Terapi di mulai.

"Selamat pagi dunia..." Aku terbangun pagi ini, dengan perasaan riang dan gembira.

Aku menoleh ke arah jam weker yang ada di atas nakas, sudah jam 6 pagi. Aku harus membangunkan Sang Pangeran.

Aku segera berlari menuju kamar mandi, mencuci muka lalu menyikat gigi.

Sudah beberapa hari, aku tidak membangunkan Sang Pangeran. Wajahnya kalau lagi tidur kan ganteng, hehehe..

Aku jadi senyum-senyum sendiri persis orang gila.

Aku mengetuk pintu kamar Vian, dan mulai membukanya perlahan.

Dia masih tertidur pulas, aku pun tersenyum puas.

Kali ini aku berjingkat-jingkat mendekatinya. Aku berdiri di samping ranjang Vian dan memandangi wajahnya yang sedang tertidur pulas. Rasanya, artis-artis yang suka main film di TV itu kalah ganteng sama Vian, tapi kalau Vian sedang tidur loh ya.

Vian mengernyit, dan perlahan-lahan matanya terbuka. Aku langsung mengalihkan pandanganku, salah tingkah.

"Sudah lama menatapku?" Ucap Vian parau. Suaranya serak, ciri khas orang bangun tidur. Tapi jadi sexy sekali di dengar.

"Aa.. emm.. enggak kok, baru saja masuk..."

Vian tersenyum.

Kenapa dia tersenyum???

"Bantu aku duduk, kepalaku pusing..." Vian memijat dahinya sambil memejamkan matanya lagi.

"Hah? pusing?" Aku langsung mendekati Vian dan duduk di samping ranjangnya.

Ku selipkan tangan tangan kananku ke punggungnya, lalu tangan kiri ku memegang bahu kanannya. Lalu dengan tenaga penuh, aku mengangkatnya.

Dengan susah payah, akhirnya Vian terduduk. Buru-buru ku ambilkan bantal dan kuletakkan di belakang punggungnya, agar dia bisa bersandar.

"Apanya yang sakit? mau aku ambilkan obat? atau dokter?" tanyaku khawatir.

Vian malah menatapku, lalu bertanya, "yang semalam itu pacarmu?"

Kok dia malah tanya soal Adnan, "kenapa sih?"

"Yang semalam itu pacarmu atau bukan?"

"Kepo ah!" Aku tersipu.

"Jawab aja apa susahnya!!!" Vian membentak.

Kenapa sih dia? pagi-pagi langsung senewen! katanya kepalanya pusing, tapi masih bisa main bentak.

"Dia bukan pacarku, dulu aku pernah suka padanya. Tapi sepertinya dia tidak menyukaiku..."

Aku menatap balik ke arah Vian, "kenapa sih, tanya-tanya??"

"Apa yang membuat kamu menyukainya?" Tanya Vian lagi.

"Apa ya?" Aku mencoba mengingat-ingat, "dulu dia baik... perhatian. Cewek kan suka kalau di kasih perhatian."

"Aku pikir kamu cewek mandiri, nggak perlu perhatian."

"Namanya juga cewek, kodratnya ingin di perhatikan."

Vian berdecih, "selama kamu tinggal di sini, kamu nggak boleh dekat dengan lelaki manapun! Paham?!"

"Ih.. Nggak ada peraturan seperti itu dari Bu Atikah!"

"Ini peraturanku!"

"Aku nggak terima! aku nggak mau! bagaimana kalau aku jadi perawan tua gara-gara peraturan anehmu! kau mau tanggung jawab!"

Vian hendak membuka mulutnya untuk bicara, tapi dia urungkan.

"Mau apa kamu ke kamarku pagi-pagi, hah?" Ucapnya, akhirnya.

"Oh iya, aku mau ajak Mas Vian jalan-jalan. Mumpung aku sedang off."

"Aku ada terapi!" Jawab Vian, ketus.

"Boleh ya, aku temani. Pliss.."

"Nggak usah, kamu pasti bikin malu!"

"Aku janji nggak berisik, aku akan diam dan duduk dengan tenang. Ya? ya? ya?"

Akhirnya dengan berbagai rayuan, Vian mengijinkan aku untuk ikut.

...***...

Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya terdiam. Sesekali aku melirik ke arah Vian yang duduk di kursi belakang.

Dia pasti sangat kelelahan, aku benar-benar nggak sangka kalau terapinya sekeras itu.

Beberapa kali Vian terjatuh saat berusaha berjalan sambil memegang palang-palang besi yang melintang, tapi dia bangun lagi dan berusaha lagi. Dia benar-benar pantang menyerah.

Hatiku rasanya remuk saat melihat perjuangan nya. Dia pasti sangat kelelahan, sakit dan malu.

Aku tak berani bicara sepatah kata pun. Air mataku bahkan hampir menetes tadi, saat melihatnya bolak balik terjatuh tapi kemudian bangkit lagi.

Aku yang tak tahu apa-apa ini, sudah bicara hal-hal buruk padanya kemarin, aku bahkan bilang dia pemalas. Tanpa tahu perjuangan dia dalam menjalani terapi.

Vian maafkan aku.

Aku melirik dia lagi yang berada di kursi belakang.

"Ck! apa sih! dari tadi melirik-lirik terus!" Vian kesal.

Aku menoleh ke belakang sambil tersenyum lebar, "ng.. nggak.. nggak ada apa-apa."

"Makanya nggak usah ikut! Aku kan sudah bilang!"

Aku menarik napas, lalu menoleh ke arah Vian. "Mas Vian hebat, luar biasa! Lelaki paling perkasa yang pernah aku jumpa-i"

Pak Slamet yang dari tadi diam sambil menyetir, tiba-tiba tersedak menahan tawa.

"Perkasa?" Vian bergumam, "memangnya kamu tau apa artinya perkasa?"

"Kuat, gagah, kayak Gatot Kaca. Perkasa." Aku mengacungkan dua jempolku.

Vian tertawa lirih sambil menggelengkan kepalanya, "memangnya, ada berapa lelaki perkasa yang sudah kamu temui?"

"Nggak ada! cuma Mas Vian yang paling perkasa!"

Lagi-lagi Pak Slamet mencoba menahan tawa, tapi gagal.

"Jangan berkeliaran sambil bicara sembarangan! takutnya nanti kamu di kira orang gila!" Vian menyandarkan kepalanya di sandaran jok mobil lalu menutup wajahnya dengan handuk kecil yang tadi dia gunakan untuk menyeka keringat.

"Oke!" Ucapku setuju. Aku melihat bibir Vian tersenyum, sebelum dia menutup wajahnya dengan handuk.

Setelah sampai di rumah, aku langsung menyambar pegangan kursi roda Vian lalu mendorongnya perlahan menuju kamar Vian di lantai dua.

"Mau minum orange juice? teh hangat? atau jahe susu?" tanyaku setelah sampai di dalam kamarnya.

Vian menoleh ke arahku, "kesambet apa kamu? tumben baik banget!"

Aku tersenyum sampai gigiku kering, menunggu jawaban dari Vian.

"Orange juice aja, aku ingin yang segar."

"Siap 86!" Ucapku bersemangat. Aku langsung berlari keluar dari kamar dan menuju dapur untuk membuat orange juice pesanan Vian.

Setelah selesai, dengan segera aku kembali ke kamar Vian.

"Mas, ini orange juu...ice..." Aku menelan ludah, suaraku tercekat di tenggorokan menatap Vian yang baru keluar dari kamar mandi pribadinya.

Dia hanya memakai celana boxer warna hitam, eh bukan, mungkin itu warna biru dongker. Ck, kamar ini terlalu gelap, warnanya jadi kurang jelas. Eh, tapi kenapa juga aku sibuk memikirkan warna celana dalamnya, eh celana boxer nya!

Lagi-lagi aku menelan ludah.

"Ada yang menarik dengan celana dalamku!" Tanya Vian, dia langsung mengambil handuk dan menutupi kakinya yang dari tadi menjadi pusat perhatianku.

"Aahh.. maaf, aku hanya penasaran, warnanya hitam atau biru dong.. ahh maaf!" Aku langsung menutup mulutku agar berhenti meracau yang nggak jelas.

Aku masuk ke kamar Vian dengan perlahan, kepalaku terus tertunduk tak berani menatap Vian, aku malu. Kemudian dengan perlahan meletakkan minuman ini di atas nakas, dekat ranjang Vian.

"Ambilkan kaos ku di lemari." Titah Vian.

Aku menurut.

Vian berpindah dari kursi roda ke ranjangnya tanpa bantuanku. Dia duduk di ranjangnya sambil mengusap-usap rambut basahnya dengan handuk.

Sepertinya dia baru saja mandi, aroma sabun dan shampo yang sangat wangi tercium jelas.

Duh, kenapa aku jadi merasa canggung begini, dia yang setengah telanjang, kenapa aku yang merasa malu??

Setelah aku mengambil kaos, aku langsung menyerahkan padanya untuk dia pakai.

"Mau ku ambilkan celana dalam, eh! celana panjang?" Mulutku!!!!

"Nggak usah! aku mau tidur! aku capek!" Lalu Vian merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga menutupi perutnya. Aku mendesah lega. Aku pun berjalan menuju pintu keluar.

"Kau... mengasihaniku?"

Aku berbalik, menatap Vian, "maksudnya?"

"Sejak pulang dari terapi, sikapmu berubah! Jadi baik sekali! melayaniku tanpa mengeluh, biasanya kau selalu terlihat marah dan jengkel! Apa kamu mengasihani aku!"

"Aku bukan mengasihani.. Aku justru merasa kagum." Ucapku.

"Jika aku yang berada di posisimu, harus melakukan terapi seberat itu, aku pasti sudah menyerah, menangis dan nggak mungkin bisa bertahan. Aku sungguh-sungguh mengagumimu..." Ucapku tulus dari lubuk hatiku yang paling dalam.

"Benarkah?" Vian tersenyum sinis.

"Sungguh!" Aku mengangguk mantap.

"Mas Vian, maafkan kata-kata ku kemarin ya. Aku sungguh tak tau kalau terapinya seberat itu. Aku menyesal sudah bicara omong kosong kemarin."

Vian hanya tersenyum sambil mendengus. "Kau pikir, aku seneng terperangkap di tubuh yang cacat ini?! Gila!"

"Lalu kenapa berhenti terapi?"

Vian hanya diam sambil menatap keluar jendela kamar, tatapannya kosong.

"Sudah nggak berguna lagi, untuk apa aku bersusah payah..." bisiknya, lalu dia menghela napas. "Sudahlah, aku mau tidur. Keluar."

Aku melihat kesedihan di mata Vian, aku tak tahu kenapa. Sepertinya ada hal yang membuatnya kecewa hingga berhenti melakukan terapi ini.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

#Cewek di dunia ini bukan satu,

2023-04-25

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Cewek disunia ini satu,, mati satu tumbuh seribu, ngapain juga nyiksa diri sendiri.

2023-04-25

0

cha

cha

perkasa ya siviannya fa

2022-12-05

0

lihat semua
Episodes
1 Namaku Fafa.
2 Radio.
3 Sebuah Misi.
4 keputusan.
5 bermula.
6 Pelangi??
7 jurus penjualan.
8 kursi kayu jati bikin emosi.
9 jalan-jalan pagi.
10 Marah membawa berkah.
11 Permintaan maaf.
12 Terapi di mulai.
13 Khayalan Mbok Yem.
14 Gosip.
15 Lelaki kardus dan Sundel bolong.
16 Siapa Falentina?
17 SP satu.
18 Ke Pantai.
19 Perasaan yang tak terkendali.
20 Bertemu sepupu.
21 Karaoke.
22 Blacklist.
23 Ternyata Vian...
24 Acuh.
25 Kecewa.
26 Janji ku.
27 Siapa aku di hatimu.
28 First kiss.
29 Mami mertua?
30 Ada apa antara Vian dan Rama?
31 O.. oh, kamu ketahuan.
32 Malu.
33 Pulang Kampung jadi sultan.
34 Bertemu lelaki primadona desa.
35 Mas Vian, I luv u..
36 Kedatangan sang pujaan hati.
37 Alon le...
38 Pulang ke Jogja.
39 Restu dari Mommy.
40 Penasaran.
41 Kembali bekerja.
42 Terkuak.
43 Visual.
44 Cara jitu mendapatkan kebenaran.
45 I luv u more...
46 Benci!
47 Benci (benar-benar cinta)
48 Pak Juliver.
49 Jagalah Hati.
50 Berteman??
51 Ajakan Mommy.
52 Suami pencemburu.
53 Makan malam..
54 Makan Malam part 2
55 Keributan saat sarapan.
56 Sakit hati.
57 Sudah tak peduli lagi?
58 Jujurlah tanpa ku tanya!
59 Pertengkaran.
60 Dilema.
61 Balik kampung lagi.
62 I Miss you, but I hate You!
63 Balik kampung lagi part 2
64 Dunia terbalik.
65 Jatuh cinta lagi.
66 Gara-gara ubi Cilembu.
67 Ketemu Besan.
68 Kemenangan sejati.
69 Hari H.
70 Sampai maut memisahkan. (END)
71 pengumuman karya baru.
72 karya baru
73 promo karya baru
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Namaku Fafa.
2
Radio.
3
Sebuah Misi.
4
keputusan.
5
bermula.
6
Pelangi??
7
jurus penjualan.
8
kursi kayu jati bikin emosi.
9
jalan-jalan pagi.
10
Marah membawa berkah.
11
Permintaan maaf.
12
Terapi di mulai.
13
Khayalan Mbok Yem.
14
Gosip.
15
Lelaki kardus dan Sundel bolong.
16
Siapa Falentina?
17
SP satu.
18
Ke Pantai.
19
Perasaan yang tak terkendali.
20
Bertemu sepupu.
21
Karaoke.
22
Blacklist.
23
Ternyata Vian...
24
Acuh.
25
Kecewa.
26
Janji ku.
27
Siapa aku di hatimu.
28
First kiss.
29
Mami mertua?
30
Ada apa antara Vian dan Rama?
31
O.. oh, kamu ketahuan.
32
Malu.
33
Pulang Kampung jadi sultan.
34
Bertemu lelaki primadona desa.
35
Mas Vian, I luv u..
36
Kedatangan sang pujaan hati.
37
Alon le...
38
Pulang ke Jogja.
39
Restu dari Mommy.
40
Penasaran.
41
Kembali bekerja.
42
Terkuak.
43
Visual.
44
Cara jitu mendapatkan kebenaran.
45
I luv u more...
46
Benci!
47
Benci (benar-benar cinta)
48
Pak Juliver.
49
Jagalah Hati.
50
Berteman??
51
Ajakan Mommy.
52
Suami pencemburu.
53
Makan malam..
54
Makan Malam part 2
55
Keributan saat sarapan.
56
Sakit hati.
57
Sudah tak peduli lagi?
58
Jujurlah tanpa ku tanya!
59
Pertengkaran.
60
Dilema.
61
Balik kampung lagi.
62
I Miss you, but I hate You!
63
Balik kampung lagi part 2
64
Dunia terbalik.
65
Jatuh cinta lagi.
66
Gara-gara ubi Cilembu.
67
Ketemu Besan.
68
Kemenangan sejati.
69
Hari H.
70
Sampai maut memisahkan. (END)
71
pengumuman karya baru.
72
karya baru
73
promo karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!