Ch 16- Pertanyaan aneh

Setelah merapikan kopernya Intan langsung berbaring di atas tempat tidur. Dia merasa sangat lelah karena perjalanan dari bandara ke hotel hampir memakan waktu dua jam karena macet. Sementara Pak Hendra masih terlihat dengan kopernya seperti mencari-cari sesuatu di dalamnya. Setelah merasa agak lega, Intan lalu beranjak ke jendela kaca yang sangat lebar dengan pemandangan kota jakarta dari lantai dua puluh. Intan sejenak merasa takjub, dia tak menyangka akan menikmati hal-hal seperti ini yang dulunya hanya bisa dia lihat lewat tv atau internet. Pak Hendra yang melihat Intan hanya tersenyum. Dia kemudian menghampiri Intan dan berdiri di sampingnya.

"Kamu suka?" tanya Pak Hendra tanpa menoleh ke Intan.

"Iya Mas. Aku ngga pernah nyangka akan bisa menikmati hal-hal seperti ini yang dulu hanya aku saksikan lewat tv. Makasih yaa atas semuanya," ucap Intan sambil menoleh ke Pak Hendra.

Pak Hendra yang sedari tadi hanya melihat pemandangan kini menoleh ke arah Intan dan merekapun beradu pandang untuk sesaat.

"Kamu ngga perlu berterima kasih, Tan. Hal-hal seperti ini memang sudah semestinya," balas Pak Hendra sambil menoleh kembali arah pemandangan.

"Yaa memang semestinya ngga usah aku berterima kasih, toh ini sebenarnya bukan untuk aku, dengan aku ataupun tanpa aku dia sudah biasa dengan hal-hal mewah seperti ini," ucap Intan dalam hatinya.

"Tan, apa kamu pernah menjalin hubungan dengan seorang laki-laki?" tanya Pak Hendra tiba-tiba.

"Hah...belum pernah," jawab Intan sedikit kaget.

"Kenapa?" tanya Pak Hendra ingin tahu.

"Aku ngga punya waktu untuk memikirkan itu. Dulu yang aku pikirkan hanya bagaimana selesai kuliah dan dapat membahagiakan orang tuaku."

"Tapi pernah ngga sesekali pikiran itu terlintas di benakmu?" tanya Pak Hendra tak puas.

"Ya, layaknya sebagai seorang wanita normal seperti yang lain, pikiran-pikiran seperti itu pasti terlintas, namun aku tak mau membiarkan itu tumbuh subur dalam diriku. Karena seperti yang aku sudah bilang sebelumnya, aku tak mau mengecewakan kedua orang tuaku," tukas Intan menjelaskan.

"Tan, jika seandainya sekarang, ada seorang laki-laki yang menyatakan perasaannya padamu, apa kamu mau menerimanya?" tanya Pak Hendra yangembuat Intan menatapnya penuh selidik.

"Aku ngga tahu. Kalaupun mungkin ada sekarang, aku perlu memastikan perasaanku terlebih dahulu. Apakah aku mencintainya atau tidak," jawab Intan kemudian.

Pak Hendra terlihat menarik nafas dalam-dalam dengan masih memandangi deretan bangunan yang berjejer-jejer.

"Aku mau mandi dulu. Kamu istrahat aja kalau masih capek," pinta Pak Hendra tiba-tiba mengakhiri cerita dan langsung beranjak meninggalkan Intan dengan berbagai tanya di kepalanya.

"Apa maksud Pak Hendra menanyakan semua ini?" tanya Intan dalam batinnya setelah Pak Hendra berlalu.

Lama dia berpikir hingga tak sadar Pak Hendra sudah selesai mandi dan mengagetkan dirinya yang masih di depan jendela.

"Jangan suka ngelamun, ngga baik," ucap Pak Hendra.

"Iiya Mas," jawab Intan sedikit terbata.

"Mas Hendra udah mandi?" tanya Intan asal.

"Iya udah, kamu ngga mandi?" Pak Hendra balik bertanya.

"Sebentar," jawab Intan singkat.

"Yaa udah. Aku mau nonton tv."

Pak Hendra pun kemudian berbaring di tempat tidur dan menyalakan tv. Intan yang sedari tadi berdiri di depan jendela akhirnya beringsut menuju kamar mandi. Sejenak dia bengong melihat kamar mandinya yang sangat luas dengan perabotan yang mewah dan mahal. Ruang shower dan bathup berada pada ruangan terpisah. Di ruang bathup,  terdapat bathup yang lumayan besar dan dindingnya sebagian terbuat dari kaca sehingga kita bisa menikmati pemandangan sambil berendam.

Setelah mandi Intan langsung keluar dan mendapati Pak Hendra sudah tertidur dengan tv masih menyala. Intan menatap wajah Pak Hendra lekat-lekat lalu tersenyum.

"Kasian, mungkin Mas Hendra kelelahan," gumam Intan.

Setelah mematikan tv Intan pergi ke sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat gelas, pemanas air listrik dan berbagai macam minuman sachetan. Dia mengambil teh celup dan membuat secangkir teh. Tadinya dia berencana menawarkan untuk membuatkan Pak Hendra minuman, namun karena dia sudah tertidur, akhirnya Intan memutuskan hanya membuat untuk dirinya sendiri. Pak Hendra terbangun ketika waktu menjelang magrib, itupun karena di bangunkan Intan.

"Kata orang tua dulu, ngga baik tidur ketika magrib," ucap Intan kala membangunkan Pak Hendra

Pak Hendra yang kaget di bangunkan Intan hanya mengucek-ngucek matanya. Dia melirik ke arah jendela dan melihat matahari sudah hampir kembali ke peraduannya.

"Lama yaa aku tidur?" tanya Pak Hendra pada Intan yang masih duduk di sampingnya.

"Iya lama banget. Mas Hendra kelihatan lelap sekali tidurnya," ucap Intan.

"Iya. Rasanya aku capek sekali."

Setelah sepenuhnya sadar dari tidurnya, Pak Hendra lantas beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka. Sementara Intan terlihat sibuk dengan segala kegiatannya.

Jam setengah delapan, Pak Hendra mengajak Intan untuk makan malam di restoran hotel yang berada di lantai dua puluh empat. Hotel yang mereka tempati mempunyai dua puluh lima lantai dan lantai paling atas tersedia kolam renang dan berbagai fasilitas lainnya. Intan hanya manggut-manggut. Setelah makan, mereka langsung kembali ke kamar karena harus menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk sidang esok hari. Mereka berdua terlihat sibuk hingga tak sadar waktu sudah menunjukan pukul setengah sebelas.

"Semua sudah beres. Sekarang waktunya untuk istrahat."

"Iya, aku duluan ya Mas," ucap Intan sembari menuju ke kasur.

"Iya. Selamat tidur semoga mimpi indah," ucap Pak Hendra sambil tersenyum.

Intan tak menjawab. Dia hanya tersenyum malu-malu sambil berlalu. Setelah Intan berlalu, Pak Hendrapun menyusul untuk tidur di sofa dekat jendela yang terletak beberapa langkah dari tempat tidur. Sebelum tidur Pak Hendra masih menyempatkan untuk mendogakkan kepalanya memperhatikan Intan yang sedang berbaring. Merekapun terlelap menuju alam mimpinya masing-masing.

Esok paginya setelah sarapan, mereka langsung berangkat ke pengadilan yang di antar oleh seorang supir yang sudah di siapkan oleh asisten Pak Hendra untuk melayani mereka selama seminggu di Jakarta. Hampir seharian mereka di pengadilan karena ada dua sidang yang di laksanakan pada hari itu. Baru setelah jam tiga mereka bisa kembali ke hotel. Setelah sampai di kamar Intan langsung merebahkan dirinya di kasur di susul oleh Pak Hendra. Intan tak memprotes Pak Hendra yang ikut berbaring di atas tempat tidur bersamanya karena kasian pada Pak Hendra yang pasti lebih lelah di banding dirinya. Setelah puas rebahan, Intan menuju kamar mandi untuk menceburkan diri dalam bathup dan menikmati pemandangan dari dalam.

"Beginikah rasanya jadi orang kaya, hhmm," gumam Intan.

Setelah selesai mandi, Intan memilih untuk menonton tv. Pak Hendra segera bangun dan langsung menuju ke kamar mandi. Selesai mandi Pak Hendra duduk di sebelahnya Intan yang sedang menonton kartun. Intan memang lebih menyukai film kartun di banding film-film yang lain. Entah kenapa itu bisa membuatnya bahagia. Dia bisa tertawa sampai terpingkal-pingkal kala menonton kartun yang mungkin sebagian orang rasanya tak terlalu selucu itu.

"Kamu suka yaa nonton kartun?" tanya Pak Hendra sedikit bingung melihat Intan yang sudah sedewasa itu tapi tontonannya masih seperti anak-anak.

"Iya," jawab Intan singkat tanpa menoleh pada Pak Hendra.

"Kenapa?" tanya Pak Hendra penasaran.

"Yaa aku senang aja melihat anak-anak. Selain itu karena menurutku, anak-anak itu polos dan kalau mereka mau bahagia yaa bahagia aja, tanpa ada syarat apapun" jawab Intan.

"Maksudnya?" tanya Pak Hendra kembali karena kurang paham apa maksud Intan.

"Jadi gini. Dulu waktu kecil, kita ngga pernah mempermasalahkan apapun. Dan apapun yang kita punya itu sudah sangat cukup. Kita ngga pernah merasakan kekurangan, kita bisa bermain dengan apa saja yang ada tanpa mengeluh. Intinya kita selalu bahagia dengan apapun itu. Lalu setelah besar, kita mulai menginginkan banyak hal. Dan kalau itu tidak tercapai kita akan menderita. Kita mulai membuat syarat. Aku akan bahagia jika mempunyai rumah, mobil, bisa jalan-jalan kemanapun dan lain sebagainya. Bahagia itu sudah tak sesimpel dulu. Itulah yang membuat kenapa kita tak pernah bahagia. Itulah juga kenapa aku suka nonton film kartun karna aku ngerasa bisa menikmati kebahagiaan saat seperti kecil dulu." jawab Intan panjang lebar.

Pak Hendra hanya manggut-manggut. Dalam hatinya dia membenarkan apa yang di katakan Intan. Dia tak menyangka Intan mempunyai pikiran seperti itu. Dia semakin yakin Intan adalah sosok wanita yang cocok untuk menjadi pendamping hidupnya.

"Yaa kamu benar. Jujur aku baru sadar ternyata selama ini aku juga merasakan apa yang baru saja kamu katakan," ucap Pak Hendra sambil menatap Intan.

"Makasih yaa karena kamu udah membuat aku sadar," ujar Pak Hendra lagi.

Intan hanya menoleh pada Pak Hendra dengan tersenyum tanpa mengatakan apapun.

Episodes
Episodes

Updated 50 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!