Sesampai di rumah, Pak Hendra segera di bopong oleh Pak Ilyas menuju kamarnya. Intan dan Bi Ani mengekor di belakang. Bi Ani masih terkejut karena mendapati kabar bahwa tuannya mengalami kecelakaan. Di dalam kamar Intan sedikit ternganga menyaksikan kamar Pak Hendra yang begitu luas dan megah. Kamarnya mirip seperti kamar di hotel bintang lima yang biasa Intan lihat di internet. Pak Hendra pun di baringkan di tempat tidurnya. Setelah berbaring, Pak Hendra memerintahkan semuanya untuk kembali karena dia ingin istirahat. Merekapun kembali termasuk Intan namun baru berapa langkah Pak Hendra memanggil Intan.
"Tan!" panggil Pak Hendra.
"Iya pak," jawab Intan.
"Kesini!" Pinta Pak Hendra.
Intan pun mendekat ke Pak Hendra, "Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Intan.
"Selama saya beristirahat di sini kamu yang harus menemani saya," perintah Pak Hendra.
"Tapi Pak. Sayakan harus kerja," sela Intan.
"Semua pekerjaan kantor sudah saya serahkan ke Dino. Jadi kamu ngga perlu khawatir," ucap Pak Hendra.
"Baik pak" Jawab Intan tanpa membantah lagi.
"Ya sudah. Sekarang kamu silahkan kembali ke kamarmu." pinta Pak Hendra.
Intan hanya mengangguk kemudian segera berdiri dan berlalu dari kamar Pak Hendra. Setelah Intan berlalu, Pak Hendra pun tersenyum. Dalam hatinya dia merasa sangat bahagia karena dia akan punya waktu lebih banyak untuk berduaan dengan Intan. Diapun kemudian beristirahat dan tertidur hingga tak sadar waktu sudah malam.
"Intan kamu ke kamarku sekarang!" pinta Pak Hendra melalui pesan.
"Baik pak," balas Intan.
Tak berapa lama, Intan muncul dengan hanya memakai daster berlengan pendek agak longgar yang panjangnya sedikit melebihi lutut sehingga betisnya yang putih mulus terlihat begitu nyata. Sedangkan di bagian lehernya agak sedikit lebar sehingga terlihat jelas tengkuk hingga sedikit kebawah bagian depan dan belakang karena Intan menguncir rambutnya. Intan memang selalu memakai daster ketika berada di kamar atau menjelang tidur. Menurutnya, ketika memakai daster pergerakan terasa lebih bebas dan dia merasa sangat nyaman. Dia merasa repot kalau harus mengganti pakaiannya setiap kali Pak Hendra membutuhkannya apalagi sekarang sudah pukul setengah sembilan malam dan Intan sudah berada di atas tempat tidurnya. Akhirnya dia memutuskan untuk memakai itu saja ketika Pak Hendra memanggilnya.
"Toh pakaianku tak begitu seksi. Masih dalam batas kewajaran" gumam Intan sebelum ke kamar Pak Hendra.
Intan masuk ke kamar Pak Hendra dan langsung menuju di dekat tempat tidurnya. Pak Hendra yang melihat itu hanya bisa menelan ludahnya. Memang pakaian yang Intan gunakan tak begitu seksi seperti pakaian perempuan-perempuan di luar sana. Namun tetap saja itu membuat Pak Hendra ternganga. Apalagi ketika Intan mendekat sehingga semakin jelas pemandangan itu yang membuat Pak Hendra sejenak tak bisa berkata-kata.
"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Intan.
"Iya, eh kamu suruh Bi Ani untuk buatkan aku coklat hangat yaa. Nanti kamu antar kesini," ucap Pak Hendra sedikit kaget.
"Baik pak," jawab Intan.
"Tan!" panggil Pak Hendra sebelum Intan berlalu.
" Jangan panggil saya pak dong, kitakan bukan di kantor," pinta Pak Hendra merasa aneh ketika Intan terus memanggil pak.
"Trus kalau begitu saya manggilnya apa dong?" tanya Intan.
"Yaa terserah kamu aja. Yang penting bukan bapak. Misalkan mas kek atau apa saja, terserah kamulah!" balas Pak Hendra.
"Ya udah. Kalau begitu aku panggil aja Mas, Mas Hendra. Gimana?" tanya Intan kembali.
"Ok. Itu juga bagus," ucap Pak Hendra.
"Baiklah, Mas Hendra," ujar Intan sambil tersenyum dan berlalu.
Pak Hendra hanya tersenyum sambil mengiringi kepergian Intan.
"Bi, tolong buatkan Pak Hendra coklat hangat yaa," pinta Intan setelah di dapur.
"Baik Neng" jawab Bi Ani.
Sambil menunggu Intan duduk di meja makan. Dia memikirkan tentang permintaan Pak Hendra yang meminta untuk memanggilnya dengan sebutan selain bapak.
"Lohh...memangnya kenapa kalau aku manggil bapak. Kan dia bosku, jadi wajar dong atau mungkin dia ngerasa sangat tua kali yaa kalau di panggil bapak, hehehe" nyengir Intan merasa lucu.
Tak selang beberapa menit, bi ani sudah selesai membuat coklat hangat untuk Pak Hendra. Intan pun segera mengantar ke kamarnya.
"Ini Pak, eh Mas maksudnya. Coklat hangatnya," ucap Intan sambil tersenyum.
"Terima kasih. Kamu duduk di sini aja," pinta Pak Hendra sambil menepuk-nepuk kasur di sampingnya.
Intan hanya menurut.
"Kamu ngapain di kamar?" tanya Pak Hendra.
"Ngga ngapa-ngapain Mas," jawab Intan.
"Jadi, karena kamu ngga ngapa-ngapain, sekarang kamu temani aku ngobrol di sini, ok," pinta Pak Hendra yang membuat Intan sedikit mengernyitkan dahinya.
"Iya Pak, ehh Mas" jawab Intan sambil menutup mulut karena salah sebut lagi.
Merekapun ngobrol ngalur ngidul sambil ketawa ketiwi. Sambil duduk selonjoran, tidur-tiduran. Intan terlihat sangat nyaman apalagi tempat tidurnya Pak Hendra yang sangat besar membuat Intan bisa bergerak dengan bebas. Mereka terlihat seperti sepasang teman yang saling curhat. Tak ada lagi batasan antara bos dan sekertaris. Meskipun mereka terpaut usia yang cukup jauh yaitu sekitar 13 tahun namun itu tak menjadi penghalang mereka untuk akrab satu sama lain. Intan dengan usianya yang terbilang masih muda, namun pemikirannya sudah dewasa sehingga dapat mengimbangi pemikiran Pak Hendra. Dan Pak Hendra yang penyayang terlihat bisa mengimbangi sifat manja Intan.
Pak Hendra yang masih asyik mengobrol sambil tidur-tiduran, tanpa sadar tak melihat Intan yang sudah tertidur. Beberapa menit dia bercerita namun tak kunjung ada respon dari teman ngobrolnya. Akhirnya diapun menengok ke arah Intan dan mendapatinya sudah tertidur pulas.
"Benar-benar yaa ini anak. tidur ngga bilang-bilang jadinya kan aku ngobrol sendiri. Dasar anak bandel!" gumam Pak Hendra sambil menepuk lembut jidat Intan.
Tiba-tiba, dia terpana melihat wajah Intan. Sejenak dia diam dan memperhatikan setiap detil wajah perempuan yang selama ini selalu di mimpikannya.
"Kamu cantik sekali Tan. Aku janji akan selalu menjagamu," gumam Pak Hendra sambil tersenyum dan mengelus pipi mulus Intan.
Meskipun sekarang Intan bukan siapa-siapanya, tapi dia berjanji akan selalu menjaga Intan. Entah suatu saat nanti dia bisa memilikinya atau tidak. Pak Hendra menyadari, memang dia tak menampik perasaannya bahwa dia begitu mencintai Intan. Dan dia menyadari pula bahwa belum tentu Intan mempunyai perasaan yang sama. Namun satu hal yang dia tahu bahwa dia akan selalu berusaha membuat Intan bahagia.
Pak Hendra pun lalu bangun bermaksud untuk menutupi tubuhnya Intan dengan selimut. Namun belum sempat Pak Hendra menutupnya, Intan bergerak sehingga daster yang di pakainya tersingkap dan memperlihatkan bagian dalam pahanya yang putih mulus.
Degggg....Pak Hendra yang melihat pemandangan itu hanya diam termangu. Dadanya berdesir kencang. Ingatannya langsung menuju ke mimpinya beberapa waktu lalu saat mereka saling berpagut. Pikirannya menjadi kacau memperhatikan tubuh yang berada di depannya dengan keadaan yang membuat lali-laki normal tak mau melewati kesempatan itu. Paha yang mulus dan seksi serta tonjolan gunung kembarnya yang lumayan besar membuat Pak Hendra menjadi kalut.
Dia mendekati Intan dan mulai menyentuh bibirnya yang seksi, hidung, alis, mata dan semua bagian wajahnya. Matanya mulai turun ke bawah ke leher hingga berhenti di bagian dadanya. Dadanya semakin berdegup kencang hingga tak sadar tangannya mulai menyentuh menuruni bagian leher.
Belum sempat tangannya menyentuh dada itu. Umm...Suara Intan yang keluar ketika bergerak membuatnya tersadar. Diapun langsung berdiri dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Lalu dia mengambil segelas air di teguknya hingga habis. Dia kemudian duduk di sofa yang menghadap ke arah dinding kaca di kamarnya yang langsung menuju taman halaman rumah. Dia menarik nafasnya dalam-dalam menyesali apa yang baru saja dia lakukan. Padahal belum lama dia mengatakan akan menjaga Intan, tapi ia sudah berani melakukan hal-hal tak pantas seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Alya Dewina Maryam
Hendra dah punya istri belum sih..
penasaran..
2021-04-08
2