Di dalam mobil keduanya hanya diam. Pak Hendra yang biasanya ramah tak sedikitpun mengeluarkan suaranya. Dia juga heran kenapa di depan wanita ini mulutnya seperti kaku. Sedangkan Intan hanya menunduk. Kadang-kadang dia melihat ke arah depan.
Setelah hampir lima belas menit tak ada suara, Pak Hendra pun berusaha untuk membuka pembicaraan,
"Mau makan dimana, Tan?" tanya Pak Hendra.
"Terserah bapak saja," jawab Intan.
"Ya udah. Kalo gitu kita makan di restoran seafood xxx saja yaa," ucap Pak Hendra.
"Iya. Intan mengangguk..
Tak lama kemudian, Pak Hendra membelokkan mobilnya ke sebuah restoran mewah. Setelah mobil berhenti, mereka keluar dan menuju ke dalam. Intan yang sebelumnya tak pernah makan di restoran mewah terlihat agak canggung. Dia berjalan mengekor di belakang Pak Hendra. Melihat itu, Pak Hendra langsung menarik tangannya,
"Kamu jalan di samping saya yaa, jangan di belakang," ujar Pak Hendra.
"Iya pak" jawab Intan.
Merekapun berjalan beriringan memasuki restoran. Tampak beberapa lelaki melihat ke arah Intan. Intan hanya tersenyum. Melihat itu, sontak saja Pak Hendra langsung merangkul pinggang Intan. Intan yang kaget dengan perlakuan Pak Hendra yang tiba-tiba, hanya bisa diam dan menunduk.
Restoran ini sangat besar. Terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah terdapat banyak meja yang berjejer-jejer saling berdekatan. Sedangkan di lantai atas hanya terdapat beberapa ruangan yang saling terpisah sehingga pelanggan satu dan lainnya tidak saling melihat. Untuk bisa menggunakan ruangan ini, pelanggan harus memesannya terlebih dahulu. Restoran ini adalah tempat pavorit Pak Hendra ketika makan siang.
"Selamat siang, Pak. Selamat siang Bu," sapa pelayan yang menyambut Intan dan Hendra.
"Siang." Hendra dan Intan menjawab kompak disertai dengan senyuman.
"Mari saya antar, Pak," ajak sang pelayan
Pak Hendra sudah memesan tempat sejak pagi tadi. Dia sudah di kenal oleh pelayan di restoran itu karena sering mampir. Dan juga karena pemilik restoran itu adalah salah satu mantan kliennya.
Sampai di atas, tangan Pak Hendra masih belum lepas dari pinggang Intan. Intan yang dari tadi merasa tidak enak, sesekali melihat ke tangan Pak Hendra yang masih melingkar erat di pinggangnya. Pak Hendra menyadari itu, namun dia memilih untuk mendiamkan dan pura-pura tak menyadarinya.
Pak Hendra memesan ruangan yang terletak paling ujung sebelah kanan. Ini merupakan tempat kesukaannya.
"Mau pesan apa, Pak?" tanya pelayan.
"Yg biasa ya mba," jawab Pak Hendra.
"Baik pak," balas sang pelayan.
Menu kesukaan Pak Hendra adalah cumi bakar madu dan tumis brokoli wortel serta jus alpukat. Hampir setiap makan di restoran itu, dia selalu memesan menu yang sama. Di banding makanan luar, Pak Hendra lebih menyukai makanan-makanan lokal. Menurutnya, makanan lokal kaya akan cita rasa dan pas ketika menyentuh lidah.
"Mau pesan apa bu?" tanya pelayan kepada Intan.
"Ini ada beberapa menu yang tersedia," ucap sang pelayan sambil menjelaskan satu persatu menu yang tertera.
Intan yang belum pernah makan di restoran mewah seperti itu hanya mengangguk dan akhirnya dia memutuskan untuk memesan menu yang sama.
"Baiklah. Silahkan di tunggu. Permisi!" Ucap sang pelayan kemudian keluar.
Di ruangan itu terdapat dua sofa berwarna hitam yang saling berhadapan. Dan di tengahnya terdapat sebuah meja. Salah satu dindingnya terbuat dari kaca tak tembus pandang yang menghadap ke arah parkiran.
Pak Hendra melihat ke arah Intan,
"Tan. Maaf yaa. Saya hanya ngga suka kalau mereka memandangi kamu seperti itu," ucap Pak Hendra dengan mimik serius sambil menatap Intan.
"Iya pak. Ngga apa-apa kok," jawab Intan dan langsung segera menunduk.
Dia tak mampu menatap lama mata Pak Hendra yang sedang menatapnya tajam penuh arti. Beberapa saat mereka saling diam dan masing-masing melihat ke arah luar.
"Oh iya tan, nanti kirimkan nomor rekeningmu yaa," ucap Pak Hendra memecah keheningan.
"Untuk apa?" tanya Intan.
"Loh! Sayakan sudah janji kemarin akan mengganti uang tiket kamu kesini," jelas Pak Hendra.
"Oh iya. Baik pak," jawab Intan.
Selama menunggu pesanan datang, Pak Hendra sering mencuri pandang ke arah Intan. Intan yang menyadari itu semakin salah tingkah. Pak Hendra hanya tersenyum melihat tingkah Intan yang menggemaskan apalagi ketika dia menggigit bibirnya.
Pak Hendra selalu berusaha mengalihkan perhatiannya ketika mendapati Intan melakukan hal seperti itu. Rasanya dia tak tahan untuk mengulum bibir Intan yang tipis dan seksi itu. Dan selama pertemuan mereka pada hari ini, Intan sudah sering melakukannya.
"Aku harus lebih bisa menahan diri," Gumam Pak Hendra
Tak lama kemudian, terdengar seseorang mengetuk pintu,
"Permisi pak" Ucap sang pelayan dari luar
"Silahkan masuk," Sahut Pak Hendra
Sang pelayan pun masuk membawakan pesanan mereka.
"Selamat menikmati!" Ucap sang pelayan
"Terima kasih," Jawab Pak Hendra
Intan hanya tersenyum dan mengangguk pada pelayan itu. Setelah sang pelayan keluar, sejenak Pak Hendra dan Intan saling berpandangan.
"Silahkan makan," Pinta Pak Hendra
"Iya pak" Jawab Intan
Selama makan, tak ada suara. Yang ada hanyalah suara sendok dan piring yang saling beradu.
Usai makan, mereka langsung keluar.
"Jalan di sampingku," ucap Pak Hendra mengingatkan karena melihat Intan yang sepertinya akan berjalan mengekor seperti sebelumnya.
"Iya Pak" jawab Intan.
Merekapun berjalan ke bawah. Namun kali ini, Pak Hendra tak lagi melingkarkan tangannya ke pinggang Intan.
"Terima kasih pak, bu, atas kunjungannya," Ucap serentak beberapa pelayan yang berjejer.
Pak Hendra dan Intan hanya tersenyum dan mengangguk. Setelah keluar dari restoran, mereka langsung menuju ke kantor.
Sekitar setengah jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di sebuah bangunan berlantai lima. Di depannya ada sebuah papan nama besar yang bertuliskan "Kantor Advokat Hendra Wirawan dkk".
Mereka langsung menuju parkiran yang berada di lantai dasar. Pak Hendra segera turun dan mengajak Intan ke sebuah lift yang berada tak jauh dari tempat parkirnya. Lift itu langsung terhubung dengan ruangannya yang berada di lantai lima. Kantor itu terlihat sepi, hanya ada satpam dan dua orang yang terlihat mondar mandir. Hari sabtu dan minggu memang kantor tutup. Di dalam lift, tak ada suara. Masing-masing hanyut dalam pikirannya.
Setelah lift terbuka, Pak Hendra segera keluar dan mengajak intan,
"Ayo!" ajak Pak Hendra.
"Iya" jawab Intan sambil berjalan mengekor di belakangnya.
Pak Hendra menuju ke sebuah ruangan yang tak jauh dari lift.
"Nah! Ini ruangan kamu," Ujar Pak Hendra sambil membuka pintu
Ruangan itu lumayan luas. Di dalamnya tampak sebuah kursi dan meja dengan alat tulis berada di atasnya. Tak jauh dari samping kanan meja terdapat sebuah lemari yang terbagi atas beberapa ruang penyimpanan. Di setiap ruang terdapat sebuah kotak penyimpanan map. Di masing-masing kotak itu tertulis nama-nama berkasnya. Di samping lemari itu, terdapat sebuah rak buku dengan beberapa buku tertata rapi di dalamnya. Di atasnya terdapat sebuah bunga lily putih. Sekitar satu meter dari samping kanan pintu terdapat sebuah toilet. Di samping kiri meja ada sebuah sofa berwarna krem.
"Bagaimana, kamu sudah pahamkan?" tanya Pak Hendra setelah memperkenalkan ruangan dan menjelaskan tugas Intan.
"Iya pak," jawab Intan
Kemudian Pak Hendra mengajak Intan berpindah ke ruangannya.
"Nah! Kalau yang ini ruanganku," ucap Pak Hendra.
"Ayo masuk!" ajak Pak Hendra.
Intan hanya menurut. Ruangan Pak Hendra bersebelahan dengan ruangan Intan. Ruangannya dua kali lebih luas dari ruangan sebelumnya. Isi ruangannya hampir sama namun disini, rak bukunya terdapat penutup dari kaca. Ukuran raknya sekitar 2 meter antara panjang dan tingginya. Di ruangan ini, salah satu dindingnya terbuat dari kaca. Kita bisa langsung melihat pemandangan Kota Surabaya dari atas. Di dekat meja kerjanya, Ada dua buah sofa lengkap dgn mejanya.
Sambil berjalan-jalan, Intan menuju ke arah rak buku. Dia kagum dengan banyaknya koleksi buku Pak Hendra. Hampir semua buku yang ada di situ temanya tentang hukum. Hanya beberapa saja yang di luar tema itu.
Pak Hendra hanya memandangi Intan yang sedang asyik melihat-lihat koleksi bukunya dari kejauhan. Tampak Intan sangat menikmatinya. Dia sesekali tersenyum. Intan yang sedang asyik tak sadar kalau dirinya sedang di perhatikan.
Setelah puas, Intan langsung berbalik namun sontak saja dia merasa terkejut karena Pak Hendra sudah berada di depannya. Dia hampir saja menabraknya. Intan yang kaget dan gugup langsung menggigit bibirnya.
Pak Hendra yang melihat itu, seketika dadanya langsung berdegup kencang dan langsung menyentuh bibir Intan dengan jarinya.
"Berhenti menggigit bibirmu! Nanti luka," Ucap Pak Hendra berbohong.
Intan yang mendapat perlakuan seperti itu justru semakin gugup. Untuk mengurangi kegugupannya, dia pamit ke toilet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
mintil
lah. sudah ada tanda2 nih. cilok cilok
2021-05-28
2
Alya Dewina Maryam
klo dah booking tempat ngapain nanya..🤦
2021-04-07
1