Aku mengetuk pintu kamar Vian, lalu tanpa menunggu jawaban, aku masuk dan melihat Vian sedang asyik menikmati ayam penyet lombok ijo di atas kasur megahnya.
Apa dia nggak takut, kalau sampai ada makanan yang jatuh trus muncul semut atau kecoa saat dia tidur?
Aku menggeleng kan kepala melihat tingkah pangeran manja ini.
Vian balas menatapku tajam, sepertinya dia merasa terganggu.
"Mau apa kamu?!"
"Bawa ayam lagi, siapa tau kamu ingin tambah." Aku segera duduk di lantai, persis di sebelah ranjang Vian.
Aku nggak berani duduk di ranjangnya, aku nggak akan se-kurang ajar itu.
"Kamu mau lagi?" Ucapku, sambil mendongak untuk menatap Vian.
Vian sedikit bingung dengan kelakuanku. Mungkin, aku seperti gelandangan di matanya.
"Ambil kursi itu, duduk, dan makan di meja ini." Vian menunjukkan sebuah kursi kayu yang terletak tak jauh dari ranjang, kemudian menunjuk meja kecil yang ada di samping ranjangnya.
Aku tersenyum, ternyata Vian memang orang baik. Dia nggak tega melihatku makan di lantai sedang dirinya berada di atas ranjang.
Aku berjalan mendekati kursi yang di tunjuk Vian. Kursi kayu yang sangat besar dan bagus, ada ukiran di setiap sudutnya. Sepertinya meja dan kursi kayu ini adalah tempat Vian bekerja sebelum dia sakit.
Aku mencoba mengangkat kursi kayu itu, dan sesuai perkiraan ku, kursi ini sangat berat. Mungkin kayu nya dari jati.
"Laa hawla wa laa quwwata illa billah..." Ucapku merapalkan doa agar kuat mengangkat kursi berat ini.
Dengan susah payah akhirnya aku bisa menggotongnya sampai tujuan.
"Huft.. Alhamdulillah.. akhirnya.. berat.." Ucapku sambil tersengal-sengal.
"Gila banget beratnya!" Pekik ku sambil menatap Vian.
"Jelas berat lah, kayu jati Belanda. Dulu aja yang angkat dua orang lelaki."Jawab Vian cuek sambil terus makan.
"Dan kamu menyuruhku? menyuruh wanita lemah lembut seperti aku untuk mengangkatnya!" Jawabku kesal.
"Lemah lembut? cih!" Gumam Vian.
Aku mendengus kesal! Tapi saat melihat ayam penyet di meja sudah menari-nari menggodaku, hilang sudah kesal ku.
Aku langsung duduk manis, enggan melanjutkan pertengkaran. Aku sudah kelaparan! super lapar!
Mulutku menganga, satu suapan besar baru akan masuk.
"Aku minta minum." Ucap Vian tiba-tiba, membuatku menutup mulut lebarku dan meliriknya.
Aku mendengus sambil mengambilkan segelas air untuknya.
Satu suapan yang tertunda akan masuk lagi...
"Tissue!"
Aku melotot ke arah Vian yang terus-menerus menginterupsi acara makan ku.
Vian mencoba menahan senyumnya, tapi terlambat! aku sudah melihat senyum devil nya mengembang.
Setelah menyerahkan sekotak tissue, aku menatapnya sambil berkacak pinggang.
"Mau apa lagi?" kesalku.
Vian melambaikan tangan dan menyuruhku untuk makan.
"Awas ya kalau sampai kamu mengganggu lagi! ku ..." Aku mengepalkan tangan ke atas.
Dengan cepat aku duduk dan mengambil makanan ku yang sudah hampir dingin. Aku makan dengan lahap. Suapan-suapan besar nasi dan ayam penyet masuk ke dalam mulut mungilku. rasanya nikmat sekali.
"Kamu nggak mau ayam lagi?" Ucapku dengan mulut yang penuh nasi.
Vian menggeleng dengan jijik. Mungkin dia merasa geli melihat cara makan ku. Ah.. peduli amat! yang penting aku kenyang!
Akhirnya sepiring nasi dan tiga potong ayam penyet masuk ke dalam perutku. Ya Alloh.. indahnya hidup yang Kau berikan ini.. Aku bahagia..
"Gila ya!"
Ucapan Vian mengaburkan imajinasi ku yang sedang terbang ke langit ke tujuh karena bahagia.
"Kamu kaya kesetanan! nggak makan seminggu apa?! makan ayam sampai tiga potong! Kemana semuanya itu?!"
"Ke sini dong..." Ucapku sambil mengelus perut yang membuncit karena kekenyangan.
"Aku itu bekerja pakai tenaga, jadi makan ku banyak. Bayangkan, seharian berdiri pakai high heels, kaki ku rasanya mengeras seperti batu. Belum lagi kalau ada barang datang berkoli-koli dan aku harus membawanya sendiri.
Bayangkan lagi, cewek cantik, pakai rok mini, sexy dengan high heels, menyeret dua karung besar! Luar biasa kan?" Ucapku bangga.
"Siapa yang sedang kau ceritakan?"
"Aku dong, siapa lagi?"
"Pertama," Vian mengangkat telunjuknya, "kamu bukan cewek cantik. Kedua, walaupun pakai rok mini, kamu sama sekali nggak terlihat sexy. Jadi kata-kata mu barusan itu, semuanya bohong. Hoax!"
Aku melirik sinis ke arah Vian, "ya.. ya.. aku memang nggak sexy.. nggak apa-apa yang penting aku kenyang!" Aku tersenyum puas.
"Cih! Sudahlah, pergi sana! aku mau tidur."
"Eh! Baru saja selesai makan nggak boleh langsung tidur! nggak baik untuk kesehatan."
"Aku juga bukan orang sehat!" Cemooh Vian.
Aku benar-benar kesal. Dia dan segala hal yang dia miliki, hanya karena kakinya tidak bisa berjalan lalu menganggap dunia tidak penting lagi. Padahal di luar sana juga banyak orang yang lebih menderita dan berjuang untuk hidup, tanpa mengeluh.
Anak ini harus di beri pelajaran tentang kehidupan.
Aku menarik dengan cepat dua bantal empuk yang menyangga kepala Vian, hingga membuatnya kaget dan terantuk kayu pinggiran ranjang.
Vian menyentak kesal dan langsung duduk dari tidurannya. Wajahnya memerah dan matanya melotot menatapku.
Aku tahu, aku sudah membangunkan macan tidur.
"Kita bisa santai dulu, baru jam 8. Kita bisa main kartu atau nonton TV sambil ngobrol dan mengenal satu sama lain." Ucapku.
"Aku nggak tertarik untuk mengenalmu! pergi sanah!" Teriak Vian, dia mulai murka.
"Kalau ingin berteman baik, kita kan harus mengenal satu sama lain."
"Jangan besar kepala! Aku sama sekali nggak ada niat untuk berteman denganmu! Ingat ya, kamu di sini untuk bekerja, bukan untuk mendekatiku! Jangan berharap kamu bisa mendekatiku! atau kamu ingin mengincar hartaku dengan mendekatiku? jangan mimpi! cewek kayak kamu itu banyak di pinggir jalan!"
Bug!
Aku melemparkan bantal yang dari tadi ku pegang, tepat mengenai wajah Vian.
"Aku memang cuma seorang SPG, aku memang cuma lulusan SMA. Mungkin aku tidak tahu cara bersopan santun dengan orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi seperti kamu! tapi sekarang aku jadi tau satu hal, harta yang melimpah tidak bisa mengubah kualitas seseorang! kamu itu contoh paling nyata!"
Aku berjalan menuju pintu kamar, dan berbalik menatap Vian.
"Kalau aku nggak secapek ini, aku pasti bakal ambil sabun di kamar mandi dan mencuci mulut kotor mu!" Lalu ku tutup pintu kamarnya dengan keras, dan menuju kamar tidurku.
Aku kesal dan berusaha untuk tidak memasukkan ke hati kata-kata Vian tadi.
Aku adalah seorang SPG, sudah biasa di perlakukan seperti ini. Di toko pun, kadang aku di cela oleh customer. Aku sudah kebal.
Apa lagi untuk uang lima juta! Ini masih belum apa-apa!
Yang penting sekarang adalah bagaimana aku mengatur startegi agar Vian mau kembali melakukan terapi. Semakin cepat dia sembuh, semakin cepat pula aku meninggalkan tempat ini!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Acoh Kwekwek
demi 5 juta Fa 💪💪💪💪
2023-01-04
0
Atieh Natalia
ayo Fafa tetap semangat
2021-09-01
0
Isyeu Lismaya
kalo di kehidupan nyata kayaknya ga mungkin perawat seberani itu sama majikan, hehe
2021-08-20
0