Samira terlihat begitu gelisah dalam tidurnya. Ia beberapa kali mengubah posisi tidurnya membuat Barra ikut terbangun dan tidak bisa kembali memejamkan matanya, ia mengusap kepala Samira berulang kali dan melap keringat di dahi Samira.
“Sstttt….” Bisik Barra.
Barra sadar Samira sedang memimpikan sesuatu yang tidak menyenangkan hingga membuatnya menitikkan air mata.
“Lo mimpi apa sih bocah….” Lirih Barra dengan raut cemasnya.
Samira membalikkan tubuhnya menghadap Barra. Tangannya melingkari pinggang Barra dengan wajah terbenam di dada Barra. Barra tergagap. Pengalaman yang belum pernah ia alami terjadi dalam hidupnya. Gadis kecil di hadapannya ini, tanpa sadar memeluknya dengan erat. Barra mencoba menarik nafas panjang. Jantungnya berdebar tak karuan. Rasanya sesuatu menonjol dan mengeras di balik celananya saat ini merasakan tidak ada jarak sedikitpun antara dia dengan Samira. Tentu saja karena ia laki-laki normal.
“Dady… I love you…” lirih Samira perlahan.
Barra tercengang mendengar ujaran Samira.
“Gila, dia ngira gue bokapnya apa?!” dengus Barra yang kemudian mengacak rambutnya gusar. Antara ingin tertawa dan kesal bercampur dalam dadanya. Entah mengapa ia merasa tak suka dengan ucapan Samira barusan.
Samira kembali terlelap. Dengkuran halus dan tenang bisa Barra rasakan menerpa dada bidangnya. Ia berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Samira, namun Samira malah mengeratkannya. Sukses membuat Barra tidak berkutik. Akhirnya ia pasrah, sejurus kemudian ia kembali terlelap bersama Samira dalam pelukannya. Katakan saja ia gila, tapi ia merasa nyaman dan tak ingin semuanya berakhir.
*****
Suara gemericik air mengusik tidur Samira. Samira menggeliat kecil. Matanya mengerjap beberapa kali berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke matanya. Semakin lama, matanya semakin membulat.
Dahinya berkerut, saat ini merasa tidak mengenali ruangan tempatnya berada.
“Astaga! Dimana ini?!” Samira segera duduk dan mengumpulkan kesadarannya.
Ia melihat tubuhnya masih terbalut sempurna dengan baju yang sama ia kenakan semalam. Rambut hitam panjangnya terlihat berantakan. Ia segera membuka selimut kemudian berdiri di samping tempat tidur. Di telitinya setiap sudut tempat tidur, khawatir ada noda yang tak semestinya ada di sana. Ia tau, jika sesuatu terjadi pada kesuciannya, akan ada noda darah di sana dan selangkangannya akan sakit, itu lah cerita yang pernah ia dengar dari Selly.
“Hufftt… Syukurlah kayaknya semalem gag terjadi apa-apa.” Gumam Samira sambil mengelus dada. “Tapi ini dimana ya?”
Mata Samira mengeliling di sekitaran sudut kamar. Suara gemeriricik air semakin deras terdengar. Samira segera mengambil handphone yang ada di saku celananya. Ia mempotret sembarang ruangan tersebut, lalu membuka fitur lokasi di handphonenya.
“Sial, gue salah masuk apartemen!” dengus Samira saat tau ia masih di apartemen yang sama dengan ruangan yang berbeda.
Ia segera mengambil sandalnya yang terserak. Mengendap perlahan keluar dari kamar tersebut. Di luar kamar pun masih kosong, tidak ada barang apapun, selain sebuah kemeja yang tergantung pada sebuah hanger di pintu.
Samira segera membuka pintu apartemen. Berlari kearah lift dan menekan tombol 6. Samira menyandarkan tubuhnya pada dinding lift. Kepalanya terasa berat.
“Ah sial! Semalem kayaknya gue mabok. Sampe salah masuk apartemen orang.” Gumamnya yang tidak mengingat kejadian apapun semalam.
“Ding!” pintu lift terbuka. Ia bergegas menuju apartemennya dan membuka pintu dengan cepat. Di raihnya handuk yang akan dia gunakan mandi. Sejenak ia mengendus tubuhnya, tercium aroma parfum yang tidak ia kenal. Wangi mint yang menyegarkan.
“Ah paling parfum cowok yang clubbing sama gue semalem.” Gumamnya memenangkan diri sendiri.
Samira memulai ritual mandinya. Kali ini disertai keramas karena ia merasa rambutnya bau asap rokok. Cukup lama ia membersihkan diri hingga tubuhnya terasa sedikit menggigil. Samira membalut tubuhnya dengan handuk. Yang tertutup hanya batas dada dan setengah pahanya. Ia memilih baju seragam dan mengambil satu stel baju olahraga. Untuk wajahnya ia hanya memakai bedak bayi tipis-tipis dan lip tint warna soft pink, sesuai dengan warna bibirnya yang mungil. Rambut panjangnya di biarkan terurai agar kering alami.
“Ah sial, telat gue!” cetus Samira yang segera menyambar tas ranselnya. Sepatunya hanya ia injak begitu saja, bahkan tanpa kaos kaki. Sambil turun ia memesan sebuah taksi online yang tidak lama segera tiba di halaman apartemennya. Samira berlari dan meminta supir taksi tersebut mengantarnya ke sekolah.
Sementara itu, Barra terlihat kebingungan mendapati tempat tidurnya yang sudah kosong. Sambil mengeringkan rambutnya ia memandangi kasur tempatnya berbaring bersama Samira.
“Ah sial, kenapa gue kepikiran bocah itu mulu sih?!” dengus Barra sambil membanting handuknya ke tempat tidur. Dengan cepat ia mengambil kemeja yang tergantung dan memakainya.
Kepalanya sedikit pusing karena tidurnya tak nyenyak terlebih semalaman Samira memeluk tubuhnya, membuatnya merinding-merinding sedap.
Barra memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas. Lalu meraih kunci mobil yang bertenger di atas meja kecil dengan handphone di sampingnya.
Sebuah pesan masuk, dan pengirimnya Ben.
“Gimana semalem? Ada kejadian tak terlupakan gag?” ujar Ben dengan emiticon strong.
“Ah sialan, gara-gara lo gue gag bisa tidur!” dengus Barra sambil memasukkan handphonenya ke saku celana. Ia bersiap untuk berangkat kerja.
****
“Pagi sam…. Cantik banget lo pagi ini. Tidurnya cukup ya?” sapa Bagas sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
“Hemm. Gue kira, gue doang yang telat!” cetus Samira dengan ekspresi datar.
Semalam ia memang tidur nyenyak walau sempat mimpi buruk, ia merasa dady nya semalam benar-benar datang dan memeluknya hingga ia terlelap dalam deep sleep, tidur dalam yang selama ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Yuk kita ke kelas!” ajak Bagas seraya meraih tangan Samira. Dengan segera Samira mengibaskannya.
“Gue gag buta, bisa jalan sendiri!” timpal Samira yang melenggang di depan Bagas.
Bagas hanya tersenyum salah tingkah sambil menggaruk kepalanya walau tidak gatal.
Hari itu, suasana sekolah lebih ramai dari biasanya. Beberapa siswi berdiri di depan kelas sambil melihat ke arah ruang guru. Mereka saling tersenyum, seolah habis melihat sesuatu yang menyenangkan. Samira mengacuhkannya begitu saja.
“Sam!” panggil Selly saat melihat Samira di mulut pintu kelasnya. Samira melempar senyum pada sahabatnya. Ia mengambil kursi di samping Selly. “Lo baik-baik aja kan semalem?” lanjut Selly sambil terus menyelidik tubuh Samira dan memperhatikan rambutnya yang masih basah.
“Ini gue depan lo, lo gag bisa liat gue baik-baik aja apa enggak?” cetus Samira, acuh.
“Huft syukurlah….” Sahut Selly dengan senyuman lega. Samira meletakkan ranselnya di atas meja.
“Kok kelasnya belum di mulai? Gue kira gue telat!” Samira melihat sekeliling teman-temannya yang masih asyik dengan kegiatan masing-masing.
“Iya, masih nunggu guru olahraga. Kan jadwal kita jam pertama olahraga.” terang Selly.
“Loh, bukannya guru olah raganya gag ada ya?“
“Kata anak-anak ada guru olahraga baru. Cakep banget katanya…” sunggut Selly dengan mata berbinar-binar.
“Cih! Genit!” Samira berdecik geli melihat tingkah sahabatnya yang sudah biasa.
Tak lama, siswa yang sedang di luar segera masuk. Mereka terlihat kegemasan sendiri terutama siswinya.
“Ada apaan sih?” Selly kebingungan melihat kelakuan temen-teman perempuan sekelasnya.
“Ada guru olahraga baru lagi jalan ke kelas kita. Cakep banget anjiirrrrrr!!!” seru salah satu gadis dengan wajah merona.
“Wah, sumpah lo!???” Selly ikut terbuai. Sementara Samira hanya mengerlingkan matanya malas.
“Lo liat aja nanti. Di jamin kelepek-kelepek!” sahut gadis tersebut.
Seorang laki-laki bertubuh tegap memasuki ruang kelas Samira. Semua siswa berdiri memberi salam. Terlihat senyuman di wajah laki-laki itu.
“Anjir!!!” dengus Selly yang gelagapan.
“Napa lo? Biasa aja kali!” cetus Samira sambil menarik tangan Selly yang masih terus berdiri padahal siswa lain sudah duduk. Selly menutup mulutnya yang sejak tadi menganga.
“Selamat pagi anak-anak… perkenalkan, saya guru olah raga baru kalian nama saya…..” laki-laki tersebut menuliskan namanya di papan tulis “Barra G Wiradijaya”.
“Sam, lo gag kenal sama cowok itu?” tanya Selly yang terus mengerjapkan matanya tak percaya. Samira hanya mengangkat bahunya tanda tidak peduli.
Selly mengeluarkan handphonenya.
“Ada pertanyaan?” suara Barra kembali terdengar.
“Dia yang semalem nganterin lo pulang! Nih fotonya…” ujar Selly memperlihatkan saat Barra menggendong Samira. Samira melotot tak percaya.
“Pak, kalo G nya itu apa?” tanya salah satu siswi.
“G nya…”
“Gila!!!!” seru Samira reflek saat melihat fotonya di gendong laki-laki itu.
Tanpa Samira sadari suaranya cukup nyaring, hingga menarik perhatian teman-temannya termasuk Barra. Ia berseru di waktu yang tepat, membuat para siswi mengerang kesal pada Samira.
“Siapa itu yang bilang gila?” ujar Barra sambil terus memandang sekeliling kelas tersebut.
“Samy pak!” ujar para siswi bersamaan seraya menunjuk Samira.
“Alaaahhhh mam to the pus lo sam….” Bisik Selly.
Barra berjalan menghampiri Samira dan Selly. Samira menunduk dengan buku yang menutupi wajahnya.
“Siapa yang bilang saya gila?” ujar Barra saat berdiri di samping Samira. Samira hanya tertunduk tanpa berani menunjukkan wajahnya.
“Maaf pak, tadi maksudnya bukan ke bapak, tapi handphone selly…” Samira kebingungan menjelaskannya.
Barra sadar benar siapa gadis yang berada di hadapannya. Ia adalah gadis yang semalam tidur bersamanya. Barra tersenyum, dengan seringai mengintimidasi.
“Oh jadi selain mengumpat saya, kalian juga main handphone di kelas?” lanjut Barra yang gemas melihat wajah Samira.
“Emmm enggak gitu pak, maksud kita….” Selly menatap Samira. Ia pun merasakan kebuntuan yang di rasakan Samira. Mereka saling bertatapan dengan wajah bingung dan saling melempar isyarat yang entah di artikan apa.
“Kamu mau cerita kejadian semalem di kelas?” bisik Barra di telinga Samira. Membuat bulu kuduk Samira berdiri saat hembusan nafas Barra menerpa telinganya. Samira menggelengkan kepala. Barra tersenyum puas melihat gadisnya tak berkutik. “Okey, sekarang kalian ganti baju, kita kelapangan. Dan kalian berdua, tunggu hukuman kalian!” lanjut Barra.
Samira dan selly hanya mampu mengangguk. Ia pasrah dengan hukuman yang akan mereka terima. Sementara, Barra tertawa dalam hatinya, bisa membuat nyali gadis di hadapannya menciut begitu saja. Merasa puas? Tentu saja!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Chybie Abi MoetZiy
💞💞💞💞💞💞💞💞
2021-07-17
1
⚔️👑𝟚𝟙ℕ⚔️ 𝕁𝕦𝕞ဣ࿐༻
HAHAHAHAHA
2021-01-29
2