Setelah sarapan, mereka bersiap-siap untuk berangkat,
“Kita mau kemana?” tanya Intan.
“Kamu maunya kemana?” tanya Pak Hendra balik.
“Aku ngga tau. Aku belum pernah kesini sebelumnya,” jawab Intan.
“Yaa udah. Kalau begitu kamu ikut aja. ” balas Pak Hendra.
Pak Hendra memilih untuk menyetir mobil sendiri agar bisa berduaan dengan Intan dan tak ada yang mengganggu. Merekapun berangkat. Untuk tujuan pertama Pak Hendra memilih Taman Mini Indonesia Indah. Karena menurutnya, tempat wisata ini bukan hanya memberikan hiburan melainkan pelajaran juga. Sebab arena Taman Mini Indonesia Indah sendiri merupakan suatu kawasan taman wisata yang bertemakan budaya Indonesia.
Sampai di sana, mereka melihat-lihat dan menikmati berbagai budaya yang di tampilkan. Intan sangat takjub dan terlihat sangat menikmati perjalanan wisata mereka. Puas menikmati berbagai budaya Indonesia, Pak Hendra mengajak Intan untuk menikmati wahana kereta gantung. Merekapun naik dan menikmati keindahan lanskap TMII yang terhampar di bawahnya. Intan lagi-lagi takjub melihat pemandangan yang ada di bawahnya. Pak Hendra hanya memperhatikan Intan dan seketika menggenggam tangannya. Intan yang mendapati tangannya di genggam kaget namun tak berani menatap Pak Hendra. Dia hanya membiarkan dan terus menikmati pemandangan di bawahnya. Namun jauh di lubuk hatinya, dia merasa sangat bahagia.
Melihat tak ada penolakan sama sekali, Pak Hendra semakin mengeratkan genggamannya sambil melihat ke arah yang sama hingga mereka selesai. Tak ada suara, hanya gumaman takjub dari mulut Intan setiap kali melihat hal-hal yang indah. Turun dari kereta mereka memutuskan untuk langsung kembali karena waktu sudah hampir sore dan mereka terlihat sangat kecapean.
“Bagaimana, kamu suka ngga?” tanya Pak Hendra ketika perjalanan pulang.
“Aku suka banget,” jawab Intan dengan senyum lebar.
"Nanti kita jalan-jalan lagi ke tempat lain," Ujar Pak Hendra yang di jawab anggukan Intan.
Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, akhirnya mereka sampai juga di hotel. Intan yang biasanya langsung rebahan kali ini tak melakukannya. Dia langsung menuju kamar mandi karena hampir seharian mereka berjalan-jalan. Membuatnya merasa sedikit gerah dan capek. Sedangkan Pak Hendra lebih memilih utk rebahan dikasur. Berkeliling hampir seharian serta menyetir di tengah kemacetan membuat Pak Hendra sangat letih. Sanking begitu capeknya hingga tak sadar dia tertidur. Sementara Intan di kamar mandi sudah hampir setengah jam. Dia benar-benar menikmati setiap tetes air yang jatuh di punggungnya karena merasa seperti di pijat. Setelah mandi Intan keluar dan mendapati Pak Hendra sedang tertidur. Lekat-lekat dia memandang wajah capek itu.
“Apa sebenarnya yang dinginkan laki-laki ini? Kenapa dia rela melakukan semua yang tak terlalu di sukainya hanya karena aku ?” tanya Intan dalam batinnya.
Pak Hendra pernah mengatakan pada Intan bahwa dia tak terlalu suka menghabiskan waktunya di luar apalagi hanya untuk hura-hura. Dia lebih suka menghabiskan waktu di rumah atau biasa dia lebih memilih untuk tinggal di kantor sampai malam. Dia juga mengatakan bahwa tak terlalu suka berada di keramaian kalau memang tak begitu penting. Tapi dengan Intan, itu semua bahkan hampir tak berlaku. Buktinya, hari ini, dia bahkan yang mengajak Intan untuk jalan-jalan meskipun mungkin dia sendiri tak menyukainya.
Intan terus mematung memandangi wajah Pak Hendra yang tertidur lelap dengan berbagai tanya di benaknya. Hingga dia dikagetkan dengan mata Pak Hendra yang tiba-tiba bergerak. Sambil mengucek matanya Pak Hendra melihat ke arah Intan yang sedang berdiri di depannya.
“Kamu udah mandi?” tanya Pak Hendra.
“Iya udah," jawab Intan yang sedokit kaget.
"Sekarang giliran Mas Hendra yang mandi,” pinta Intan.
Tanpa menjawab Pak Hendra segera bergegas ke kamar mandi diikuti dengan pandangan Intan yang disertai rasa damai. Entah kenapa, semakin hari Intan selalu merasakan perasaan damai kala dekat dengan Pak Hendra dannmerasa rindu kala jauh darinya.
“Apa iya aku benar jatuh cinta pada Mas Hendra?” tanya Intan dalam batinnya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu selalu muncul dalam kepalanya ketika dia sedang dekat dengan Pak Hendra. Dia selalu merasakan perasaan yang berbeda kala itu. Namun dia selalu berusaha untuk menepisnya. Dia tak ingin terlalu jauh mendefinisikan perasaannya. Dia hanya takut cintanya bertepuk sebelah tangan. Namun dia juga kadang tak bisa menepisnya karena perasaan itu selalu datang dan datang lagi. Apalagi sekarang ketika mereka selalu bersama seperti ini.
“Hey! Jangan melamun! Nanti kamu bisa kesurupan, “ ucap Pak Hendra mengagetkan Intan yang terlihat sedang melamun.
“Ehh iya Mas,” ucap Intan kaget melihat Pak Hendra.
“Kamu ngelamunin apa sih?” tanya Pak Hendra bercanda.
“Ngga kok Mas,”jawab Intan sambil menunduk.
“Mas Hendra kebiasaan yaa. Nggak langsung pakai pakaian di kamar mandi” ucap Intan sambil masih menunduk.
Meskipun Intan sudah beberapa kali melihat Pak Hendra dengan hanya balutan handuk di badannya, tetap saja dadanya selalu berdesir. Entah kenapa ketika melihat tubuh atletis Pak Hendra, Intan serasa terhipnotis. Itu sebabnya dia selalu menunduk jika mendapati hal seperti ini. Namun sepertinya Pak Hendra mengetahui itu dan sengaja melakukannya.
Itu terjadi beberapa hari lalu. Ketika Pak Hendra baru saja selesai mandi dan langsung keluar hanya dengan handuk melilit di badannya. Dan Intan yang ketika itu baru saja selesai membuat teh, tanpa sengaja melihat Pak Hendra. Seketika dia kaget dan tanpa sadar memandangi tubuh Pak Hendra selama beberapa detik. Dan ternyata, Pak Hendra memperhatikan apa yang di lakukan Intan. Mulai saat itu, Pak Hendra selalu keluar dengan hanya handuk di badannya. Intan sendiri mengutuki dirinya karena telah melakukan hal yang tak sepantasnya namun semua sudah terlanjur dan dia tak bisa berbuat apa-apa.
“Kenapa, kamu takut yaa?” tanya Pak Hendra sengaja memancing Intan.
“Takut kenapa?” tanya Intan dengan wajah menoleh ke samping.
“Takut jatuh cinta padaku,” jawab Pak Hendra yang langsung duduk di dekat Intan.
Intan yang kaget langsung terlonjak menjauh dari Pak Hendra. Dia takut kalau tak bisa menahan perasaannya dan melakukan hal-hal di luar batas nalarnya.
“Iiihh Mas Hendra bikin kaget aja,” Seru Intan berusaha menutup kagugupannya.
“Kenapa menjauh? Kamu takut yaa aku melakukan sesuatu?” tanya Pak Hendra sambil melihat Intan dengan gaya nakalnya.
“Nnnngga. Aku tadi kaget aja,” jawab Intan dengan terbata-bata.
“Kalo ngga takut, sini mendekat!” pinta Pak Hendra sambil menepuk kasur disampingnya.
“Haa” sahut Intan.
“Ngga apa-apa, aku ngga akan macam-macam kok” ucap Pak Hendra meyakinkan.
Akhirnya Intan pelan-pelan mulai menggeser letak duduknya hingga mendekati Pak Hendra. Pak Hendra terlihat santai dan diam saja ketika Intan mulai menggeser duduknya. Itu membuat Intan sedikit merasa lega. Namun baru beberapa detik duduk, Pak Hendra tiba-tiba langsung memeluk Intan.
“Hahh! Kamu ketangkep skarang,” ucap Pak Hendra mengeratkan pelukannya dan sambil tertawa.
“Iihh Mas Hendra. Lepasin!” ucap Intan sambil berontak.
“Ngga, aku ngga mau lepasin,” ujar Pak Hendra.
“Mas Hendra aku mohon lepasin,” ucap Intan sambil memohon.
Pak Hendra yang awalnya hanya bercanda akhirnya melepaskan Intan karena melihat dia benar-benar serius meminta untuk di lepaskan.
“Oke oke. Aku lepasin,” icap Pak Hendra sambil melepaskan pelukannya.
“Tan, aku minta maaf,” ucap Pak Hendra melihat ke wajah Intan yang terlihat marah.
Tanpa menjawab, Intan langsung berlalu ke kamar mandi dan mengunci pintu. Pak Hendra yang merasa bersalah segera menyusul Intan.
“Tan, buka dong. Aku minta maaf. Tadi itu aku hanya bercanda,“ ucap Pak Hendra sambil mengetuk pintu.
Namun tak ada suara balasan dari dalam, hanya aliran air yang terdengar.
“Tan. Aku janji ngga akan melakukan hal seperti itu lagi. Tan buka dong!” ucap Pak Hendra lagi.
Namun lagi-lagi tak ada suara. Di dalam kamar mandi Intan menarik nafasnya dalam-dalam. Dia bukan marah pada Pak Hendra. Dia hanya takut terbuai rasa damai yang di hadirkan Pak Hendra dalam pelukannya. Dia takut rasa itu membuatnya lepas kendali hingga melakukan sesuatu yang tak diinginkannya. Sebagaimana seorang laki-laki dan perempuan normal berada dalam satu kamar dgn keadaan saling berpelukan, apa saja bisa terjadi.
“Aku harus bisa menahan diriku setidaknya sampai kembali ke Surabaya,” bisik Intan dalam batinnya.
Di luar, Pak Hendra masih berusaha untuk meminta maaf dan memohon agar Intan membuka pintu. Tak berselang lama akhirnya pintu terbuka.
“Tan. Aku benar-benar minta maaf. Aku janji, ngga akan melakukannya lagi. Pliss Tan. Aku minta maaf,” ucap Pak Hendra memohon pada Intan.
“Ngga apa-apa kok. Mas Hendra ngga perlu minta maaf,” jawab Intan dengan wajah datar.
Hal ini dilakukannya dalam rangka untuk menjaga agar Pak Hendra tak melakukan hal-hal seperti itu lagi yang bisa-bisa membuatnya benar-benar hilang kendali.
“Tapi kamu jangan marah dong,” ucap Pak Hendra dengan ekspresi bersalah.
Sebenarnya Intan tak tega melihat Pak Hendra yang merasa sangat bersalah. Namun tak ada cara lain yang bisa di lakukannya untuk mencegah Pak Hendra untuk tak melakukannya lagi.
“Lain kali jangan lakukan itu. Aku ngga suka,” ucap Intan terpaksa tanpa menatap Pak Hendra.
“Aku janji, Tan,” ucap Pak Hendra sungguh-sungguh.
Hampir saja dia mengambil tangan Intan karena sudah memaafkannya. Namun dia urungkan niatnya karena takut Intan akan marah kembali.
“Yaa sudah. Sekarang pakai pakaian Mas,” pinta Intan langsung berlalu menuju jendela.
Sambil melihat ke luar, Intan berucap lirih dalam batinnya.
“Maafkan aku Mas. Aku ngga bermaksud seperti ini, tapi semuanya demi kebaikan kita,” ucap Intan sambil menarik nafas
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments