kali lo jangan main ke sini, ngerepotin aja sih.” sahut Ben.
“Bruk!” tiba-tiba tubuh samira terkulai lemas. Kedua tangan Barra menahannya.
“Aisshh beneran nih bocah ngerjain banget!” keluh Barra. Ia segera menggendong tubuh Samira yang seperti tak bertulang. “Ayo buruan!” lanjut Barra yang merasa beban di kedua tangannya sangat berat.
“Tar dulu!” selly mengeluarkan handphonenya dari saku rok. Ia memoto Barra yang sedang menggendong Samira. “Kalo lo ngapa-ngapain dia, gue punya bukti ya!” lagi-lagi Selly mengancam seraya memperlihatkan foto yang di ambilnya.
“Gue gag minat sama piyik kayak kalian ya!” sergap Barra. “Kalo lo gag percaya, lo bawa pulang aja nih temen lo!” lanjut Barra dengan wajah kesalnya.
“Isshh kalian masih ngobrol aja! Itu polisi udah tambah deket tau!!” seru Andrew yang tidak sabaran.
“Ya udah, ayo kita pergi!” sahut Selly pasrah.
Barra menggendong Samira melewati pintu belakang. Pintu yang biasa Samira dan Selly gunakan agar tidak kena pemeriksaan identitas karena mereka masih di bawah umur. Andrew mendengus kasar, pikirannya hampir saja buntu. Untung ada Barra dan Ben yang menolong, pikirnya.
“Samy, entar lo ke sini lagi, gue omelin pasti!” dengus Andrew sambil merapihkan gelas yang tadi di pakai Samira.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Bunda dinna
Samira mabok pas ada razia..gawat
2023-02-18
1
erik yk
masih menyimak
2022-01-13
1
Dwi Alviana
piyik anak burung dara 😂😂😂😂😝
2021-10-22
1