NovelToon NovelToon

Reîncarnarea În Trecut

prolog

Mencintai dalam sepi

Dan rasa sabar mana lagi

Yang harus kupendam

Dalam mengagumi dirimu...

Melihatmu genggam tangannya

Nyaman di dalam pelukannya

Yang mampu membuatku tersadar

Dan sedikit menepi...

Kau yang pernah singgah di sini

Dan cerita yang dulu

Kau ingatkan kembali

Tak mampu aku tuk mengenang lagi

Biarlah cerita kita pupus di hati...

Tak ada waktu kembali

Untuk mengulang lagi

Mengenang dirimu di awal dulu

Ku tau dirimu dulu

Hanya meluangkan waktu

Sekedar melepas kisah sedihmu...

Air mataku kini meluruh deras. Mendengar alunan lagu yang sangat menyentuh hatiku membuat potongan-potongan kisah yang dulu terjalin kini berputar kembali. Jantungku sesak dan hatiku terasa diremas-remas saat melihatnya dengan mudah melepas semua yang kukorbankan deminya.

"Bodoh!" rutukku dalam hati.

Dengan sigap aku langsung berlari dan menyusuri jalanan yang entah mengapa terasa sangat sunyi.

BRAKKK

Tubuhku terasa terpental aku.. aku tak tahu apa yang terjadi.. ini semua terjadi begitu cepat...

Tess..

Tesss...

Sesuatu mengalir dari kening dan lututku terasa begitu hangat. Aku pun tersenyum miris dan dengan mata sayu aku melihat sebuah mobil yang entah datang dari mana, melaju tanpa menghiraukan diriku yang tertabrak olehnya.

"Mungkin inilah akhir  dari kehidupanku," ujarku lirih sebelum benar-benar menutup mataku yang terasa sangat berat.

...........

Mataku terasa berat. Namun, entah mengapa rasanya ingin kubuka lebar. Dengan sedikit paksaan mataku mulai terbuka perlahan.

"Engghh... dimana ini?" tanyaku mencoba mengedarkan pandanganku ke segala arah. Namun, yang kuperoleh adalah sesuatu yang blur, semua nampak begitu buram di mataku.

"Nona sudah bangun?" tanya wanita paruh baya yang berpenampilan layaknya seorang tabib istana yang sering kutonton di film-film kerajaan.

"Maaf, Anda siapa dan dimana ini?" tanyaku lirih.

"Maaf, nona. Saya tabib istana dan ini di kediaman nona sendiri," jawabnya sopan.

"Kenapa mataku tak bisa melihat dengan jelas? Ini terasa buram."

"Maaf beribu maaf, nona. Saya tak bisa menjelaskan secara spesifik tentang yang terjadi pada kedua mata nona. Tapi saya bisa memberi tahu obat apa yang bisa menyembuhkan kedua bola mata nona."

..........

Selepas perbincangan itu, aku memilih memejamkan kembali kelopak mataku.

Otakku sedari tadi sibuk memikirkan apa yang terjadi padaku sebenarnya.

Kenapa aku tidak meninggal dunia dan malah terlempar kedunia yang sama sekali tidak kuketahui.

"Hufftt.. tubuh milik siapa ini? Dan mengapa jiwaku terlempar ke tubuh ini?"

"Ya tuhan, apa kau tak puas dengan penderitaan yang telah terjadi di kehidupanku yang sebelumnya? Mengapa kau mempermainkan hidupku ini?" gumamku meratapi nasib yang terjadi begitu saja tanpa memberi peringatan terlebih dahulu.

Saat mataku telah sepenuhnya terpejam dan akan segera menyelami indahnya alam bawah sadar, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dengan derap kaki yang terdengar seperti berlari-lari kecil.

"Nona!" teriak lirih seorang pria berpakaian lusuh dengan bekas luka cambuk di seluruh tubuhnya.

"Engghh.." lenguhku pelan, kemudian mencari sumber suara.

Nampaklah seorang pria dengan baju pelayan yang nampak lusuh. Di baju itu terlihat bercak-bercak darah yang nampak begitu banyak. Darahnya masih terlihat segar hingga menyebabkan bau anyir mengguar dari tubuhnya.

"Siapa kau? Dan apa yang terjadi padamu?" tanyaku binggung. Namun, mataku tak henti-hentinya memindai semua bagian tubuhnya. Hingga akhirnya mata buramku menemukan bekas cambuk yang masih terlihat baru.

"Nona? Apa nona tidak mengingat saya?"

"Maaf aku tidak mengingat apa pun," balasku.

"Baiklah, mungkin luka nona membuat Anda kehilangan ingatan, nona. Saya akan bersedia menceritakan semua yang terjadi pada nona," jawab sosok itu lembut, terpatri senyuman indah di bibirnya.

"Sebaiknya, kau bersihkan tubuhmu terlebih dahulu."

"Baik nona, perkataan nona adalah perintah untukku."

Sosok pria itu pun keluar dari kediaman yang katanya kediamanku. Dan aku kembali meneruskan niatku untuk tidur.

.....

Kepalaku terasa begitu berat, ingatan yang kuperoleh dari tubuh ini sangat minim.

Dan yang kuingat hanya saat-saat penyiksaan kejam yang terjadi padanya, itu pun tak jelas.

"Ya ampun, kau hanya bisa menyusahkanku, wahai pemilik tubuh," gerutuku kesal.

"Nona? Nona baik-baik saja kan?" pertanyaan itu terlontar dari pria yang sama. Namun, sekarang keadaannya terlihat lebih baik. Aku yang melihatnya hanya tersenyum kecil.

"Yeah, lumayan," balasku pelan.

"Sekarang kau duduklah, apa kau tak pegal jika berdiri terus menerus seperti itu?"

"Emm... tidak, nona. Saya sudah terbiasa melakukanya," balasnya sopan dengan posisi yang sama.

"Ohh, oke. Tapi bolehkah aku tahu namamu?"

"Nama saya, Tin Bao. Dan nona sering memanggil saya Bao."

"Baiklah, Bao. Aku ingin kau menceritakan tentang diriku, ceritakanlah semua yang kau ketahui."

"Baik, nona. Perkataan nona adalah perintah," balas Bao tegas.

"Begitu ya? Ya sudah, sekarang kau duduk dan mulailah bercerita!"

"Tapi.."

"Tidak ada tapi-tapian, turutilah perkataanku. Katamu perkataanku adalah perintah bagi mu?" balasku membalikkan ucapannya.

"Baiklah, nona." Bao pun segera mendudukkan pantatnya ke lantai.

"Kenapa kau duduk di situ?" tanyaku bingung dengan tingkah pelayanku sendiri.

"Memang saya salah ya, nona?" Bao hanya menampilkan wajah polosnya yang mendongak ke arahku berada.

"Yaakk, kau salah besar!" teriakku keras yang sayangnya hanya mengeluarkan suara yang sangat kecil.

"Salah saya apa, nona? bukankah pelayan harus sopan terhadap junjungannya? Jadi, saya memilih duduk disini," balas Bao masih dengan wajah polosnya yang membuatku gemas sendiri.

"Hufftt.. ayolah kau lebih tua daripada aku, dan aku yakin kau yang telah merawatku dari dulu. Jadi, kau sudah kuanggap sebagai kakak.." jelasku panjang lebar.

"Dan sekarang aku ingin kau menganggapku sebagai adikmu. Jadi, kau harus duduk di sini," tambahku seraya menepuk-nepuk bagian lain di kasur tempatku berbaring.

"Tapi saya hanya pelayan, nona. Kasta saya rendah. Saya tak pantas," balas Bao lirih.

"Tidak, itu tidak benar. Kau tahu bukan, bahwa aku tak diinginkan dikeluarga ini.." balasku mencoba menatap meniknya.

"Nona.." lirih Bao seraya mengalihkan pandangannya.

"Ya.. aku tahu bahwa aku kehilangan ingatanku. Tapi, saat melihat keadaan kediamanku sendiri yang terlihat tak pantas ditinggali membuatku sadar bahwa aku tak pernah diinginkan. Apa itu benar?"

Mataku memang buram dan aku tak dapat melihat wajah pria itu ataupun ruangan ini dengan jelas. Jadi, itu adalah salah satu ingatan milik tubuh ini.

Bao hanya diam tak menjawab, matanya beralih kelantai tanah yang baru saja ia duduki. Hal itu membuatku tersenyum miris.

"Jadi itu benar kan?" gumamku miris dan masih bisa didengar Bao.

Bao yang mendengar hanya bisa menghela napasnya.

"Iya, nona," ujar lirih Bao mulai buka suara.

"Bao, kau tahu mataku tak bisa melihat dengan jelas dan ingatan yang tersisa hanya saat diriku disiksa. Aku masih ingat ruangan ini, tapi sayangnya aku tak ingat rupamu," gumanku jujur, walaupun tak semua aku katakan.

"Tapi aku yakin, kalau kak Bao memiliki paras yang tampan.. hahaha.." tambahku seraya tertawa lepas. Namun, sayangnya tubuh ini sangat cengeng seperti yang dulu. Hingga tanpa sadar, mataku mengalirkan buliran cairan dengan amat deras.

"Nona, saya tidak masalah jika nona melupakan seperti apa rupa saya, tapi saya tidak rela bila melihat nona menangis karena saya." Tanpa ragu Bao mendekat lalu menghapus air mata yang mengalir di pipiku.

Aku yang merasakan kulit tangannya di daerah pipiku hanya tersenyum lembut.

"Terimakasih, kak Bao. Sungguh, aku menyayangimu melebihi saudara-saudaraku," jawabku tersenyum lebar dan dengan sedikit tenaga yang tersisa aku segera bangun dan memeluk tubuhnya pelan.

Tanpa kuketahui, tubuh kak Bao tiba-tiba menegang hingga lupa bernapas. Wajahnya pun merah padam dan dengan pelan ia melepaskan pelukannya lalu menutup wajahnya.

"Kak Bao, kenapa?" tanyaku polos, dan dengan sigap aku menyentuh pelan dahinya.

"Kak, kau demam ya? Kok panas banget dahinya. Dan kayaknya wajah kak Bao memerah?" tanyaku lagi.

"Emm.. saya pergi dulu, nona.." balasnya gugup kemudian bangkit dengan cepat membuat ranjangku bergetar.

"Kak Bao, jangan panggil aku nona. Panggil aku adik!" teriakku mengiringi langkah cepatnya keluar dari ruangan ini.

"Hufftt, padahal kak Bao belum cerita semua hal tentang tubuh ini, dan aku belum mengetahui namanya," gumamku lirih dan bingung dengan keadaan yang terjadi.

_______-_______

*bersambung..

jangan lupa like dan comentnya guys😊

ah dan jangan lupa juga follow akun author ini dan editor(@ jan kepo) ya..

see you*...

satu

"Aku harus bagaimana?? Hufftt... namaku yang sekarang saja belum tahu" gumamku pelan seraya memikirkan hal apa yang akan kulakukan kedepannya. Aku tak mungkin selamanya seperti ini. Dan lagi aku juga tak ingin merasakan penyiksaan yang dapat terjadi kapan saja.

"Andai aku tak seceroboh itu, mungkin aku masih hidup dikehidupanku sendiri."

"Kau sungguh bodoh Hisma!!" Teriak ku pelan dengan tangan yang tak henti-hentinya memukul kepalaku yang terlalu bodoh itu.

"Seharusnya aku tak pernah mengenalnya. Sungguh ini menyakitkan, kenapa aku bisa bisanya mencintai seseorang yang sama sekali tak melirik ku. Ya tuhann.." air mataku kembali mengalir. Dadaku sesak dan dengan sekuat tenaga, aku tak henti-hentinya memukul dadaku yang sesak itu. Berharap rasa sesak itu segerah menghilang. Sungguh aku tak ingin merasakannya lagi.

.

..

....

Flash back  on

...

..

.

Hai namaku Ahisma Dwi Fajarloka, disaat itu aku hidup sebagai mahasiswi disalah satu universitas didaerahku.

Hidupku mengalir begitu saja.

Hingga akhirnya aku menemukan sosok yang membuat hatiku bergetar.

Ini adalah yang pertama kali kurasakan.

Sebab itu aku selalu mencari kesempatan untuk menatapnya dari jauh.

Hingga suatu kejadian yang tak  terduga terjadi dan membuatku aku dan dia bisa dekat, kemudian saling mengenal. Merasakan hal itu bagai mimpi bagiku. Ia idolaku dan aku jatuh cinta padanya, walau tak yakin dia akan menerima cinta dari gadis sepertiku.

Disisi lain aku memiliki satu sahabat yang paling ku sayang. Dia selalu ada disampingku. Namanya Mutiara Madiata.

Rupanya yang begitu sempurna dan indah seperti namanya, membuatnya bisa dengan mudah mendapatkan apa yang dia mau. Termasuk masalah kekasih. Setiap saat kudapati ia tengah berjalan dengan lelaki yang rupanya pun tak bisa dipungkiri ketampanan nya. walau bagitu, bagiku ia masih kalah tampan dengan sosok yang ku suka.

Waktu mengalir  bagai air dan rasa cinta ku padanya semakin dalam bagaikan sebuah palung. hal itu terjadi saat ia memberikan ku sebuah harapan. Gadis mana yang tak berharap jika dikasih harapan. Apa lagi yang memberi harapan itu adalah sosok yang sangat dicinta.

Namun sayangnya semua itu hanyalah suatu kebohongan semata, disini aku tak ingin menceritakan semua kesedihanku.

Tapi aku berharap ia tak akan menyesal dan mendapatkan yang terbaik, walau pun harus melukai hatiku. Karna aku rela berkorban demi kebahagiannya.

.

..

...

Flash back off..

...

..

.

Sungguh sekarang aku menyesal melakukan hal itu. Betapa bodohnya aku yang tak sama sekali memperdulikan perasaanku sendiri. Padahal hati ku juga butuh bahagia.

"Ya tuhann.. apa ini salah satu kebaikanmu padaku?? Jika iya, aku akan berusaha memperbaiki semua kebodohanku yang pernah terjadi. Dan berusaha keras agar semua tak terjadi kedua kalinya." Gumamku dengan mata terpejam dan meredam semua pikiran buruk yang terjadi sebelumnya.

"Ya tuhan.. terimakasih atas kebaikanmu.. dan maaf telah berburuk sangka dengan takdir yang engkau ciptakan" air mataku kembali meluruh tanpa diminta, mulai saat ini aku akan menata kembali kehidupanku dan berharap semua akan berakhir indah.

.........

"Nona bangunlah, ini sudah pagi." Ucap Bao dengan kedua tangan yang tak henti-hentinya menggerakan bahuku.

"Engg.. kak Bao, kau menyebalkan. Aku tak ingin bangun!!" Cetusku masih dengan mata terpejam.

"Nona kumohon.. saya tak ingin melihat nona dihukum oleh saudara nona karena bangun kesiangan.. kumohon nona" tanpa basa basi Bao segera  bersujud dihadapanku.

"Bao bangun lah!!! aku tak suka kau melakukan itu didepanku." Aku yang melihatnya itu tanpa sadar langsung membentaknya bahkan kata 'kak' yang biasa ku sematkan kini tak ku ucapkan.

Dengan bergetar Bao segera bangkit dari sujudnya. Matanya tak berani menatap kedua manik indah junjunganya, ia masih terlalu kaget dengan bentakan itu.

"Kak Bao, maaf aku tak sengaja membentakmu, apa lagi membentak orang yang berjasa membesarkanku hingga sekarang. Kak maaf ya.." aku yang melihat reaksi kak Bao yang begitu ketakutan hanya bisa menyesal. Sungguh aku tak sengaja melakukannya, dan aku tak suka saat melihatnya seperti itu.

Dengan langkah  terpincang-pincang aku berusaha mendekati tubuh kak Bao.

Grepp...

"Kak maaf, maafkan aku kak Bao. Aku sungguh tak sengaja, hikss.. aku tak suka mendengar mu memangilku nona, dan aku sangat benci melihatmu bersujud dihadapanku.. hikss.. hikss" ku peluk tubuhnya erat, bahkan aku tak memperdulikan bahwa pelukanku ini membuatnya tersentak kaget.

"Kak.. hikss.."

"Maaf ini bukan salah anda, saya hanya kaget nona.." balas Bao menormalkan ketegangan yang menimpa dirinya, dan kemudian mengusap punggung ku pelan.

"Aku tak suka mendengarmu memanggilku nona, panggil aku Adik!! kak Bao" cetusku ketus dengan tatapan tajam yang kulemparkan kearahnya.

"Baiklah kalau begitu. Tapi Adik jangan nangis ya.." ucapnya melepas pelukanku dan mengangkat tanganya kemudian mengusap pipiku yang basah dengan kedua ibu jarinya.

"Baik..." balasku tersenyum lebar.

"Kak Bao katanya kakak ingin menyeritakan semua hal yang kakak ketahui tentang ku?"

"Ha?? Benarkah? Bukanya sudah??" Tanya Bao membalikkan pertanyaan.

Aku hanya memutar mata malas, sungguh ini menyebalkan.

"Belumm kak!! Auahh.. aku sekarang ngambekk!!!" Cetusku memalingkan wajah.

"Eeehh jangan gitu dong, saya hanya bercanda.." ujar Bao lalu mengaruk lehernya yang tidak gatal sama sekali.

"Hufftt.. oke karna aku tak ingin berlama-lama maka ceritakankan lah dengan rinci dan mudah dipahami ya kak Bao ku sayang..." pintaku yang diakhiri dengan sedikit godaan wkwk...

Mendengar itu membuat telinga Bao memerah, ia pun menjadi gugup. Tapi dengan cepat ia menormalkan kegugupannya. Setelah semua kembali normal.

Bao pun menceritakan semua kejadian terjadi tanpa ada kebohongan yang terselip di setiap kata yang ia lontarkan.

Aku yang mendengarnya hanya mengganguk kepala sambil mencoba mengingat ingat kembali. Sayang nya hasilnya nihil.

"Jadi namaku Lan Xiang dan aku anak terakhir permaisuri kerajanan Lan,  Lan Xi" cetusku menarik kesimpulan.

"Dan aku terlahir bersamaan dengan terbunuhnya Permaisuri Lan Xi karna berusaha menyelamatkanku. Dan karna itu semua saudaraku benci padaku, bahkan Kaisar Lan Bio yang merupakan ayah kandungku." Tambahku.

"Benar.." balas Bao.

"Sungguh takdir ini begitu rumit hanya karna suatu hal yang seharusnya tak bisa dijadikan alasan" gerutu kesal.

"Hufft kenapa meraka menarik kesimpulan yang membuat keadaanku begitu rumit, jika dulu aku bisa memilih, maka aku memilih mati dari pada hidup dengan penuh penderitaan seperti ini" gumamku lirih lalu mengacak-acak rambutku sebal.

"Huufftt..." akh menghela napas kasar lagi dan mencoba menjernihkan pikiranku.

Ibunda permaisuri disini aku diberikan kesempatan kedua menggunakan tubuh anakmu. Aku kan berjanji untuk memperbaiki semua dan menerima keadaan, tak kan ku biarkan pengorbananmu sia-sia begitu saja. Aku sumpah.

" Nona saya pamit menyiapan air untuk nona mandi." Ujar Bao sebelum meninggalkan ku.

Sedangkan aku yang mendengarnya langsung menatap punggung tajam.

"Kak Bao, panggil aku Xiang'er!!" Teriakku sebal.

Bao yang mendengar teriakan junjungannya dari jauh hanya terkekeh geli.

Namun dihati nya, Bao merasa ada yang menjanggal. Kenapa sikap junjunganmya berubah drastis? Apa karna luka yang membuatnya lupa akan ingatan itu juga membuat junjunganya lupa akan sikapnya dulu?

Entahlah Bao masih tidak yakin dengan pemikirannya itu.

Tapi melihat perubahan itu, Bao merasa senang. Karna setidaknya perubahan yang terjadi itu memberi dampak positif untuk junjunganya.

"Semoga perubahan nona membawa dampak baik.. dan menyadarkan anggota kerajaan lain yang membenci nona.." gumam lirih Bao.

............                                      .

........                 🙋‍♀️                    ..

....         bersambung             ....

..    salam dari Author    ........

.                                         ...........

dua

"Kak Bao.." panggilku membuat Bao yang awalnya fokus dengan rambutku yang ada di tangannya langsung beralih menatapku.

"Ada apa Xiang'er?"

"Emm, Kak. Aku ingin kakak menata rambutku seperti seorang pria pada umumnya," ujarku sembari menatap pantulan diriku di cermin.

"Tapi untuk apa Xiang'er?" tanya Bao menatap bingung ke arahku.

"Aku ingin menyelinap keluar, Kak. Kau tahu kan kalau mataku kini tak bisa melihat dengan jelas. Jadi, aku akan keluar mencari obat untuk mataku ini" jelasku.

"Tapi itu akan berbahaya," seru Bao menatap wajahku penuh kekhawatiran.

'Emm, sepertinya kak Bao tak ingin aku terluka karna kejamnya dunia luar,' batinku.

"Aku tak peduli hal itu. Aku hanya tak ingin mataku menjadi tak berguna," ujarku kekeh.

"Hufftt, baiklah kalau itu mau Xiang'er. Tapi izinkan saya menemani karna di luar sana berbahaya untuk anda," ujar Bao mengalah.

"Hm, baiklah. Kau boleh ikut denganku, kak." izinku seraya menganggukan kepala semangat.

Bao pun segera menyelesaikan tugasnya yaitu menata rambutku. Kemudian, pergi sebentar untuk mengambil hanfu berwarna hitam miliknya dan memberikannya padaku. Dengan bantuannya aku mencoba memakai hanfu itu.

Sekarang dapat kulihat dengan sedikit jelas bagaimana penampilanku. Dan aku puas saat melihat penampilanku sendiri.

"Kak, apa aku sudah tampan?" tanyaku sambil mencoba menampilkan raut wajah sok tegas dengan kedua tangan yang kuselipkan di pinggang. Tak lupa juga membusungkan dadaku ke depan layaknya seorang model baju.

"Anda seorang perempuan, Xiang'er. Jadi, anda terlihat cantik," balas Bao polos yang membuatku langsung cemberut dan menatapnya sebal.

"Terserah!" ketusku lalu berjalan meninggalkannya.

•••

"Kak, apa setiap hari keadaan di kediamanku selalu sepi seperti ini?" Mataku tak henti-hentinya memperhatikan lorong-lorong yang ada di sekitar kediamanku. Tapi yang kudapat hanyalah kesepian, tidak ada pelayan atau prajurit yang berjaga. Bahkan, dapat kulihat bahwa lorong ini seperti lorong yang tak pernah dirawat.

"Benar kata anda. Yang Mulia Kaisar melarang para penghuni istana masuk ke kediaman anda. Bahkan, beliau akan menghukum siapapun yang melanggarnya" jelas Bao lirih.

"Jadi, hanya kau dan aku yang boleh tinggal di sini. Lalu bagaimana dengan saudara-saudaraku yang datang dan menghukumku. Bukankah mereka juga dilarang masuk?" tanyaku lagi. Aku tak terima diperlakukan seperti ini.

"Itulah yang ingin saya tambahkan. Para pelayan atau prajurit bisa masuk ke kediaman ini jika memperoleh izin dari Yang Mulia Kaisar. Dan untuk anggota kerajaan, mereka bisa sesuka hati datang ke kediamanan anda."

"Yang benar saja, ini tidaklah adil," gumamku penuh penekanan.

•••

"Jadi kita akan ke mana?" tanya Bao setelah kami berhasil keluar istana.

"Aku harus pergi menuju hutan seribu satu tingkat lima untuk mendapat air suci dari akar melati hitam," jawabku memberi penjelasan.

"Dari mana anda tahu hal itu?"

"Dari tabib istana yang mengobatiku," balasku singkat. Namun, tak kusangka pernyataanku itu membuat Bao menatapku bingung.

"Anda tidak salah lihat kan?" tanya Bao tak percaya.

"Apanya yang salah, kau kira aku bohong ya? Kenapa kau tak percaya dengan ucapanku?"

"Sungguh sedari awal anda pingsan tidak ada seorang tabib yang berani datang untuk mengobati anda. Bahkan, Yang Mulia Kaisar membari titah kepada penghuni istana untuk tidak mendatangi anda. Karena itulah saya dihukum cambuk," terang Bao menjelaskan hal yang sama sekali tak kuketahui.

"Jadi itu sebabnya kau terluka, kak Bao?" beoku memperjelas ucapanya.

"Iyaa.."

"Lantas siapa tabib wanita itu?" gumamku bingung. "Ahh.. semua itu tak penting."

"Kak, sekarang aku sudah memutuskan kalau aku akan mencari obat itu sambil berpetualang. Sungguh aku sudah sangat menderita saat berada di dalam istana itu dan aku ingin melepaskan semua yang kumiliki. Sebagai gantinya, aku akan menikmati kebebasan," putusku tiba-tiba. Entahlah, aku tak tahu kenapa tiba-tiba memutuskan suatu hal begitu saja. Tapi saat kupikir kembali, keputusanku tidaklah buruk dan aku tak akan menyiakan-nyiakan kesempatan untuk pergi. Suatu saat nanti aku akan kembali untuk menghancurkan mereka perlahan-lahan.

"Jadi, apakah kak Bao ingin ikut denganku?"

Bao yang melihat nonanya hanya tersenyum lalu menjawab, "Tentu, dengan senang hati."

"Baiklah... mari kita berpetualang!" teriakku penuh semangat.

"Ehh, kak. Apa kau tahu tempatnya?" Aku berhenti melangkah dan menghadap ke arah kak Bao.

"Eh... Saya sih pernah mendengarnya tapi tidak tahu di mana tepatnya," Bao menggaruk kepalanya pelan dan kembali berpikir.

"Lalu, bagaimana kita bisa pergi. Sedangkan lokasinya saja tidak tahu ?!" teriakku frustasi dan mengacak-acak rambutku.

•••

"Kak Bao, kenapa kita ke sini?!" gerutuku kesal saat tiba-tiba tanganku diseret Bao hingga berhenti di tempat yang nampak sudah sangat tua. Selain itu, suasana hening yang dipadukan dengan arsitektur cina kuno membuat tempat itu terlihat misterius. Dan sepertinya tempat itu adalah sebuah perpustakaan atau mungkin sebuah toko buku yang sudah berjalan sangat lama.

"Mungkin di sini anda dapat menemukan petujuknya," balas Bao tanpa memperdulikan gerutuanku.

Aku yang masih kesal hanya diam tak menjawab.

"Ayo kita masuk!"

Kami pun memasuki tempat itu dan disambut dengan tatapan dingin seorang wanita tua dengan tongkat kayu yang membatunya berdiri tegak. Aku yang melihatnya bergidik ngeri dengan tatapannya itu.

"Permisi, nek," sapaku gugup dan mencoba ramah.

"Apa yang membuat kalian kesini ?" tanya nenek itu datar.

"Eum, nek, kami hanya mencari petunjuk untuk pergi ke hutan Seribu Satu tingkat 5," jawabku lirih sambil menginjak kaki Bao hingga ia berteriak kesakitan.

"Auuhh!" teriak Bao yang mendapatkan tatapan intimindasi dari sang nenek.

Melihat itu, aku hanya menahan tawa melihat ekspresi Bao yang nampak gugup dengan tatapan itu.

"Apa kita bisa mendapat petunjuk itu ?" Aku memberanikan diri bertanya.

"Ada keperluan apa kalian ke sana ?" balas nenek itu kembali bertanya.

"Apa saya harus menjawab?" balasku tak mau kalah.

"Hahha.. kau pemberani nak," kekehnya tertawa sinis. Sedangkan aku hanya terdiam.

"Baiklah, lagi pula aku sudah tahu alasan kalian ke sini. Jadi, carilah sendiri karna itu bukan urusanku," ucapnya datar kemudian pergi menghilang entah kemana setelah mengantarkan kami ke ruangan yang sepertinya penuh dengan buku-buku yang berserakan.

"Kak Bao, nenek itu sungguh hebat. Dan aku tak akan mau kalah hebat darinya," ujarku sambil mencoba memegang buku-buku itu satu persatu.

"Bagi saya, nenek itu terlihat begitu menakutkan!" Bao bergidik ngeri saat mengingat tatapan tajam nenek itu.

"Tapi mengapa buku-buku ini dibiarkan berserakan ya?"

"Entahlah.."

Lan Xiang berjalan-jalan sambil memperhatikan satu persatu buku yang berserakan. Rata-rata, buku yang ia temukan adalah buku kuno yang entah isinya apa.

Tiba-tiba, Lan Xiang merasakan suatu tarikan yang membuatnya ingin mendekati satu jendela besar tanpa kaca yang ada di ruangan itu. Bao yang melihat itu pun mengikuti langkahnya.

Akan tetapi, tiba-tiba saja mereka merasakan suatu tarikan yang lebih kuat hingga tubuh mereka ikut terseret tarikan itu.

Sang nenek yang melihat itu hanya diam. Salah satu sudut bibirnya tertarik miring membuat seringaian kejam itu terukir di wajah berkerutnya.

............                                      .

........                 🙋‍♀️                   ..

....         bersambung           ....

...    salam dari Author    .......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!