Setelah jam istirahat selesai, aku kembali ke counter ku dan mulai melanjutkan pekerjaan.
Penjualanku hari ini jelek! Sudah setengah hari berlalu, aku baru menjual tiga potong baju. Ya Alloh.. bisa-bisa kontrak kerjaku tidak di perpanjang lagi gara-gara penjualanku buruk.
Pokoknya hari ini aku harus bekerja lebih keras lagi! Minimal aku harus bisa menjual lima baju seharga seratus ribuan. Semangat!
Tuhanku.. bantulah hamba.
Eh, ada wanita cantik mendekat, harus segera di tangkap.
Aku mendekatinya sambil tersenyum manis.
"Selamat siang ka, mau cari baju ukuran berapa?"
Si wanita cantik itu melirikku, "lihat-lihat dulu, Mbak." Ucapnya acuh.
"Silahkan." Jawabku, masih dengan senyum mengembang, walaupun hatiku was-was.
Tiba-tiba, ada seorang lelaki mendekat. Nggak tampan, tapi terlihat kaya dari kalung emas dan cincin batu yang berderet di jarinya.
"Beib, mau baju yang mana? pilih aja." Kata si lelaki.
Yes! Ada uang! batinku. Aku tinggal rayu si cewek nih.
"Yang ini model baru loh Ka." Ucapku, sambil mengeluarkan -blouse tanpa lengan berwarna hijau toska dengan hiasan renda dari kerah sampai ke ujung- dari display baju di counter ku.
Wanita cantik itu mengambilnya dari tanganku, dan memperhatikan blouse itu dengan teliti.
"Bagus juga." Gumamnya sambil menganggukkan kepala.
Senyumku mengembang lebar.
"Kakak kan cantik, kulitnya juga putih, jadi cocok banget pakai warna ini. Bahannya juga dingin, nggak bikin gerah." Pokoknya semua jurus aku keluarkan.
Tapi orangnya malah diam sambil terus melihat blouse daganganku.
"Di coba dulu aja, nggak apa-apa kok, Ka."
"Ya udah deh, aku coba dulu." Ucapnya, akhirnya, setelah hening sekian lama.
"Bawahannya sekalian, kaka? biar satu stel." Rayuku, sambil melepaskan blouse tadi dari hanger.
"Rok ini bagus," aku mengambil sebuah bawahan dari lemari pajangan yang ada di sampingku. Rok berwarna hijau lumut sepanjang lutut dan berbahan jatuh nan lembut.
"Coba saja, siapa tau cocok. Jadi nggak perlu bolak-balik." Ucapku manis sambil tersenyum.
Si wanita cantik itu pun menurut, dan mengambil semuanya, lalu menuju ke fitting room, di ikuti cowok nya dengan gembira.
Aku juga gembira, apalagi kalau di beli semua.
Tak lama kemudian, si wanita cantik tadi muncul dan mendekatiku.
"Saya ambil Mbak." ucapnya, datar.
"Roknya juga?"
Dia mengangguk. Yes!!!
Aku segera menulis nota, "terima kasih Ka, silahkan bayar di kasa 19. Semoga belanja menyenangkan "
Si lelaki bertampang biasa tapi terlihat kaya itu langsung menyambar kertas nota dari tanganku. Kemudian menatap pacar cantiknya.
"Cari apa lagi, beib?"
"Tas." Balas si cewek, sambil berlalu.
Aku tersenyum lebar, bahagia.
Blouse tadi harganya 225.000, dan bawahannya harganya 275.000.
Penjualanku hari ini, terselamatkan.
Senangnya, hari ini aku bisa pulang dengan perasaan lega.
...*...
Aku berjalan menuju rumah keluarga Gunardi dengan perasaan ringan dan bahagia.
Aku membuka pintu rumah megah itu, sepi sekali. Rumah sebesar ini, tapi nggak ada penghuninya, sayang sekali yah.
Oh ya, bagaimana kabar sang pangeran ya??
Aku berjalan menuju lantai dua dan melongok ke dalam kamar Vian, tapi kosong. Lalu aku turun, menuju dapur dan melihat Mbok Yem sedang asyik meracik masakan untuk makan malam.
"Bikin apa Mbok?"
"Eh, Mbak Fafa sudah pulang? Ini mau bikin ayam penyet kesukaannya Den Vian."
"Tumben banget, Den Vian request makanan. Mbok Yem jadi happy." Ucap Mbok Yem riang.
"Orangnya di mana, Mbok?"
"Tuh, di taman belakang."
Aku mengangguk sambil melambaikan tanganku, lalu berlalu. Tak ingin mengganggu Mbok Yem. Aku kan juga ingin merasakan ayam penyet buatannya. Pasti enak! heemm.. membayangkannya saja sudah membuat air liurku menetes.
Setelah berjalan keluar dari dapur, dan melewati jalan setapak ke taman belakang, akhirnya aku menemukan Vian. Dia sedang termenung sendirian sambil menatap air kolam renang yang tenang.
Eh, aku baru tahu kalau ada kolam renang di rumah ini.
"Hai," aku menyapa Vian.
Vian hanya menoleh ke arahku sebentar, lalu kembali menatap air kolam.
"Maaf, aku baru pulang."
"Nggak ada yang menunggumu juga." Jawabnya, ketus.
"Oh iya, ya. hehe.. Ge-er banget aku." Aku meringis malu sambil mendekati Vian.
"Maaf ya, hari ini nggak bisa menemanimu. Tadi sudah minum obat kan? makannya nggak telat kan?"
Vian cemberut, kemudian menatapku. "Kenapa? kamu takut di tanya hasil kerja mu hari ini oleh Mama?"
"Ya.. nggak juga sih. Aku cuma merasa bersalah saja kalau menikmati gabut, -gaji buta-. Hahaha..." Aku mendekati Vian sampai di pinggiran kolam.
Vian mengendus, "bau apa ini?!" Ucapnya sambil menutup hidung.
Aku reflek mencium ketiak ku, "Ah.. hahaha, tadi ada barang datang. Aku bawa dua koli besar berisi pakaian, dari gudang menuju counter. Sendirian, jadi begini deh.." ucapku sedikit malu. Padahal tadi pagi, aku sudah pakai deodoran, kok masih bau ya??
Tiba-tiba, Vian menarik tanganku dan mendorongku hingga aku terjatuh ke dalam kolam renang. Aku megap-megap karena terkejut.
"Vian!!! sialan kau!!!"
"Mandi sekalian!! menjijikkan!!! Perempuan baunya kayak kambing!!" Ucapnya, sambil memutar roda kursinya dan masuk ke dalam rumah.
Aku kesal dan hanya bisa memukul air kolam. Untung dalamnya hanya sebatas perutku! coba kalau dalam dan aku tenggelam, aku kan nggak bisa berenang!
Dasar Pangeran kurang ajar! Tunggu pembalasanku!
.
Pukul tujuh malam, saat yang di tunggu-tunggu tiba, yaitu makan malam.
Setelah mandi dan mengoleskan pelembab untuk kulit ku yang kering karena sering terpapar AC, aku turun untuk makan.
Aku berjalan menuju meja makan dan benar saja ada ayam penyet tersaji di sana. Sambalnya pakai cabe ijo. Pasti mantab.
Aduhh nggak sabar banget ingin melahabnya.
"Lho, Mas Vian mana, Mbok?" Tanyaku, pada Mbok Yem.
"Di kamarnya, dia lebih suka makan di kamar." Jawab Mbok Yem, sambil menyendok nasi ke piring lalu di serahkan padaku.
"Ada meja makan kok nggak di pakai? eman-eman to yoo..." gerutu ku. Lalu aku mengambil piring yang sudah di isi nasi dan sepotong ayam penyet.
"Lho, Mbak Fafa mau kemana?" Mbok Yem bingung.
"Mau ikut makan di kamarnya Mas Vian. Temenin dia makan."
"Eh, sebentar." Mbok Yem mengambil piring dan meletakkan dua potong ayam lalu menyerahkannya kepadaku.
"Kalau semuanya makan di kamar, nanti ayamnya nggak laku. Nggak kemakan semua. Mending, Mbak Fafa bawa lebih sekalian. Siapa tahu kurang."
Aku di kasih ayam? Mana mungkin kutolak. Hahaha...
Dengan riang, aku membawa nampan berisi nasi ayam penyet dan dua potong lagi ayam penyet. Nyamii.. nggak sabar aku!
Karena hari ini penjualan ku bagus dan Mbok Yem masak spesial, ayam penyet lombok ijo. Aku sudah melupakan kejadian sore tadi di kolam renang. Aku memang tak terlalu ambil pusing dengan kelakuan manja sang pangeran. Itu semua belum seberapa, dengan kehidupan keras yang ku alami sebelum ini.
Apalagi demi uang lima juta.
Aku adalah pejuang rupiah yang tak pantang menyerah! Hahaha... Hidungku mengembang, bangga.
Aku mendekati pintu kamar Vian, dan mengetuknya.
#Apa yang akan terjadi selanjutnya? ikutin terus ya🤗
#komentar kalian adalah penyemangatku💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Herlina Riansyah
hahaha ngkak Fafa dikatain kya kambing am Vian 🤣🤣🤣
2023-05-06
1
cha
si spg mikirin penjualan
2022-12-05
0
Anonymous
sama fa...kita pejuang segepok rupiah
2022-09-03
0