Keesokan paginya, Intan terbangun dan kaget mendapati dirinya berada di kamar Pak Hendra. Dia melihat ke jam weker yang berada di meja samping tempat tidur. Waktu baru pukul empat subuh. Dia melihat ke sekeliling dan matanya tertuju pada Pak Hendra yang sedang tertidur di sofa. Dia merutuki dirinya kenapa bisa tertidur di kamar Pak Hendra dan membiarkannya tertidur di sofa.
"Seharusnya aku ngga tertidur di sini tadi malam dan membiarkan Pak Hendra tidur di sofa. Kan kasian dia lagi sakit. Aahh dasar aku," Gumam Intan merutuki dirinya sendiri.
Intanpun bangun dan segera merapikan tempat tidur. Dia berencana untuk membangunkan Pak Hendra agar pindah ke atas tempat tidurnya namun niatnya ia batalkan karena tak tega melihat Pak Hendra yang sedang tertidur dengan nyenyak.
Sebelum pergi, Dia memperhatikan wajah Pak Hendra. Sejenak dia terpana. Betapa indah dan sempurnanya makhluk Tuhan yang satu ini. Sejujurnya, dia sangat mengaguminya. Dia tersenyum sendiri menatap dengan detil wajah laki-laki yang berada di di depannya itu. Tiba-tiba dalam hatinya muncul rasa damai kala melihat wajah laki-laki yang baru beberapa hari ini bersamanya.
"Aku kenapa yaa? Kok perasaanku jadi gini? Tanya Intan dalam batinnya
"Apa aku jatuh cinta pada Pak Hendra? Ahh ngga mungkin. Udah ah mending aku balik aja ke kamar karna udah masuk waktu subuh," Sela Intan dalam kecamuk batinnya
Intanpun beranjak menuju ke kamarnya, namun sebelumnya dia mengambil selimut dan menutupi tubuh Pak Hendra. Sampai di kamar, setelah melaksanakan kewajibannya, dia berencana untuk menelpon ke kampung halamannya karna sudah beberapa hari dia belum memberi kabar.
"Halo, assalamu alaikum," Ucap Intan
"Waalaikum salam," Jawab suara di seberang
Ibunya yang mengangkat telpon dan merekapun mengobrol hampir setengah jam. Selesai menelpon Intan turun ke bawah untuk menghirup udara segar di taman halaman rumah. Sambil berjalan-jalan dia mencoba untuk menikmati setiap udara yang masuk ke tubuhnya dengan khidmat. Dia memejamkan mata, berkonsentrasi meleburkan tubuhnya dengan semburan sinar mentari hangat di pagi hari yang mengenai wajahnya. Intan sangat menikmatinya hingga tak sadar ada sepasang mata yang mengintip dari balik tirai dinding kaca. Pak Hendra memperhatikan Intan dari balik kamar berdinding kaca yang menghadap langsung ke taman. Sorot matanya tak lepas lekat menatap Intan dari kejauhan. Berbagai rasa menyatu dalam relung batinnya. Ingin rasanya dia berlari kearahnya dan mengatakan bahwa dia mencintainya.
Puas menikmati pagi, Intan kembali ke kamarnya di ikuti pandangan yang sedari tadi belum beringsut dari tempat persembunyiannya. Sampai di kamar, Intan langsung menuju kamar mandi. Dia meyalakan shower dengan pilihan air dingin. Menikmati kumpulan tetes-tetes air yang jatuh mengenai punggungnya. Pikirannya teralih pada perasaan yang timbul kala menatap wajah Pak Hendra di subuh tadi. Ada rasa berbeda yang hadir kala dekat dengan lelaki itu. Rasa yang tak pernah dia rasakan sebelumnya pada lelaki lain selain bapaknya. Dia hanyut dalam arus pikirannya hingga tak sadar sudah hampir satu jam dia berada di dalam kamar mandi. Bi Ani yang dari tadi memanggilnya utk sarapan tak di dengarnya. Dia baru sadar ketika ponselnya berdering untuk yang kesekian kalinya.
"Astaga! Ternyata sudah hampir satu jam aku di sini," Gumam Intan
Seketika dia langsung menyambar handuknya dan mengeringkan badan. Di ambilnya ponsel yang dari tadi berdering menunggu jawabannya. "Pak Hendra"
"Halo, kamu lagi ngapain? Di telpon dari tadi ngga di angkat trus bi Ani manggil-manggil juga ngga di jawab," Ucap Pak Hendra
"Maaf pak, tadi saya lagi mandi," Balas Intan
"Yaa udah. Selesai ganti pakaian langsung turun. Saya tunggu di meja makan," Ucap Pak Hendra
"Baik pak," Jawab Intan. dia lupa menggunakan sebutan Mas karena merasa bersalah sudah di tunggu dari tadi
Setelah berpakaian Intanpun turun ke bawah. Di bawah ada Pak Hendra yang sudah menunggu sekitar sepuluh menit yang lalu.
"Duduk di sini!" Pinta Pak Hendra menunjuk kursi yang berada di sampingnya.
Intan hanya mengangguk dan menurut. Dia merasa tak enak hati karena sudah membuat Pak Hendra menunggu lama.
"Kamu tuh yaa, mandi kok lama bangat. Memangnya kamu ngapain di kamar mandi?" Tanya Pak Hendra sambil menyentuh jidat Intan dengan lembut
"Maaf pak" Jawab Intan sambil menunduk karena merasa bersalah
"Yaa sudah. Karena kamu sudah melakukan kesalahan dengan membuatku menunggu lama, maka akan ada hukumannya," Ujar Pak Hendra dengan tampang serius
Karena merasa bersalah, akhirnya diapun menerima hukuman apapun yang akan di berikan oleh Pak Hendra.
"Baik pak. Saya akan menerima apapun hukumannya," Tukas Intan
"Mas bukan pak," Balas Pak Hendra membetulkan
"Iya Mas," Ucap Intan Kembali
" Baiklah, hukumannya adalah kamu harus menyuapi aku makan," Ucap Pak Hendra santai
"Haah!" Respon Intan kaget
"Kamu ngga mau?" Tanya Pak hendra lagi
"Bukan begitu.Tapi kan Mas Hendra bisa makan sendiri," Jawab Intan polos
"Kamu kan tahu aku lagi sakit. Pokoknya aku ngga mau tahu, hukumannya sudah mutlak dan ngga bisa lagi berubah," Ujar Pak Hendra sedikit memaksa
"Kan yang sakit kakinya bukan tangan, apa hubungannya?" Ucap Intan dalam hatinya sambil mengernyitkan dahi
Karena dia tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan Pak Hendra, maka diapun menyanggupinya.
"Baiklah," Ucap Intan
Pak Hendra tersenyum penuh kemenangan. Intan mengambil nasi goreng yang berada di depan Pak Hendra dan mulai menyuapinya. Dalam hatinya entah kenapa dia malah merasa senang. Padahal Pak Hendra bukan siapa-siapanya. Mereka hanya kebetulan bertemu karena pekerjaan. Dan hubungan mereka pun hanya sebatas masalah kerjaan. Pak Hendrapun merasa bahagia setelah sekian lama dia tak pernah mendapatkan perhatian seperti ini. Meskipun dia tahu bahwa Intan melakukannya bukan karena cinta namun karena terpaksa.
Di tengah kesuksesan karirnya sebagai seorang pengacara, dia tetap saja laki-laki yang butuh perhatian dari seorang wanita. Dan dia merasa Intan adalah wanita yang cocok untuk menempati posisi itu. Meskipun di usianya yang masih terbilang muda, Intan adalah sosok wanita yang pemikirannya melampaui umurnya. Dia wanita mandiri, penurut, penyayang serta tahu menempatkan dirinya. Meskipun kadang-kadang ada sifat manjanya yang muncul, namun bagi Pak Hendra itu adalah hal yang alami dan semua wanita pasti memiliki sisi itu.
Pak Hendra yang sedari tadi terus menatap Intan membuatnya menjadi salah tingkah. Menyadari itu Pak Hendra lalu mengambil piring yang di pegang Intan.
"Sini piringnya, hukumannya sudah selesai" Ucap Pak Hendra
'Tapikan nasinya belum habis," Balas Intan
"Sudah!. Biar saya makan sendiri, kamu makan makananmu," Pinta Pak Hendra lagi
"Baik Mas" Jawab Intan kembali
Suasanapun kembali hening, hanya ada suara sendok dan piring yang saling beradu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
pak Hendra lagi cari kesempatan..
2023-03-03
0