Begitulah wanita, sejelas apapun kebenaran yang telah dia ketahui, dia tetap ingin kejelasan yang lain, atau bahkan kebohongan yang lain. Menanyakan sesuatu yang dia sudah tahu, menguji sesuatu yang dia sadar akan tersakiti.
"Mas, cerita saja sama Medina katakan siapa Mariam, jangan dipendam sendiri siapa tahu dengan Mas berbagi Mas akan menemukan jalan keluar dan Mas akan terbebas dari apapun itu yang membuat Mas terkunci," bujuk Medina dengan penuh keyakinan, apa benar Medinaku setegar ini?
"Mas akan cerita siapa Mariam."
"Nggak apa-apa kalau Mas mau nutupin semua dari Medina, tapi kalau Mas membohongi diri sendiri maka entah kapan Mas akan menemukan jalan keluar, Medina di sini sebagai temanmu juga Mas, berbagilah sejujur-jujurnya, biar Mas lega," lanjut Medina, terbuat dari apa hatinya?
Matanya semakin berani menatapku, menunjukan ketegaran hatinya yang kuat dan siap menyambut hatiku yang lemah. Inikah istri sholehah? Dia benar-benar berbeda dari perempuan lain. Aku yakin ini memang jalan keluarku.
"Mariam, adalah kesalahan yang pernah mas lakukan. Mas mengenalnya ketika masih SMP, saat hawa nafsu masih menjajah hati yang naif ini, mas menyadari ikatan laki-laki dan perempuan sebelum menikah itu dosa tetapi iman mas sangat lemah dan terbawa arus perasaan, dan bukan di waktu yang tepat. Sebaik apapun Mariam dan mas saat itu, kita sama-sama salah telah mengikuti hawa nafsu, merajut perasaan dalam ikatan yang tidak halal dan mas terima perasaan sakit hati yang timbul setelahnya sebagai hukuman."
"Apa Mariam juga mendapat hukuman yang sama?" tanya Medina.
"Entahlah, dia memutuskan untuk tidak menunggu lagi. Dia memulai hidup baru dan telah menikah dengan orang yang tidak pernah membuatnya menunggu, dia menutup semua komunikasi jadi mas nggak tahu kabarnya lagi. Yang jelas dia sudah hidup bahagia dengan seorang lelaki yang menjadi pilihannya, dia menikah nggak lama setelah memberitahu kalau dia ngak bisa lagi menunggu mas dan malah menganggap dirinya sebagai hambatan mas meraih apa yang menjadi cita-cita mas. Mas yakin dia pun pernah merasakan sakit tapi mas yakin suaminya mampu membuat dia bahagia, dalam ikatan yang halal, berkah, dan diridhoi Alloh."
"Seyakin itu pula, mas sama kamu Dek, mas yakin kalau Adek mampu membuat mas bahagia." Kulihat matanya berkaca-kaca, namun apa yang ada dalam hatinya tak mampu aku baca.
"Medina bertugas membuat Mas melupakan Mariam?"
"Tidak, jadilah istri Musa saja, Mariam pasti terhapus."
"Lantas apa yang sebenarnya Mas mimpikan setiap malam tentang Mariam?"
"Rasa bersalah."
"Atas apa Mas?"
"Mas juga nggak ngerti Dek, maaf. Mas merasa telah menyakitinya, sebenarnya dia mengusulkan untuk segera menikah, tapi usia kami saat itu masih terlalu muda dan mas nggak punya pekerjaan, bagaimana menghidupinya? Dia bilang aku terobsesi untuk melampaui Mas Harun, sehingga berusaha mati-matian pontang panting ke sana kemari mencari beasiswa. Dia merasa aku mengabaikannya, hingga akhirnya memutuskan pergi. Bahkan dia nggak ngasih mas kesempatan meminta maaf dan memilih menutup semua akses komunikasi."
"Dalam mimpi mas melihat Mariam menangis, dia selalu mengatakan bahwa dia harus mematahkan sayapnya sendiri, hanya demi mendapatkan sedikit keberanian untuk pergi dari mas."
"Mas masih mencintai Mariam?" Mata Medina mentapku tajam dan karena mengingat Mariam aku sampai lupa menutup jendela hatiku.
"Nggak, Dek." Medina tercengang mendengar jawabanku, aku yakin dia tahu jawabanku masih setengah hati.
"Lupakan Dek, mari kita memulai hidup kita yang baru," lanjutku kemudian.
"Baiklah Mas, Medina akan menghormati Mariam sebagai masa lalu, semoga Mariam juga sudah benar-benar bahagia dan sekarang giliran Mas mendapatkan kebahagiaan itu."
"Terimakasih atas kebijaksanaan kamu Dek, mas sampai kehabisan kata-kata melihat hatimu yang begitu bijaksana, mas akan berusaha menjadi suami dan imam yang baik buatmu Dek,"
"Sama-sama Mas, Medina juga akan berusaha untuk menjadi istri yang baik untukmu, Mas."
"Kamu nggak marah, Dek?"
"Enggak Mas, Medina malah seneng Mas bisa percaya dan cerita sama Medina, jangan sungkan Mas aku istrimu."
"Alhamdulillah ... tapi Dek, kamu berhak untuk kecewa setelah tahu sisi lain dariku Dek, mas bukan lelaki sholeh seperti yang kamu pikir, dulu mas pernah keliru."
"Enggak Mas, kamu tetap yang terbaik. Medina hanya takut Mas nggak bahagia aja."
"Terimakasih, Dek,!"
"Sama-sama Mas, Medina akan berusaha keras menjadi wanita yang Mas inginkan, jangan sungkan menegur bila Medina salah atau jangan ragu untuk meminta Medina melakukan sesuatu, asalkan itu membuat Mas bahagia Medina pasti lakukan." Medina berujar dengan penuh keyakinan dan keyakinan itu menular kepadaku, Medina memang wanita yang luar biasa, dia muda dan tidak mudah menyerah, nikmat mana lagi yang aku dustakan.
"Mas sampai kehabisan kata-kata Dek, terimakasih!"
"Cintai Medina Mas! Medina akan berusaha keras agar pantas untuk Mas cintai."
"Pasti Dek," kupeluk dia yang sedang berapi-api menyatakan cintanya padaku, aku harap cintanya segera sampai padaku dan benar-benar membuat perasaanku terhadap Mariam menjadi netral.
Kubelai lembut rambutnya, dan ku cium keningnya berkali-kali. Maafkan aku yang sempat membayangkan dirimu sebagai Mariam.
"Mas ayo makan martabaknya!" ajak Medina membuyarkan pikiranku.
"Baiklah, Dek!"
Medina segera membuka bungkusan martabak yang kubawa, wajahnya kini berseri-seri. Aneh memang, akan lebih umum kalau dia cemburu atau marah, namun Medina malah terlihat bahagia, dan semakin aneh lagi aku tertular perasaan bahagia yang dia pancarkan.
"Mas, Medina suka martabak coklat keju tapi lebih suka lagi kalau coklat kacang."
"Baik Dek, besok mas akan belikan yang coklat kacang."
Medina menyuapiku dengan penuh kelembutan, kami saling menggoda dengan candaan sederhana. Medina tersenyum bahkan tertawa, sikapnya mampu membuatku nyaman dan bahagia.
Perasaan ini tidak pernah kurasakan sebelumnya, terasa ringan, seakan bebanku yang berat telah terangkat. Ternyata benar, aku hanya harus berbagi. Aku bahagia dengan pernikahan ini, proses saling mengenali pasangan dalam ikatan yang sah memanglah indah. Usia Medina memang 7 tahun lebih muda dariku tetapi sikapnya dewasa melibihi diriku sendiri. Aku semakin yakin, pasti bisa melepas perasaanku terhadap Mariam, wanita yang istimewa, hanya saja waktu telah salah mempertemukan kita.
Aku yakin dia juga bahagia entah di manapun dia berada sekarang. Jujur aku sedikit menyimpan harapan agar bisa bertemu, tidak! Melihat dari jauh pun tidak apa-apa. Tetapi keinginanku untuk melupakannya sangatlah besar, apa lagi keberadaan Medina sekarang, dia pasti akan terluka kalau tahu masih ada wanita lain di sudut hati suaminya.
'Bahagialah kamu Mariam, di manapun kamu berada.'
🍁🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Bunga Ilmu
kalo sampai musa membayangkan mariam waktu hubungan suami istri dg medina....fix musa udah berzina....masa lulusan hadramaut kelakuan ktk gt
2021-05-11
0
mieya723
Musa ga menghargai Medina dan pernikahan dong. Membayangkan Mariam?? 😡😡
2021-02-25
0