"Lalu kenapa berhenti terapi?"
Vian hanya diam sambil menatap keluar jendela kamar, tatapannya kosong.
"Sudah nggak berguna lagi, untuk apa aku bersusah payah..." bisiknya, lalu dia menghela napas. "Sudahlah, aku mau tidur. Keluar."
Aku melihat kesedihan di mata Vian, aku tak tahu kenapa. Sepertinya ada hal yang membuatnya kecewa hingga berhenti melakukan terapi ini.
Tapi itu tak boleh terjadi lagi, Vian harus membulatkan tekad dan tak boleh goyah!
"Mas Vian... Lakukanlah terapinya, jangan berhenti di tengah jalan. Lakukanlah bukan demi orang lain, tapi demi dirimu sendiri. Apapun hasilnya nanti, kamu adalah orang yang sangat hebat karena sudah melewati semua perjuangan ini. Aku adalah saksi dari perjuanganmu itu."
Vian tak bergeming, dia malah memunggungi ku dengan memiringkan tubuhnya. Aku pun keluar dari kamarnya
.
"Ini semua pasti gara-gara si Arina itu!" Aku duduk sendirian di gazebo, tempat aku makan nasi goreng dengan Bu Atikah, dulu.
Aku harus memutar otak, agar Vian tak goyah dan melanjutkan terapi nya.
"Dasar cewek kurang ajar! pacarnya sakit, malah di tinggalkan. Sebagai sesama wanita, aku merasa malu padanya! Kurang apa coba si Vian itu? Ganteng, kaya...." Aku berpikir, apa lagi kelebihan Vian selain ganteng dan kaya? kok nggak ada ya?? Aku terkekeh sendiri.
"Kenapa Mbak? kok marah-marah sendiri?" Tiba-tiba Mbok Yem sudah duduk di sampingku.
"Mbok, orang yang namanya Arina itu seperti apa sih? Pacar macam apa yang tega ninggalin Mas Vian yang sedang sakit? harusnya kan dia mendukung Mas Vian, bukannya malah meninggalkannya?!" Aku terus mengomel.
Mbok Yem menarik napas sangat dalam, wajahnya juga terlihat sedih. "Iya, saya juga sedih kalau lihat Den Vian bengong di dekat gerbang. Dia selalu nungguin Non Arina, tapi Non Arina nya tak kunjung datang."
"Mereka sudah lama pacarannya Mbok?" Tanyaku.
Mbok Yem berpikir sejenak, bola mata hitamnya berputar-putar seolah sedang berpikir keras. "Sepertinya... sejak Den Vian masih duduk di bangku SMA."
"Kalau sekarang Mas Vian berumur 22 tahun, berarti mereka sudah pacaran hampir 5 tahun, ya Mbok?"
Mbok Yem mengangguk.
Aku menggeleng kan kepala, tak percaya. Ternyata ada ya cewek yang bisa bertahan lama di dekat Pangeran jutek itu! Atau mungkin, saat bersama kekasihnya, sifat Vian berubah. Dia tidak se-galak dan se-menyebalkan seperti saat ini?
"Mas Vian, sayang banget sama Arina ya Mbok?"
Mbok Yem manggut-manggut, mungkin ada lima kali dia melakukannya. Lalu dia terdiam lama.
Mbok Yem sepertinya nggak bisa di ajak bergosip. Ya sudah, mending aku balik ke kamar saja.
Aku pun beranjak dari dudukku.
"Den Vian.. sayang sekali pada Non Arina..." Tiba-tiba Mbok Yem bicara, aku langsung mengurungkan niatku untuk pergi. Kembali kutempelkan bokongku ke dipan kayu.
"Saya nggak pernah lihat Den Vian marah ataupun bersikap galak padanya." Mbok Yem menghela napas.
"Dengan semua kebaikan Den Vian itu, Saya nggak habis pikir kalau Non Arina tega meninggalkannya saat sakit. Wajah cantiknya, sia-sia saja." Mbok Yem mengepalkan tangannya, dia terlihat marah, sepertinya dia sangat menyayangi Vian, selayaknya anaknya sendiri.
Tiba-tiba Mbok Yem memegang tanganku, "Mbak Fafa jangan tinggalkan Den Vian seperti wanita jahat itu ya, Den Vian itu sebenarnya sangat baik dan penyayang kok, dia nggak jahat, cuma sedikit kasar, tapi dia baik..."
"Mbok.." Aku menyentuh bahu Mbok Yem. "Saya di sini juga bekerja, sama seperti Mbok Yem. Nggak lebih."
"Saya yakin, Mbak Fafa lebih dari itu. Sudah lama sekali saya nggak pernah lihat Den Vian tersenyum, sekarang dia sering tersenyum lagi Mbak!" Mbok Yem sangat antusias sambil terus menggenggam tanganku.
"Waktu Mbak Fafa sakit, Den Vian yang membangunkan saya supaya menjaga Mbak Fafa, dia juga tidak tidur sampai Mbak Fafa turun panasnya. Bener Mbak, saya nggak bohong."
Aku terdiam, benarkah Vian pernah melakukan itu semua?
"Mungkin, Mas Vian sudah menganggap saya sebagai temannya, Mbok." Ucapku.
"Nggak! Saya yakin lebih dari itu, Saya sudah tua Mbak, bisa membedakan mana tatapan teman atau bukan." Mbok Yem bangun dari duduknya, lalu menatapku.
"Mbak Fafa harus semangat terus! Saya mendukung Mbak Fafa."
Ebuseet... Si Mbok malah berhayal kemana-mana. Kok malah jadi kacau.
Aku menggelengkan kepalaku kuat. "Jangan biarkan pikiran aneh Mbok Yem masuk dan meracuni pikiranku!!! Bahaya!!!" Gumamku.
"Mbak Fafa!" Siti berlari kecil mendekatiku.
"Kenapa Ti?"
"Den Vian! Den Vian teriak-teriak panggil Mbak Fafa!" Ucap Siti sambil memegang dadanya. Sepertinya dia ketakutan.
Aku langsung bangun dari dudukku dan berlari menuju kamar Vian, aku sama sekali nggak mendengar suara Vian memanggilku. Siapa suruh punya rumah sebesar ini!
Aku masuk ke kamar Vian tanpa mengetuk pintu dan melihat Vian sedang meringkuk di lantai, di dekat ranjang.
"Ya Alloh..." Pekik ku.
Aku berlari mendekat dan membantu Vian bangun dan merebahkannya di ranjang.
"Dari mana saja kamu!" Bentaknya, marah.
"Aku.. aku tadi duduk di gazebo, maaf... " Aku benar-benar menyesal.
"Ada apa? mana yang sakit? mau aku panggilkan Dokter?"
Vian terdiam, wajahnya memerah, keringatnya pun bercucuran hingga kaosnya basah.
"Aku.. aku ambilkan kaos ya, kaos-mu sudah basah." Ucapku sambil berlari menuju lemari pakaian Vian. Setelah menemukan sebuah kaos berbahan katun dan berwarna putih, aku langsung mengambilnya. Saat aku berbalik, Vian sudah melepaskan kaos basahnya dan bertelanjang dada. "Hix!" Aku terkejut sampai cegukkan.
"Ambilkan handuk basah dulu." Titahnya.
Aku pun berlari menuju kamar mandi dan mengambil handuk basah seperti permintaan Vian. Setelah itu, aku pun mulai menggosok tubuh Vian yang penuh keringat.
Tubuh Vian sangat putih dan halus dan berotot dan keras dan...
"Gosok gosok aja, nggak usah di remas-remas!" Ucapan Vian membuyarkan lamunanku.
"Di remas? apanya? aku nggak ngapa-ngapain?!" Pekikku.
Vian tertawa kecil.
"Buruan pake kaosmu!" Aku menyerahkan kaos Vian, setelah selesai menyeka badannya yang kekar.
"Ada apa mencari aku?"
Vian memakai kaosnya lalu menatapku, "Aku ingin kamu menggosok kakiku pakai minyak zaitun."
Aku celingukan, "di mana minyaknya?"
"Di laci lemari itu." Vian menunjukkan sebuah lemari kaca kecil, yang ada di pojokkan kamarnya.
Aku langsung menurut.
"Ada minyak gosok juga, ambil semuanya!"
Aku mengangguk tanpa membantah sedikitpun. Setelah mengambil semua yang di minta Vian, aku pun kembali ke sisi ranjang dan terkejut karena Vian sudah menyibakkan selimutnya. Kaki putih panjangnya setengah terbuka, eh tidak, itu sangat terbuka! Dia hanya memakai boxer warna hitam. Ya, aku yakin itu berwarna hitam, bukan biru dongker. Tanpa sadar aku sudah menelan ludah.
"Buang semua pikiran mesum mu! cepat ke sini!" Bentak Vian tak sabar.
"I.. iya..." Aku duduk di samping ranjang.
"Gosok kaki ku dengan minyak itu, campurkan dulu keduanya!"
Aku menurut. Saat berusaha menggosokkan minyak di kaki putih yang mulus dan panjang ini, tanganku gemetar.
Pertama kalinya dalam hidupku aku memegang paha lelaki, bukan paha ayam K*C.
"Issshh!!!" Vian menarik napas, dahinya mengernyit menahan sakit.
"Sa.. sakit? mana yang sakit?" tanyaku, khawatir.
"Semuanya..." Vian menutup wajah dengan kedua tangannya, "kakiku.. semuanya.. sakit..." desisnya.
"A.. aku panggilkan dokter ya..."
"Nggak! nggak usah! sudah biasa setelah terapi pasti begini..." Vian masih memejamkan matanya, tangannya menempel di dahi. "Harus di pijat-pijat sebentar supaya sakitnya hilang..."
"Paling tidak harus di pijat seorang yang profesional kan...?"
"Sudahlah! gosok saja! yang rata! jangan cerewet!!!"
Aku berusaha menyapukan campuran minyak ini merata di kaki panjang Vian.
"Su.. sudah enakkan?" Tanyaku hati-hati.
Vian diam, matanya terpejam. Mungkinkah dia tertidur? mungkin rasa sakitnya sudah berkurang sehingga dia jatuh tertidur.
Aku pun mengambil selimut dan menutup kakinya yang terbuka.
Bagaimana mungkin tidak sakit, terapinya begitu berat. Aku jadi memaklumi jika Vian merasa lelah dan ingin berhenti. Tapi jika memikirkan akhirnya nanti dia akan bisa berjalan kembali.. Mau tidak mau, Vian harus melakukannya.
Mata ku tiba-tiba terasa panas dan kabur karena tertutup air. Tanpa sadar aku sudah menggenggam tangan Vian. Tangan yang besar dan kekar namun sangat halus.
"Aku sangat berharap kamu benar-benar bisa berjalan normal kembali, sungguh..." Bisikku sambil berlinang air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Udah lama banget,makanya mungkin sekarang dia udah bosan,Apalgi sekarang Vian cacat jadi dgn alesan itu dia berpaling,,
2023-04-25
0
cha
tulus banget kamu fa
2022-12-05
0
Atieh Natalia
ko sedih ya
2021-09-01
0