Ch 4- Kembali ke Kota itu

Akhirnya hari itu tiba juga. Sesuai dengan perintah Pak Hendra, Intan harus berangkat hari Jumat agar masih ada waktu untuk belajar sekaligus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan ketika sidang pada selasa nanti. Masih ada waktu tiga hari Intan untuk belajar. Setelah sholat dzuhur, Intan duduk didepan barang-barang yang akan dibawanya. Ada rasa sedih dan berat untuk meninggalkan kedua orang tuanya disini. Namun, dia harus kuat. Toh ini semua juga demi mereka.

Ibunya yang melihat Intan segera menghampiri dan mengelus pundaknya.

"Nak, kamu harus kuat. Ibu dan bapak bangga sama kamu. Kamu anak yg baik dan selalu nurut sama orang tua. Ibu yakin kamu akan bisa melewati segalanya," ucap ibu Intan menguatkan.

Intan yg mendengar kata-kata ibunya langsung meneteskan air mata. Dia sangat beruntung karena mendapatkan orang tua yang begitu sayang padanya.

"Iya Bu, doakan Intan agar selalu kuat menghadapi apapun yg terjadi ke depan," balas Intan.

"Iya sayang doa ibu selalu menyertaimu, Nak," ucap ibunya.

Intan langsung memeluk ibunya dengan erat seakan tak mau melepasnya. Tiba-tiba dari luar terdengar salam. Ternyata bapaknya yang baru saja pulang melaksanakan sholat jumat. Intan dan ibunya pun langsung bergegas menghampirinya sambil menyalami dan mencium tangannya. Itu sudah menjadi tradisi dalam keluarganya. Kalau ada yang baru pulang sholat dari mesjid harus saling menyalami.

Mobil yang Intan tumpangi ke bandara akan tiba sekitar pukul dua. Sementara penerbangannya pukul delapan malam. Perjalanan dari kampungnya ke bandara memakan waktu sekitar tiga jam. Sambil menunggu mobil datang, Intan menyiapkan makan siang. Lalu makan bersama keluarga untuk terakhir kali hingga waktu yang lama.

Waktu menunjukan kurang lima menit pukul dua. Mobil yg akan Intan tumpangi sudah berada di depan rumahnya. Intan pun pamit dengan hati yang berat dan masih berkecamuk rindu. Dia memeluk ibunya dengan erat lalu gantian memeluk bapaknya yang diam berdiri tak berkata sedikitpun. Dekapannya begitu erat. Kehangatan itu begitu dia rasakan. Entah kapan lagi dia bisa memeluk bapak dan ibunya lagi. Lalu terakhir Intan memeluk adiknya, dan membisikkan kalimat.

"Kak Intan titip bapak dan ibu pada kamu. Jaga mereka baik-baik. Jangan nakal. Sekolahnya harus sungguh-sungguh. Jadilah anak yang berbakti kepada kedua orang tua," pesan Intan pada adiknya yg di balas dengan anggukan.

"Pa, ma, dek. Intan pamit. Jaga kesehatan kalian. Assalamualaikum," ucap Intan sambil menahan air matanya.

"Waalaikumussalam," jawab mereka serentak.

Setelah pamit Intan pun melangkahkan kakinya dengan gontai sambil sesekali menoleh ke belakang. Rasanya seperti ada rantai yg mengikat kakinya hingga terasa berat untuk di langkahkan. Ada rindu yang tertinggal di sana.

Di dalam mobil, ada beberapa orang penumpang. Di samping Intan, ada seorang ibu bersama anak perempuan berumur sekitar 17 an tahun. Di belakangnya, duduk berjejer tiga laki-laki. Yang satunya kalau di perhatikan, sepertinya seumuran dengan Intan dan satunya lagi mungkin dua atau tiga tahun di atasnya. Dan lelaki yang terakhir sudah terlihat tua, umurnya mungkin sekitar 60an. Mereka sepertinya sebuah keluarga yang akan menghadiri acara pernikahan salah satu keluarga mereka di Surabaya. Itu berdasarkan sedikit obrolan yang tak sengaja Intan dengar. Di depannya, duduk sopir beserta seorang wanita yang berumur sekitar 30 an dan sepertinya itu adalah istri si sopir.

Di tengah hiruk pikuk pembicaraan penumpang lainnya, Intan hanya diam membisu sambil wajahnya melihat keluar mobil. Memandangi rumput rumput yang dilalui dan pemandangan laut serta pegunungan yang saling berhadapan. Kampungnya terhimpit oleh gunung dan laut. Sehingga di sepanjang jalan, pemandangan yang terlihat adalah pegunungan yang ditumbuhi tanaman hijau serta lautan yang ditumbuhi tanaman bakau yang menghijau sepanjang pantai.

Pikirannya jauh melayang membayangkan wajah kedua orang tuanya. Dia selalu tak bisa menahan air mata kala mengingat wajah orang tuanya yang semakin keriput dimakan usia. Dia ingin menemani mereka ketika melewati masa-masa tua mereka. Tapi Intan juga sudah bertekad untuk mencapai karirnya menjadi seorang pengacara.

Semua berawal dari ketika Intan masih duduk di sekolah SMA. Ketika itu bapaknya yang seorang petani mempunyai sepetak tanah yang diberikan ibu angkatnya karena telah menemani dan merawat beliau hingga ajalnya. Tanah itu sudah dikelola oleh bapaknya sejak masih berumur belasan. Ketika itu, dia belum menikah dengan Ibunya. Di tanah itu bapak menanaminya kelapa dan merawatnya hingga memberikan hasil. Beberapa tahun setelah menikmati hasil, datanglah anak kandung ibu angkatnya yang pergi meninggalkan ibunya dalam keadaan sakit. Dan dengan seenak hatinya meminta semua itu. Bapaknya sudah menjelaskan bahwa tanah itu sudah menjadi haknya. Namun, si anak terus memaksa. Hingga akhirnya karena bapak tak mempunyai bukti yang kuat, maka dengan berat hati dia menyerahkan semuanya. Tanah dan puluhan pohon kelapa yang sudah dirawat dari kecil hingga berhasil dengan keringatnya.

Itulah kenapa Intan begitu ingin menjadi seorang pengacara. Dia tak ingin keluarganya dipandang rendah oleh orang lain.

Waktu sudah menunjukan pukul 17.20 ketika mobil yang mereka tumpangi memasuki bandara. Agak sedikit terlambat dari waktu yang biasanya karena di tengah perjalanan mereka harus beristirahat untuk melaksanakan shalat ashar.

Setelah memindahkan semua barangnya ke kereta barang, Intan segera mencari tempat duduk yang kosong untuk menunggu check in tiket dibuka. Dia mengedarkan pandangannya dan melihat ada kursi kosong di ujung sebelah kanan. Dia pun segera menuju kesana. Di sampingnya ada seorang nenek yang sedang bermain dengan cucunya. Usia nenek itu sepantaran dengan ibunya. Pemandangan itu mengingatkannya pada ibunya.

Setelah sekitar pukul 17.50, check in untuk penerbangan surabaya sudah dibuka. Intan dengan segera mendorong keretanya untuk melakukan check in. Setelah semua selesai, sambil menunggu dia pergi shalat magrib karena waktu sudah menunjukan pukul 18.20. Intan selalu mengingat pesan orang tuanya untuk jangan pernah meninggalkan shalat. Dan itu benar-benar diterapkan dalam hidupnya.

Tepat pukul 20.00 wib, Intan sudah berada dalam pesawat yang sebentar lagi akan lepas landas meninggalkan kampung halamannya yang penuh dengan kenangan. Terdengar suara pemberitahuan dari pramugari bahwa pesawat akan segera lepas landas. Intan pun memakai sabuk pengamannya dan mulai mengatur posisinya.

Terdengar suara deru mesin pesawat dan roda-rodanya yang menyentuh aspal membuat badan bergetar. Intan melihat ke jendela menyaksikan tempat kota kelahirannya dari udara. Terlihat kerlap kerlip lampu malam dan jejeran rumah penduduk. Pemandangan itu membuatnya rindu. Dia teringat pada orang tuanya.

"Mereka pasti sedang menonton TV sekarang," gumam Intan.

Jam begini memang biasanya Intan dan keluarganya menikmati waktu santai dengan menonton TV setelah shalat Isya. Ini adalah saat-saat dimana mereka biasanya selalu berkumpul dengan formasi lengkap. Bapak, ibu dan adiknya. Karena pada siang hari masing-masing sibuk dengan kegiatannya.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

semangat Intan dalam tugas yang bakal disandang..

2023-03-03

0

Alya Dewina Maryam

Alya Dewina Maryam

semangat intan..

2021-04-07

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 50 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!