Kepergian Biantara

POV MUSA HAMIZAN

Aku baru saja selesai melaksanakan sholat Dzuhur, karena setelah ini jadwalku padat sampai malam, aku menyempatkan diri istirahat sejenak sambil memeriksa ponselku.

Aku tertarik pada satu grup di aplikasi hijau milikku, sangat tidak biasa grup itu begitu ramai pada siang hari, itu adalah grup komplek dan baru beberapa hari yang lalu Bian mengundangku masuk ke grup untuk lebih mudah mendapat info.

Aku membukanya dan ternyata grup itu ramai dengan ucapan belasungkawa, kuscroll beberapa kali untuk mengetahui siapa yang meninggal.

[Innalillahiwainnailaihirojiun, semoga Bapak Biantara diterima iman islamnya, husnul khotimah, Aamiin ... dan untuk keluarga yang ditinggalkan semoga di beri kesabaran, Aamiin.]

Biantara?

Biantara!

Seketika air minum yang baru saja kuteguk berhenti dan membuatku tersedak.

Uhuuk ... uhuuk ... uhuuk!

Aku berhasil menguasai nafasku, sebelum kubaca lagi informasi dari grup itu, aku mencari informasi mengenai rumah sakit tempat Bian berada.

"Innalillahiwainnailaihirojiun!"

Tanpa memikirkan jadwal, aku segera berkemas dan pergi. Kupacu mobilku menuju rumah sakit, kulafadzkan dzikir sepanjang perjalanan, hatiku kacau, terkejut, dan gelisah. Aku harus segera ke sana untuk memastikan kebenarannya.

Mariam, di pikiranku hanya Mariam.

Aku segera memarkirkan mobilku, dan tanpa berpikir panjang aku segera berlari, pikiranku tertuju pada Bian dan Mariam aku tidak mampu lagi mendengar yang lainnya, aku hanya mampu mendengar deru nafasku sendiri sepanjang lorong dari parkiran menuju IGD.

Dengan nafas terengah dan penuh keringat aku mencari kesana kemari, berusaha mencari seseorang yang ku kenal. Akhirnya aku melihat Pak Sholeh, beserta 3 orang yang lain, aku ingat wajah mereka saat berbincang bersama Bian tempo hari.

"Assalamualaikum ...," kuucapkan salam kepada mereka, wajah mereka tegang dan ... sedih.

"Waalaikumsalam, Pak Dosen? Pak Musa juga datang kesini?" tanya Pak Sholeh.

"Iya, begitu baca grup saya langsung datang, apa benar Pak? Saya harap berita itu salah."

"Benar Pak Musa, Pak Bian tabrakan tadi pagi, sempat ditolong tapi Pak Bian kehilangan banyak darah, Pak Bian meninggal tadi jam 11-an," jelas Pak sholeh.

"Innalillahiwainnailaihirojiun ... !" Badanku limbung sampai Pak Sholeh harus memapahku untuk duduk, entah kenapa tulangku rasanya melunak semua.

"Sabar Pak Musa, kita semua kaget, terkejut, sedih, Pak RT yang sedang ngurus surat-suratnya, biar jenazah bisa cepet kita bawa pulang."

"Keluarganya, Pak?"

"Istrinya ada di dalam, saya nggak sanggup ngeliatnya Pak Musa ...."

Aku mengumpulkan kembali kekuatanku, dadaku bergemuruh dan sesak, aku melangkah ke dalam ruang IGD di mana jenazah Bian masih berada.

Mariam!

Dia menangis, bersimpuh, dan memeluk jenazah suaminya. Dia menangis begitu sedih, dadaku sesak melihatnya. Dia hanya memakai sendal jepit,daster panjang dengan jilbab alakadarnya, aku sengaja melepas jasku dan berjalan pelan ke arahnya.

Mariam!

Tangisanmu menghancurkan hatiku, rasanya seperti terkoyak-koyak dan sangat pedih. Aku menyelimutkan jasku pada punggungnya yang bergetar seirama dengan isak tangis yang mengguncang seisi ruangan.

"Istighfar, Mariam! Istighfar ... !" ucapku padanya, namun sepertinya percuma, Mariam sedang tenggelam dalam kesedihan, dia bahkan tidak sadar dengan kehadiranku.

Tangannya mencengkram erat kain putih penutup jenazah suaminya, kepalanya bersandar pada dada Bian yang tertutup kain yang telah basah oleh air mata Mariam, Mariam menangisi tanda kehidupan yang tiba-tiba berhenti.

Mariam akhirnya bangun dan menyadari kehadiranku, dia menatap kearahku yang berdiri di sampingnya. Nafasnya terengah-engah dan pendek, air mata membasahi seluruh wajahnya, jilbabnya juga basah, aku tidak tahan melihat permataku hancur, matanya menyiratkan kesakitan luar biasa yang sedang dia rasakan, ingin sekali kuambil penderitaannya dan aku rela menggantikannya menanggung beban dan kesedihan, andai saja aku bisa.

Hatiku hancur, melihat keadaannya. Mariamku!

"Istighfar, Mariam!"

Tiba-tiba badannya ambruk tidak sanggup lagi menahan kesedihan, aku segera menangkapnya sebelum terjatuh.

"Mariam ... ! Mariam ... !"

Dengan kalut aku menggendong tubuh Mariam ke ranjang kosong di dekatku. Kupandang wajahnya yang terlihat begitu menderita. Sejak bertemu dengannya kembali, inilah pertama kali aku benar-benar berani manatap wajahnya. Aku terbayang senyuman dan kejutekannya, sekarang semuanya hilang.

'Maafkan aku yang sempat berkeinginan untuk memelukmu, bukan keadaan yang seperti ini yang kuharapkan.' Aku mengutuki keinginan bodoh yang sempat kuinginkan.

Segera kuhapus air mataku ketika rombongan Pak RT mendatangi kami, sepertinya urusan surat menyurat dan administrasi telah selesai. Datang juga Ibu RT dan 2 orang lainnya, mereka menghampiri Mariam yang pingsan, aku segera berpaling dan memilih bergabung bersama Pak RT dan Pak Sholeh yang sedang berdiskusi mengenai pemakaman Pak Bian.

Ponselku berdering, dan aku memilih keluar ruangan untuk mengangkat panggilan dari Medina.

[Assalamualaikum, Mas,] ucap Medina dengan suara bergetar, dia pasti telah mendengar kabar duka yang menimpa Mariam.

"Waalaikumsalam"

[Mas, suami Mba Mariam meninggal karena kecelakaan, Mas bisa pulang lebih cepat? Oktavia bersamaku, dan aku nggak tahu bagaimana menjelaskan semua ini padanya.]

"Tenang Dek, Istighfar ... Mas sudah di rumah sakit, nanti Mas kabari lagi, bicara pelan-pelan pada Oktavia, Mas yakin kamu pasti bisa, Dek"

[Tapi Mas ...]

"Nanti Mas kabari lagi Dek, enggak enak ini lagi diskusi sama Pak RT"

"Ya sudah, Assalamualaikum ..."

[Waalaikumsalam!]

Mariam sama sekali tidak bisa diajak berkomunikasi, jadi terkait pemakaman semua didiskusikan dengan pihak keluarga via telephone. Hingga akhirnya di putuskan untuk memakamkannya disini, bukan di kampung Mariam atau di kampung Bian.

Mariam sudah siuman, walau harus berkali-kali pingsan lagi dan terus menangis, Mariam bahkan harus menggunakan kursi roda untuk menuju ke mobilku bersama para Ibu-Ibu yang menemaninya. Sedangkan Bapak-bapak terbagi ke mobil Pak RT dan ada yang ikut di mobil ambulance.

Tidak terbayang rasanya, mendapatkan keistimewaan melewati jalan raya dengan cepat, diiringi sirine mobil jenazah. Berkali-kali aku mencuri pandang pada Mariam yang terkulai lemas di kursi belakang lewat kaca mobilku. Matanya terlihat kosong, namun tiba-tiba kembali menangis.

'Bersabarlah Mariamku! Aku harap kamu tegar menghadapinya, aku harap kamu kuat melewati cobaan ini.'

Mobil segera memasuki komplek rumah Mariam, warga sudah ramai berkumpul, dan rumah Mariam telah disulap menjadi rumah duka. Warga menyambut kedatangan jenazah dan langsung melakukan kewajiban mereka sebagai umat muslim.

Medina melihat Mariam dipapah keluar dari mobilku, aku tahu, ada banyak pertanyaan yang ada di benaknya. Oktavia, gadis kecil yang bersama Medina, berlari menghampiri Mariam. Mariam yang sangat lemah segera memeluk malaikat kecilnya.

Mariam kembali menangis, gadis kecil itu pun ikut menangis melihat keadaan Mariam, malang sekali, dia belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, gadis kecil yang menjadi yatim.

Tangisan Mariam begitu menyayat hati, terutama hatiku, terasa pedih sekali. Namun, atmosfir kesedihan begitu cepat menyebar, ditambah pemandangan yang mengundang air mata, semua yang hadir ikut menangis.

Medina menghampiriku, dia menggenggam erat tanganku. Pasti tidak mudah baginya memberikan pemahaman pada seorang gadis kecil yang tiba-tiba menjadi yatim.

"Mas ...!"

🍁🍁🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

ARik Nabawi

ARik Nabawi

jangan ada poligami ya thor

2021-02-16

0

lihat semua
Episodes
1 Pernikahan Yang Bahagia
2 Ibu Mertuaku yang Anggun
3 Jejak Digital Mariam
4 Siapa Mariam?
5 Sudut Hati Musa
6 Hujan sore itu
7 Pertemuan mantan kekasih
8 Sedalam itu kah?
9 Aku Menginginkan Mariam
10 Memohon pada Mariam
11 Sosok Bian
12 Bicaralah sebagai Teman Lama
13 Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki
14 Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN
15 Titip Oktavia POV Medina
16 Kepergian Biantara
17 Permata yang Dirundung Kelabu
18 Mas Musa akhirnya pergi meninggalkanku
19 Air mata yang membuatku dilaknat malaikat
20 Medina Khafiza, istri yang meminta suaminya untuk mengejar cinta pertamanya.
21 Melamar Mariam
22 Kamu tega memintaku menikahi suamimu
23 Pengorbanan Medina
24 Keputusan Musa
25 Aku hanya berbagi bukan kehilangan
26 Memperebutkan Mariam
27 Lamaran kedua Untuk Mariam
28 Pesan Terakhir Biantara
29 Berdamai Dengan Keadaan
30 Mariamku, Istriku.
31 Hari pertama pernikahan
32 Beban Moral Mariam
33 Tersesat Dalam Kesedihan
34 Ungkapan Cinta
35 Jatuh Cinta Berkali-kali
36 Ayo Kita Promil
37 Kemarahan Ibu Medina
38 Menahan Kecewa
39 Duri dalam Pernikahan
40 Isi Hati Mariam
41 Sadar Diri
42 POV Musa Hamizan
43 Restu yang Tidak Sebenarnya
44 Mencintai Tidak Boleh Sebodoh Ini
45 Apa kamu meragukan janjiku, Dek?
46 Satu Hati Dua Cinta
47 Tidak Butuh Yang Lain
48 Pergilah, Din!
49 Pelajaran Hidup Dari Kawan Lama
50 Ada yang Salah Dengan Hatiku
51 Mencari Medina
52 Benarkah Medina Baik-baik Saja?
53 Tempat Penuh Kenangan
54 Kehamilan Medina
55 Kondangan 1
56 Kondangan 2
57 Saksi Kebahagiaan Medina
58 Perjalanan Kembali
59 Panik
60 Bukan Keikhlasan Wanita Biasa
61 Bukan Keikhlasan Wanita Biasa 2
62 Mencoba Bicara dengan Bahasa yang Lain
63 Aku Manusia
64 Saling Menghindar
65 Rasa Ingin Tahu Medina
66 Lepaskanlah Mariam dari Pikiranmu
67 Perpisahan Kedua
68 Yang Terbaik
69 Permintaan Mariam
70 Keinginan Mariam
71 Melepas
72 Pertanyaan Ibu
73 Memenuhi Janji
74 Desas Desus
75 Dilema
76 Mencari Tahu
77 Mencoba Melihat Sudut Pandang Mariam
78 Pergulatan Batin Medina
79 Buah Kejujuran Medina
80 Bicara Pada Mariam
81 Kemarahan Faisal
82 Memberi Tahu Ibu
83 Tangis Bu Aini
84 Pergi
85 Malam yang Indah
86 Sudut Hati Musa
87 Tentang Mas Faisal
88 Aku Harap Kamu Kembali Bersinar
89 Aku Mencintaimu
90 Melahirkan
91 Aku yang Bersalah
92 Berjuang Hidup
93 Pergi
94 Takdir
95 Episode Terakhir
96 Lipatan Masa Lalu
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Pernikahan Yang Bahagia
2
Ibu Mertuaku yang Anggun
3
Jejak Digital Mariam
4
Siapa Mariam?
5
Sudut Hati Musa
6
Hujan sore itu
7
Pertemuan mantan kekasih
8
Sedalam itu kah?
9
Aku Menginginkan Mariam
10
Memohon pada Mariam
11
Sosok Bian
12
Bicaralah sebagai Teman Lama
13
Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki
14
Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN
15
Titip Oktavia POV Medina
16
Kepergian Biantara
17
Permata yang Dirundung Kelabu
18
Mas Musa akhirnya pergi meninggalkanku
19
Air mata yang membuatku dilaknat malaikat
20
Medina Khafiza, istri yang meminta suaminya untuk mengejar cinta pertamanya.
21
Melamar Mariam
22
Kamu tega memintaku menikahi suamimu
23
Pengorbanan Medina
24
Keputusan Musa
25
Aku hanya berbagi bukan kehilangan
26
Memperebutkan Mariam
27
Lamaran kedua Untuk Mariam
28
Pesan Terakhir Biantara
29
Berdamai Dengan Keadaan
30
Mariamku, Istriku.
31
Hari pertama pernikahan
32
Beban Moral Mariam
33
Tersesat Dalam Kesedihan
34
Ungkapan Cinta
35
Jatuh Cinta Berkali-kali
36
Ayo Kita Promil
37
Kemarahan Ibu Medina
38
Menahan Kecewa
39
Duri dalam Pernikahan
40
Isi Hati Mariam
41
Sadar Diri
42
POV Musa Hamizan
43
Restu yang Tidak Sebenarnya
44
Mencintai Tidak Boleh Sebodoh Ini
45
Apa kamu meragukan janjiku, Dek?
46
Satu Hati Dua Cinta
47
Tidak Butuh Yang Lain
48
Pergilah, Din!
49
Pelajaran Hidup Dari Kawan Lama
50
Ada yang Salah Dengan Hatiku
51
Mencari Medina
52
Benarkah Medina Baik-baik Saja?
53
Tempat Penuh Kenangan
54
Kehamilan Medina
55
Kondangan 1
56
Kondangan 2
57
Saksi Kebahagiaan Medina
58
Perjalanan Kembali
59
Panik
60
Bukan Keikhlasan Wanita Biasa
61
Bukan Keikhlasan Wanita Biasa 2
62
Mencoba Bicara dengan Bahasa yang Lain
63
Aku Manusia
64
Saling Menghindar
65
Rasa Ingin Tahu Medina
66
Lepaskanlah Mariam dari Pikiranmu
67
Perpisahan Kedua
68
Yang Terbaik
69
Permintaan Mariam
70
Keinginan Mariam
71
Melepas
72
Pertanyaan Ibu
73
Memenuhi Janji
74
Desas Desus
75
Dilema
76
Mencari Tahu
77
Mencoba Melihat Sudut Pandang Mariam
78
Pergulatan Batin Medina
79
Buah Kejujuran Medina
80
Bicara Pada Mariam
81
Kemarahan Faisal
82
Memberi Tahu Ibu
83
Tangis Bu Aini
84
Pergi
85
Malam yang Indah
86
Sudut Hati Musa
87
Tentang Mas Faisal
88
Aku Harap Kamu Kembali Bersinar
89
Aku Mencintaimu
90
Melahirkan
91
Aku yang Bersalah
92
Berjuang Hidup
93
Pergi
94
Takdir
95
Episode Terakhir
96
Lipatan Masa Lalu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!