Reîncarnarea În Trecut
Mencintai dalam sepi
Dan rasa sabar mana lagi
Yang harus kupendam
Dalam mengagumi dirimu...
Melihatmu genggam tangannya
Nyaman di dalam pelukannya
Yang mampu membuatku tersadar
Dan sedikit menepi...
Kau yang pernah singgah di sini
Dan cerita yang dulu
Kau ingatkan kembali
Tak mampu aku tuk mengenang lagi
Biarlah cerita kita pupus di hati...
Tak ada waktu kembali
Untuk mengulang lagi
Mengenang dirimu di awal dulu
Ku tau dirimu dulu
Hanya meluangkan waktu
Sekedar melepas kisah sedihmu...
Air mataku kini meluruh deras. Mendengar alunan lagu yang sangat menyentuh hatiku membuat potongan-potongan kisah yang dulu terjalin kini berputar kembali. Jantungku sesak dan hatiku terasa diremas-remas saat melihatnya dengan mudah melepas semua yang kukorbankan deminya.
"Bodoh!" rutukku dalam hati.
Dengan sigap aku langsung berlari dan menyusuri jalanan yang entah mengapa terasa sangat sunyi.
BRAKKK
Tubuhku terasa terpental aku.. aku tak tahu apa yang terjadi.. ini semua terjadi begitu cepat...
Tess..
Tesss...
Sesuatu mengalir dari kening dan lututku terasa begitu hangat. Aku pun tersenyum miris dan dengan mata sayu aku melihat sebuah mobil yang entah datang dari mana, melaju tanpa menghiraukan diriku yang tertabrak olehnya.
"Mungkin inilah akhir dari kehidupanku," ujarku lirih sebelum benar-benar menutup mataku yang terasa sangat berat.
...........
Mataku terasa berat. Namun, entah mengapa rasanya ingin kubuka lebar. Dengan sedikit paksaan mataku mulai terbuka perlahan.
"Engghh... dimana ini?" tanyaku mencoba mengedarkan pandanganku ke segala arah. Namun, yang kuperoleh adalah sesuatu yang blur, semua nampak begitu buram di mataku.
"Nona sudah bangun?" tanya wanita paruh baya yang berpenampilan layaknya seorang tabib istana yang sering kutonton di film-film kerajaan.
"Maaf, Anda siapa dan dimana ini?" tanyaku lirih.
"Maaf, nona. Saya tabib istana dan ini di kediaman nona sendiri," jawabnya sopan.
"Kenapa mataku tak bisa melihat dengan jelas? Ini terasa buram."
"Maaf beribu maaf, nona. Saya tak bisa menjelaskan secara spesifik tentang yang terjadi pada kedua mata nona. Tapi saya bisa memberi tahu obat apa yang bisa menyembuhkan kedua bola mata nona."
..........
Selepas perbincangan itu, aku memilih memejamkan kembali kelopak mataku.
Otakku sedari tadi sibuk memikirkan apa yang terjadi padaku sebenarnya.
Kenapa aku tidak meninggal dunia dan malah terlempar kedunia yang sama sekali tidak kuketahui.
"Hufftt.. tubuh milik siapa ini? Dan mengapa jiwaku terlempar ke tubuh ini?"
"Ya tuhan, apa kau tak puas dengan penderitaan yang telah terjadi di kehidupanku yang sebelumnya? Mengapa kau mempermainkan hidupku ini?" gumamku meratapi nasib yang terjadi begitu saja tanpa memberi peringatan terlebih dahulu.
Saat mataku telah sepenuhnya terpejam dan akan segera menyelami indahnya alam bawah sadar, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dengan derap kaki yang terdengar seperti berlari-lari kecil.
"Nona!" teriak lirih seorang pria berpakaian lusuh dengan bekas luka cambuk di seluruh tubuhnya.
"Engghh.." lenguhku pelan, kemudian mencari sumber suara.
Nampaklah seorang pria dengan baju pelayan yang nampak lusuh. Di baju itu terlihat bercak-bercak darah yang nampak begitu banyak. Darahnya masih terlihat segar hingga menyebabkan bau anyir mengguar dari tubuhnya.
"Siapa kau? Dan apa yang terjadi padamu?" tanyaku binggung. Namun, mataku tak henti-hentinya memindai semua bagian tubuhnya. Hingga akhirnya mata buramku menemukan bekas cambuk yang masih terlihat baru.
"Nona? Apa nona tidak mengingat saya?"
"Maaf aku tidak mengingat apa pun," balasku.
"Baiklah, mungkin luka nona membuat Anda kehilangan ingatan, nona. Saya akan bersedia menceritakan semua yang terjadi pada nona," jawab sosok itu lembut, terpatri senyuman indah di bibirnya.
"Sebaiknya, kau bersihkan tubuhmu terlebih dahulu."
"Baik nona, perkataan nona adalah perintah untukku."
Sosok pria itu pun keluar dari kediaman yang katanya kediamanku. Dan aku kembali meneruskan niatku untuk tidur.
.....
Kepalaku terasa begitu berat, ingatan yang kuperoleh dari tubuh ini sangat minim.
Dan yang kuingat hanya saat-saat penyiksaan kejam yang terjadi padanya, itu pun tak jelas.
"Ya ampun, kau hanya bisa menyusahkanku, wahai pemilik tubuh," gerutuku kesal.
"Nona? Nona baik-baik saja kan?" pertanyaan itu terlontar dari pria yang sama. Namun, sekarang keadaannya terlihat lebih baik. Aku yang melihatnya hanya tersenyum kecil.
"Yeah, lumayan," balasku pelan.
"Sekarang kau duduklah, apa kau tak pegal jika berdiri terus menerus seperti itu?"
"Emm... tidak, nona. Saya sudah terbiasa melakukanya," balasnya sopan dengan posisi yang sama.
"Ohh, oke. Tapi bolehkah aku tahu namamu?"
"Nama saya, Tin Bao. Dan nona sering memanggil saya Bao."
"Baiklah, Bao. Aku ingin kau menceritakan tentang diriku, ceritakanlah semua yang kau ketahui."
"Baik, nona. Perkataan nona adalah perintah," balas Bao tegas.
"Begitu ya? Ya sudah, sekarang kau duduk dan mulailah bercerita!"
"Tapi.."
"Tidak ada tapi-tapian, turutilah perkataanku. Katamu perkataanku adalah perintah bagi mu?" balasku membalikkan ucapannya.
"Baiklah, nona." Bao pun segera mendudukkan pantatnya ke lantai.
"Kenapa kau duduk di situ?" tanyaku bingung dengan tingkah pelayanku sendiri.
"Memang saya salah ya, nona?" Bao hanya menampilkan wajah polosnya yang mendongak ke arahku berada.
"Yaakk, kau salah besar!" teriakku keras yang sayangnya hanya mengeluarkan suara yang sangat kecil.
"Salah saya apa, nona? bukankah pelayan harus sopan terhadap junjungannya? Jadi, saya memilih duduk disini," balas Bao masih dengan wajah polosnya yang membuatku gemas sendiri.
"Hufftt.. ayolah kau lebih tua daripada aku, dan aku yakin kau yang telah merawatku dari dulu. Jadi, kau sudah kuanggap sebagai kakak.." jelasku panjang lebar.
"Dan sekarang aku ingin kau menganggapku sebagai adikmu. Jadi, kau harus duduk di sini," tambahku seraya menepuk-nepuk bagian lain di kasur tempatku berbaring.
"Tapi saya hanya pelayan, nona. Kasta saya rendah. Saya tak pantas," balas Bao lirih.
"Tidak, itu tidak benar. Kau tahu bukan, bahwa aku tak diinginkan dikeluarga ini.." balasku mencoba menatap meniknya.
"Nona.." lirih Bao seraya mengalihkan pandangannya.
"Ya.. aku tahu bahwa aku kehilangan ingatanku. Tapi, saat melihat keadaan kediamanku sendiri yang terlihat tak pantas ditinggali membuatku sadar bahwa aku tak pernah diinginkan. Apa itu benar?"
Mataku memang buram dan aku tak dapat melihat wajah pria itu ataupun ruangan ini dengan jelas. Jadi, itu adalah salah satu ingatan milik tubuh ini.
Bao hanya diam tak menjawab, matanya beralih kelantai tanah yang baru saja ia duduki. Hal itu membuatku tersenyum miris.
"Jadi itu benar kan?" gumamku miris dan masih bisa didengar Bao.
Bao yang mendengar hanya bisa menghela napasnya.
"Iya, nona," ujar lirih Bao mulai buka suara.
"Bao, kau tahu mataku tak bisa melihat dengan jelas dan ingatan yang tersisa hanya saat diriku disiksa. Aku masih ingat ruangan ini, tapi sayangnya aku tak ingat rupamu," gumanku jujur, walaupun tak semua aku katakan.
"Tapi aku yakin, kalau kak Bao memiliki paras yang tampan.. hahaha.." tambahku seraya tertawa lepas. Namun, sayangnya tubuh ini sangat cengeng seperti yang dulu. Hingga tanpa sadar, mataku mengalirkan buliran cairan dengan amat deras.
"Nona, saya tidak masalah jika nona melupakan seperti apa rupa saya, tapi saya tidak rela bila melihat nona menangis karena saya." Tanpa ragu Bao mendekat lalu menghapus air mata yang mengalir di pipiku.
Aku yang merasakan kulit tangannya di daerah pipiku hanya tersenyum lembut.
"Terimakasih, kak Bao. Sungguh, aku menyayangimu melebihi saudara-saudaraku," jawabku tersenyum lebar dan dengan sedikit tenaga yang tersisa aku segera bangun dan memeluk tubuhnya pelan.
Tanpa kuketahui, tubuh kak Bao tiba-tiba menegang hingga lupa bernapas. Wajahnya pun merah padam dan dengan pelan ia melepaskan pelukannya lalu menutup wajahnya.
"Kak Bao, kenapa?" tanyaku polos, dan dengan sigap aku menyentuh pelan dahinya.
"Kak, kau demam ya? Kok panas banget dahinya. Dan kayaknya wajah kak Bao memerah?" tanyaku lagi.
"Emm.. saya pergi dulu, nona.." balasnya gugup kemudian bangkit dengan cepat membuat ranjangku bergetar.
"Kak Bao, jangan panggil aku nona. Panggil aku adik!" teriakku mengiringi langkah cepatnya keluar dari ruangan ini.
"Hufftt, padahal kak Bao belum cerita semua hal tentang tubuh ini, dan aku belum mengetahui namanya," gumamku lirih dan bingung dengan keadaan yang terjadi.
_______-_______
*bersambung..
jangan lupa like dan comentnya guys😊
ah dan jangan lupa juga follow akun author ini dan editor(@ jan kepo) ya..
see you*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Wanda Wanda i
mampir nih Thor semoga critanya bagus
2023-12-09
0
Hasri Hayati
mampir dlu thor
2021-09-02
0
꧁◇࿌ེེྂ_Pasulow_࿌ེེྂ◇꧂
Uohoho... Bao juga manusia
Bisa salting juga ternyata
2021-02-07
2