“Non Samy…” Handoko segera berlari saat melihat Samira yang tengah berdiri di lobby kantornya.
Penampilan Samira terlihat sangat kacau. Wajah merah padam, baju berantakan dengan tangan yang berdarah di sela jarinya.
“Ayo ikut saya non…” Handoko mengajak Samira masuk ke lift khusus direktur. Beberapa pasang mata memperhatikannya namun tak berani berbicara sedikitpun.
Handoko memandangi Samira yang berdiri di sampingnya. Ia tau Nona mudanya sedang dalam kondisi marah.
Pintu lift terbuka. Handoko segera menunjukkan ruangan untuk Samira. Ruangan milik mendiang ayahnya.
“Ambilkan air hangat , obat luka sama kasa ke ruangan ditektur.” Titah Handoko pada salah seorang sekretarisnya. Tanpa protes wanita tersebut segera mengikuti perintah Handoko.
Samira mendudukan tubuhnya di sofa. Ia menatap Handoko dengan tatapan tajam.
“Dokter adnan udah di suruh ke rumah selly?” tanya Samira tanpa basa basi.
“Sudah non samy. Mungkin sebentar lagi sampai.” Sahut Handoko.
Terdengar ketukan pintu, seorang sekertaris berdiri di ambang pintu dengan beberapa barang yang diminta Handoko. Handoko mengangkat tangannya, isyarat mempersilakan wanita itu untuk masuk. Wanita tersebut menaruh baki berisi air hangat dan kompresan dengan obat luka dan kasa serta plester di atas meja.
“Saya bersihkan dulu lukanya non…” Handoko berusaha menggapai tangan Samira.
“Saya bisa melakukannya sendiri.” Samira mengibaskan tangannya. “Saya minta catatan keuangan PT Reksa raharja dalam 3 bulan ini.” Pinta Samira tanpa menatap Handoko sedikitpun.
“Baik nona…” sahut Handoko dengan sigap.
Ia bergegas mengambil beberapa file yang diminta Samira. Dalam hatinya ia tersenyum, nona mudanya sangat mirip dengan tuan besarnya. Tegas, pintar dan sedikit angkuh. Namun ia tahu, hatinya sangat lembut. Dengan berkas yang diminta Samira, Handoko masih belum bisa membayangkan apa yang akan dilakukan nona mudanya.
Sambil menunggu Handoko mengambil berkas yang dimintanya, Samira membersihkan lukanya dengan perlahan. Darahnya sudah mulai mengering, namun lukanya masih terasa perih, membuatnya meringis menahan sakit. Setelah bersih, ia membalut lukanya dengan kasa tipis.
“Silakan nona…” Handoko memberikan setumpuk berkas ke hadapan Samira.
Samira mulai membuka satu persatu berkas yang ada dihadapannya. Tangannya dengan lincah menunjuk angka-angka yang menurutnya janggal. Bibirnya bergumam dengan isi kepala yang mengingat setiap detail kejanggalan yang muncul di pikirannya.
“Berapa bulan sekali mereka di periksa?” tanya Samira dengan pandangan yang tak beralih dari berkas yang dibacanya.
“Per triwulan nona. Akhir bulan ini baru akan diperiksa.” Terang Handoko yang masih tidak mengerti maksud pembicaraan Samira.
“Antar saya ke PT Reksa Raharja.” Ujar Samira seraya berdiri dan membawa beberapa berkas di tangannya.
“Maksud nona?” Handoko mengernyitkan dahinya tak mengerti.
“Antar saya ke PT Reksa Raharja sekarang.” Samira mengulang kalimatnya dengan lebih tegas. Handoko hanya menganggukkan kepala, mengiyakan permintaan Samira.
Hingga sampai di depan PT Reksa Raharja, Handoko masih belum memahami maksud nona mudanya berkunjung ke salah satu anak perusahaan milik orangtuanya. Seorang receptionist menyapa mereka dan mengantar Samira serta Handoko ke ruangan direktur. Ruangan direktur berada di lantai 9. Beberapa kali Handoko melirik Samira yang masih anteng dan dingin dengan beberapa lembar kertas di tangannya.
Lift terbuka. Tampak Hermawan sedang berbincang dengan sekertarisnya sambil berpegangan tangan.
“Ehem!” Handoko berdehem , mengisyaratkan kedatangannya.
Hermawan segera berpaling. Ia tersenyum ramah menyambut Samira dan Handoko. Samira berdecih melihat prilaku Hermawan yang palsu di hadapannya. Ia bisa mengerti apa yang tengah dilakukan Hermawan bersama wanita tadi. Jantungnya berpacu cepat, merasakan amarah kembali bangkit saat mengingat wajah Dina dan Selly.
“Astaga samy… ada angin apa kamu mengunjungi kantor om?” sambut Hermawan dengan senyum lebar. Ia hendak memeluk Samira yang berdiri di hadapannya. Namun Samira mengangkat tangannya di depan Hermawan pertanda ia menolak Hermawan untuk mendekat.
“Kita perlu bicara.” Sahut Samira tanpa basa basi.
“Oh boleh sayang… apa ini tentang masalah pribadi atau apa?” Hermawan berusaha terlihat santai melihat tatapan Samira yang mengintimidasinya. Sungguh permainan peran yang bagus, bisik hati Samira. “Silakan…” Hermawan membukakan pintu untuk Samira.
“Om hermawan sudah berapa lama kerja di sini?” tanya Samira dengan acuh. Ia menarik kursi milik Hermawan dan duduk di sana. Handoko tercengang melihat tingkah nona mudanya. Sekilas ia melihat bayangan Andika dalam diri Samira.
“Emm… sekitar 20 tahun mungkin yaa…” sahut Hermawan sambil terkekeh.
“Berarti lebih dari ini dong yang om kumpulkan?!” Samira melempar kertas yang di pegangnya ke lantai. Membuat Hermawan menunduk untuk memungutinya.
Hermawan tercengang, melihat beberapa angka yang di tandai Samira. Ia paham maksud pertanyaan gadis yang ada di hadapannya. Hermawan mulai berkeringat dingin. Tangannya gemetaran. Handoko menatap Hermawan penuh tanya.
“Sam, om bisa jelasin semuanya.” Ujar Hermawan dengan gugup.
Handoko meraih kertas yang ada di tangan Hermawan. Ia ikut tercengang. Bagaimana mungkin nona mudanya bisa dengan mudah menemukan kejanggalan aliran dana yang keluar dari rekening perusahaan ke rekening pribadi beberapa orang yang terlihat dari namanya adalah seorang perempuan.
“Apa om juga bisa menjelaskan apa yang terjadi pada tante dina dan selly?” Samira menatap dingin Hermawan. Tangannya mengepal kuat-kuat. Ingin sekali ia menghamtamkan tinjunya ke wajah laki-laki tersebut.
“Oh sam, anu itu…” Hermawan tergagap sendiri.
“Pak handoko, saya tidak mau ada karyawan yang melakukan perbuatan kasar terlebih pada keluarganya sendiri. Pecat dia, walaupun dia seorang direktur di anak perusahaan!” tegas Samira dengan wajah merah padam menahan marahnya.
“Sam tunggu, om bisa jelasin semuanya. Itu karena om khilaf , om janji gag akan ngulangin…” ujar Hermawan yang tengah di landa rasa gugup.
“Cih! Khilaf? Selama berbulan-bulan? Berapa kali om memukul tante dina? Berapa kali om membuat selly kesakitan? Dan berapa dalam luka psikologis mereka dapatkan dari perlakuan om? Dan om bilang itu khilaf? Itu gila om!” Samira menggebrak meja. Melupakan tangannya yang masih terbalut kasa. “Apa om tau, setelah dady, tante dina dan selly adalah dua orang yang sangat berarti buat aku. Om menyakiti mereka berarti om menyakiti aku.” Tunjuk Samira pada Hermawan.
Hermawan jatuh terduduk. Ia bersimpuh di hadapan Samira.
“Sam, om minta maaf…” lirih Hermawan seraya tertunduk. Perasaannya campur aduk. Dan rasa sesal, entahlah apa dia merasakannya atau tidak.
“Maaf? Apa itu akan menyembuhkan luka tante dina dan selly? Tidak om, tidak akan pernah. Dan aku, sampai kapanpun tidak akan pernah bisa melupakan semua yang udah om lakuin sama mereka. Dan kalau suatu waktu om menyakiti mereka lagi, om akan benar-benar menyesal.” Tegas Samira seraya mengatur nafasnya yang terasa akan habis.
“Tapi sam, kalau om tidak bekerja, siapa yang akan menghidupi tante dina dan selly? Siapa yang akan membiayai sekolah selly?” Hermawan mulai berusaha bernegosiasi.
Terlihat seringai kesal di wajah Samira. Masih berani-beraninya ia menggunakan anak dan istrinya yang sudah ia sakiti untuk mempertahankan posisinya.
Samira berjalan menghampiri Hermawan.
“Tenang, besok tante dina yang akan duduk di sana.” Tukas Samira dengan tatapan tajam membunuhnya.
Tanpa berlama-lama, Samira berlalu begitu saja.
“Sam, tunggu sam…” teriak Hermawan yang segera bangkit dan berusaha mengejar Samira. Namun Handoko merentangkan tangan kanannya. Ia menatap Hermawan dengan tajam. Tak ada pilihan lain baginya, ia hanya bisa menerima semua keputusan Samira.
****
Samira kembali ke rumah Selly dengan membawa beberapa kotak makanan. Saat tiba di depan pintu, Samira menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia berusaha untuk tenang, walau perasaannya masih kalut dan tenggelam dalam amarahnya.
Samira memutar handle pintu. Terlihat Dina dan Selly tengah duduk berdua di sofa tanpa sepatah katapun. Wajah mereka telah selesai di obati. Luka-lukanya pun telah terbalut perban.
“Sam….” Lirih Dina saat melihat kedatangan Samira. Samira berusaha tersenyum.
“Bunda sama selly udah makan?” tanya Samira seraya menaruh kotak-kotak berisi makanan di hadapan mereka.
Selly menatap Samira dengan mata berkaca-kaca. Ia tau, banyak hal yang sudah dilakukan sahabatnya hingga ia kembali selarut ini.
“Sel, makan dulu…” Samira menyodorkan kotak makanan ke pangkuan Selly. Selly menerimanya seraya terisak.
“Lo jelek banget, hidung lo kayak jambu air mateng.” Ledek Samira tanpa menoleh. Selly terpekik. Antara tangis dan tawa ia tersedu.
Samira berjalan menghampiri Dina. Ia duduk di sampingnya lalu merapikan rambut Dina yang berantakan. Samira tersenyum. Dibukanya kotak makanan yang ada di hadapannya.
“Bunda makan dulu ya, biar samy suapin…” ujar Samira sambil menyodorkan makanan dengan tangannya sendiri. Dina hanya terdiam. Dengan bibir bergetar ia membuka mulutnya. Air matanya menetes tanpa permisi. “Bunda harus istirahat malam ini. Ada pekerjaan berat yang menunggu bunda di PT Reksa raharja besok.” Imbuh Samira seraya tersenyum.
Dina dan Selly mengunyah makanannya. Makanan mewah yang terasa begitu hampar di mulut mereka.
“Mulai saat ini, aku pastikan gag ada orang yang bisa ganggu bunda dan selly. Dan om hermawan, kalian tunggulah, semoga ia segera pulang…” tutur Samira dengan suara yang memelan.
Selly menaruh makannya di atas meja. Ia berlari menghampiri Samira dan memeluknya dengan erat. Pun Dina, tangisnya pecah, ia ikut merangkul Samira yang ada dihadapannya.
“Kalian berharga banget buat aku. Ini kesempatan kalian untuk menangis terkahir kali. Mulai besok, tersenyumlah dan berbahagialah…” lirih Samira seraya mengusap lengan Dina dan Selly bersamaan.
“Terima kasih sayang, kamu sudah menyayangi bunda dan selly dengan tulus…” lirih Dina.
Ia merasa telah mendapatkan lagi seorang putri, yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Hatinya terasa begitu hangat saat ia mendekap Samira dengan erat. Tak ada lagi yang ia minta, selain bisa bersama kedua putri kesayangannya.
Flash back off
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Bunda dinna
Nangis kan bacanya
2023-02-18
1
Imas Karmasih
karyamu top
2022-11-06
1
unyuu_@
iniii ada bwanggnya yah..ko mata perih muluuu dr awal bacaa😂😭😭😭😭
bguss tp jrng yang bacaa sayang bangttt
2021-08-30
2