"Fa,mendekat lah..." Vian dengan suara paraunya yang sedikit serak, memanggilku agar mendekatinya yang sedang terduduk di ranjang megahnya. Dia bertelanjang dada, membuatku panas dingin tak karuan.
Dengan perlahan aku mendekat dan duduk di tepi ranjangnya.
Vian menarik ku, tangan nya menyentuh tengkukku hingga membuat wajah kami sangat dekat.
Aku tercekat, jantungku berdebar-debar, aku bahkan lupa untuk bernapas.
"Fa..." Suara serak Vian membuatku melayang sampai ke langit ke tujuh.
"Cium aku.. kumohon..."
"...." Aku membatu mendengarkan permintaan Vian, tanpa menunggu jawaban dariku, Vian menarik ku semakin dekat. Entah kenapa aku tak dapat membantahnya tapi malah menurutinya.
"Lebih dekat lagi... " Pintanya.
Aku menggeser posisi dudukku dan memposisikan bibirku sedikit mengerucut agar Vian dapat menciumnya.
Vian mendekatkan bibirnya, napas kami memburu dan saling berlomba.
Jantungku berdebar sangat cepat, menanti bibir Vian yang sangat menawan mendarat di bibirku.
Dan...
Brugh!!
Aku terjatuh dari ranjang ku dan terbangun dari tidur.
"Aduuhh..." Aku mengusap kepalaku dan kesakitan karena membentur lantai yang dingin.
"Mimpi apa aku ini!!!! Gilaaa!!!!" Teriakku histeris.
Buru-buru aku berlari menuju kamar mandi, mencuci mukaku dengan air dingin agar kesadaran ku pulih.
"Ini semua gara-gara Nunung dan Mbok Yem, ini semua gara-gara Vian juga!!! Kenapa dia harus memegang tengkukku, bikin merinding!!! Aku kan jadi terbawa mimpi!!!" Aku terus meracau sambil menggosok-gosok wajahku.
Aku melihat pantulan wajahku di cermin yang ada di atas wastafel tempat aku mencuci muka, dan mendesah. Wajahku sangat biasa, hidungku juga tidak terlalu mancung, khas orang Jawa. Bibirku sedikit tebal walau tak tampak sexy seperti Angelina Jolie, dengan wajah standart ini, Apa mungkin Vian bisa menyukaiku?
Aku tersentak, "Apa yang barusan aku pikirkan!!!" Pekikku. Lalu aku kembali mencuci wajahku dan menggosoknya dengan kasar.
"Buang Fa!!! buang pikiran aneh ini!!! Buaaaang...." Geramku.
Dengan gontai aku keluar dari kamar mandi, dan tersentak kaget karena Vian sedang menungguku di luar pintu kamar mandi.
Apa dia sedang menungguku? Aku langsung memejamkan mata dan menggelengkan kepalaku.
"Kenapa?" Tanya Vian sambil terus menatapku.
"Apanya?"
"Kenapa menggelengkan kepala saat melihatku?!"
"Ng.. nggak apa-apa.. Aku cuma sedikit pusing." Jawabku asal-asalan.
Vian memutar roda kursinya untuk mendekatiku, aku mundur perlahan.
"Coba mendekat sini.."
"Eh?!" Tiba-tiba aku teringat mimpiku.
"Men.. mendekat? mau apa?"
"Wajahmu merah, apa kamu demam?" Vian mengangkat tangannya mencoba menggapai dahi ku.
"Menunduk sini!" Titahnya, dia kesal karena aku tak menurut, sehingga membuatnya tak bisa menjangkau wajahku.
"A.. aku baik-baik saja! Jangan sembarangan pegang-pegang wajahku!" Ucapku, sedikit berteriak. Lalu aku pun berlari menuju kamar tidurku dan membanting pintu dengan keras.
Aku bersandar di balik pintu sambil memukul pelan dadaku, jantungku berdebar semakin kencang, membuat ku semakin gugup.
"Kenapa aku ini..." Lirihku. "Kenapa perasaanku jadi kacau begini..."
.
"Kamu nggak mengantar terapi?" Vian terkejut.
"Biasanya walau aku larang, kamu ngotot minta ikut."
Aku duduk di ruang makan sambil mengupas bawang putih. Aku terus menatap bawang yang sedang aku pegang tanpa mengalihkan pandanganku pada Vian yang ada di sampingku.
"Aku.. aku sedikit pusing.. aku nggak ikut terapi ya?"
Sebenarnya, aku hanya tak mau berada di dekat Vian terlalu lama, jika aku duduk di sebelahnya di dalam mobil, bisa-bisa jantungku salto dan tak terkendali.
Tiba-tiba tangan Vian menyentuh dahiku, aku terkejut dan langsung menghindar.
"A.. apaan sih?!"
"Ck! aku cuma mau lihat, kau demam atau tidak!" Vian sepertinya kesal dengan sikap ku yang makin aneh.
"Aku nggak demam, cuma sedikit pusing!" Ucapku.
Vian mendengus, "Ya sudah. Istirahat saja." Lalu dia memutar roda kursinya menjauhiku.
"Hati-hati Mas, semangat ya!!!" Teriakku.
Vian tak menjawab, dia hanya melambaikan tangan dan terus berlalu.
Setelah Vian pergi, aku menyerahkan bawang putih yang sudah ku kupas pada Mbok Yem.
"Aku bantu apa lagi Mbok?" Tanyaku pada Mbok Yem.
"Katanya Mbak Fafa sakit, sudah istirahat saja." Ucap Mbok Yem.
"Nggak sakit kok Mbok, cuma sedikit pusing. Tapi sudah hampir sembuh." Sekali berbohong, pasti akan terus berlanjut seperti bola salju yang menggelinding semakin besar.
Mbok Yem menatapku, "Mbak Fafa balik saja di kamar, kalau sakit nanti semua orang repot."
"Kenapa?"
"Nanti Den Vian marah-marahi semua orang karena bikin Mbak Fafa capek." Mbok Yem tersenyum penuh arti.
"Apaan si Mbok?!" Wajahku memerah mendengarkan celoteh Mbok Yem.
"Hmm... Mbak Fafa si nggak tahu, Mbok Yem yang tahu segalanya."
"Mbok!! Jangan bikin saya jadi salah tingkah ah! jangan bicara yang aneh-aneh!" Ucapku kesal.
"Hmmm... wong di kandani, ora ngandel! (di kasih tau nggak percaya!)"
Wajahku kembali memerah.
Tiba-tiba aku melihat Siti lewat, "Ti mau kemana?"
"Mau bersihkan kamar Den Vian, Mbak."
"Aku ikut." Aku langsung berlari mendekati Siti dan meninggalkan Mbok Yem yang terus-menerus menggodaku.
Aku dan Siti berjalan menuju kamar Vian, aku membantu Siti berbenah dan bersih-bersih kamar sang Pangeran.
Suara Vakum cleaner menderu keras.
Aku menuju meja kerja Vian yang terbuat dari kayu jati. Kursi nya dulu pernah ku pindahkan dan beratnya luar biasa. Aku tersenyum mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu saat aku mengangkat nya.
Apa sih yang Vian lakukan di meja ini? Dia itu kerja apa? tanyaku dalam hati.
Aku duduk di kursi kayu jati dan mulai membuka laci mejanya satu persatu, penasaran.
Di laci, aku menemukan sebuah foto. aku pun mengambilnya. Di foto itu ada Vian, dia belum menggunakan kursi roda, sepertinya foto ini di ambil sebelum kecelakaan.
Vian berfoto dengan dua orang lainnya, satu wanita yang sangat cantik dan satunya lagi laki-laki yang nggak kalah tampan dari Vian.
Aku menggeleng pelan, "apa harus gitu? yang cakep-cakep kumpul semua jadi satu dan berteman?"
"Ti, kamu tau ini siapa?" Tanyaku pada Siti.
Siti mematikan vakum cleaner nya dan mendekatiku, "kenapa Mbak?" tanyanya, karena tadi dia tak mendengar pertanyaanku akibat suara vakum cleaner yang sangat berisik.
"Kamu tahu, ini siapa?" Tanyaku lagi sambil menunjukkan foto yang kutemukan di laci meja Vian.
Siti menatapnya sebentar, "Oh.. itu Den Rama, sepupunya Den Vian."
"Lalu yang perempuan?"
"Itu.. Non Arina." Siti meninggalkan ku dan kembali melanjutkan aktivitasnya, bersih-bersih kamar.
Aku menatap foto yang ku pegang, dengan lekat. "Ooh. jadi ini yang namanya Arina." ucapku pelan.
Cantik sekali, hidungnya mancung, bibirnya tipis, rambutnya hitam dan tebal. Senyumnya juga sangat cantik, pantas saja Vian tergila-gila sampai-sampai terus menunggunya walaupun dia tak kunjung datang.
Aku membelalakkan mataku saat melihat Vian menggenggam erat tangan Arina.
"Mereka pasti pacaran lagi anget-angetnya, sampai-sampai di foto pun nggak mau lepas!"
Aku mendengus kesal. Ku letakkan kembali foto ini ke tempatnya semula. Semakin lama aku melihatnya, aku jadi semakin kesal.
"Aku ke kamar dulu ya Ti." Ucapku sambil meninggalkan Siti.
Aku masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuhku di ranjang. Dadaku terasa sedikit sakit. Aku mengurutnya perlahan sambil menghela napas.
"Mbok Yem dan Nunung benar-benar bikin aku jadi gila. Pikiran mereka sudah meracuniku." Aku mendengus keras.
"Mana mungkin Vian bisa menyukaiku, kalau pacarnya cantik kayak malaikat begitu, aku nggak mungkin bisa di bandingkan dengannya. Kayak rembulan dan bongkahan batu. Arina si rembulan dan aku hanya batu kerikil."
Aku terdiam, kenapa aku jadi membandingkan diriku dengan Arina?
"kenapa denganku? kenapa aku jadi selalu memikirkan Vian? apa aku benar-benar sudah menyukainya? Lelaki menyebalkan yang suka marah dan main perintah? nggak mungkin!!!" Aku berteriak sambil membenamkan kepalaku di bantal.
#Please like, koment, rate and vote.
I luv u gaes.. 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Evi Yolanda
seru thorrr .. jd mau buru buru
2025-01-30
1
anja
iyo ya mbokk....fafa ki ngeyelan yoo..
2022-02-13
0
Roserini
Oalah...kamu sudah mulai jatuh cinta sama den mas Vian, nduk...😁😁😁
2022-01-30
1