POV MUSA
Aku sedang berusaha sangat keras untuk melupakan Mariam, aku ingin hidup dengan lebih nyata dan meninggalkan dia yang hanya ada dalam mimpiku. Namun sekali lagi, takdir menguji imanku menguji keteguhan hatiku.
Wajah yang sangat ingin aku lupakan justru terpampang sangat nyata di depan mataku. Kecantikan fisik dan hati yang telah membuatku jatuh begitu dalam. Sampai tidak ada satu pun ilmu yang mampu menghapus bayangannya, aku malu dengan pendidikan tinggi yang kusandang dan malu pada gelar dosen yang melekat padaku sementara melupakan Mariam tidak juga kutemukan rumusnya.
"Mariam ... ?" Nama itu meluncur begitu saja dari mulutku, padahal ada Medina di sana seharusnya aku lebih pandai mengontrol diri dan mulutku.
"Mizan ... ?"
Iya, aku merindukan Mariam, sangat merindukannya. Aku hampir saja terjatuh karena bahagia, kembali melihat Mariam hidup secara nyata. Setelah sekian lama dia hanya ada dalam mimpi-mimpiku. Andai aku menghalalkan dia terlebih dahulu sebelum keberangkatanku ke Yaman, mungkin kisah ini akan berbeda dan dia tidak akan gelisah dalam penantian yang tidak halal dan rindu yang belum berpahala. Aku menyadari keputusannya pergi adalah kesalahanku.
Andai, dan andai.
Aku ingin memeluknya sangat ingin memeluknya tapi sekarang mutlak tidak akan bisa. Sungguh aku telah berdosa karena menginginkan yang bukan milikku.
Aku hendak menyapa Mariam, setidaknya mencoba bersikap biasa. Kita teman lama bukan? Tapi Mariam melengos masuk dan menutup pintu rumahnya. Medina berusaha meminta Mariam membuka pintu namun sia-sia. Nampaknya aku hanyalah mimpi buruk yang ingin Mariam hindari.
Imanku benar-benar diuji, satu sisi aku sadar dia milik orang lain tetapi satu sisi aku ingin sekali saja dan untuk terakhir kalinya memeluk Mariam, untuk sekedar mengobati rasa dahaga yang menyiksaku selama ini. Tapi keberadaan Medina dengan hati yang harus kujaga, membuatku harus membunuh rasa ini berkali-kali.
Aku menginginkan Mariam, sangat menginginkannya. Aku tidak peduli dia marah atau membenciku, sekali saja Mariam. Setelah itu aku akan lebih ikhlas melepaskanmu, dan kisah ini akan selesai dengan bahagia.
"Mas ... !" Medina datang dan mencoba mengajaku bicara, dari tadi aku sengaja menghindarinya, aku malu akan sikapku sendiri.
Tiba-tiba terlintas di pikiranku nasehat seorang sahabat. Ketika kita teringat cinta yang tidak bisa kita miliki maka curahkan rasa itu pada cinta yang telah menjadi milik kita, dengan begitu akan menambah kehangatan pada hubungan yang kita miliki dan mengikis perasaan kita yang salah terhadap cinta yang lain.
"Bissmillahirohmanirohim ... !"
'Aku berlindung pada-Mu dan pada Medina, dari dosaku yang masih mencintai Mariam, semoga Alloh mengampuni dosa-dosaku dan Alloh melindungiku dari perasaan yang salah.'
Kuciumi wajahnya, berharap cintaku akan dalam padanya. Kupanggut bibirnya, dan berharap hatiku akan selalu tertuju hanya padanya. Tangisnya mereda dan dia mulai menyerahkan dirinya padaku.
Aku menangis, tanpa bisa lagi ku tahan, aku lelah dengan perasaan ini.
'Maafkan aku yang telah membuatmu terluka hanya karena ketidakberdayaanku melawan cinta masa lalu.' untaian maaf yang hanya mampu ku ucapkan dalam hati.
Cinta Mariam yang membuatku mabuk dan kesabaran Medina yang terus menuntunku kearah yang benar. Aku mencumbu Medina dengan mengeluarkan segenap kekuatanku untuk mengikis semua tentang Mariam.
'Aku harus lupa, aku harus merelakannya, aku harus melepaskannya!' Aku berjanji pada diriku sendiri, hanya isak yang kutahan yang menjadi saksi kesungguhanku.
Dan semua rasa yang bergejolak hari ini kucurahkan seutuhnya pada Medina dalam bentuk ibadah atas nama cinta.
Medina berjalan dengan gontai ke kamar mandi, kemudian terdengar suara isak tangis diantara suara gemercik air. Sejenak aku mendiamkannya, Medina butuh menangis. Aku yang bodoh membiarkan wanita sebaik Medina terluka.
'Tunggu Medina, aku akan segera mencintaimu!'
Medina dan Mariam telah saling mengenal tanpa saling tahu, ini murni kuasa Alloh tanpa rekayasa manusia. Entah apa yang akan terjadi nanti, tapi tidak ada satu hal pun di dunia ini yang berjalan tanpa ijin-NYA, bahkan perasaanku kepada Mariam sekalipun. Aku yakin suatu saat pasti akan ku temukan hikmah dari semua ini.
"Dek, apa kita harus pindah saja dari sini?" tanyaku padanya saat malam menjelang tidur.
"Kenapa Mas? Menghindari Mba Mariam?"
"Nggak, mas takut kamu nggak nyaman Dek,"
"Aku baik-baik saja Mas,"
"Tapi Dek,"
"Percayalah Mas, Medina nggak papa, justru mungkin ini jawaban dari doa-doa Mas selama ini, menemukan Mariam sekaligus menemukan jalan keluar dari mimpi-mimpi burukmu Mas."
"Aku pertama kali bertemu dengan Mba Mariam adalah saat Mba Mariam menolong ibumu Mas yang kelelahan berjalan dari pasar, Ibu langsung menaruh hati padanya dan memintaku untuk berteman dengannya. Dan setelah mengenal Mba Mariam, aku semakin mengenal banyak orang di sekitar sini, menemukan lingkungan sosial yang hangat dan baik, juga majelis pengajian yang membuatku semakin betah disini. Itu petunjuk Alloh Mas, agar aku menemukan Mba Mariam untukmu."
"Dek ... !"
"Jangan khawatirkan aku Mas, kalau bukan demi ridhomu dan ridho Alloh, aku tidak akan sejauh ini, tidak akan setegar ini bahkan mungkin sudah menyerah saat pertama kali mendengar nama Mariam terucap saat malam pengantin kita. Aku ikhlas Mas, justru akan sangat aneh kalau Mas Musa akan langsung mencintaiku seperti Mas Musa mencintai Mba Mariam, Mas Musa adalah orang yang tidak mudah berpindah hati, setia, dan tulus. Aku hanya harus bersabar sedikit lagi untuk mendapatkan hatimu Mas, aku akan berusaha, semampuku, sekuat hatiku Mas."
Aku sangat tertampar oleh perkataanya, bahkan sejauh ini dia tetap meninggikan derajatku dan tidak ingin merendahkanku.
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri Mas, ini semua terjadi karena aku juga memilihnya, aku menginginkannya. Tidurlah Mas, besok pagi kita harus ke rumah Mba Mariam untuk ngambil motorku." Aku memeluk Medina yang tidur membelakangiku.
Keesokan paginya kami mendatangi rumah Mariam, kali ini dia menyambut kedatanganku dan Medina. Dengan ramah Mariam menanggapi maksud kedatangan Medina, aku menyusul Medina dan mencoba menyapa Mariam layaknya kawan lama. Mariam menyambutnya dan Mariam berpura-pura tidak mengenaliku kemarin, padahal dengan jelas aku mendengar dia menyebut nama kecilku.
Dia mengenalkanku pada Bian, suaminya. Seseorang yang telah mengganti kegagalanku untuk membahagiaan Mariam, aku senang mereka tampak bahagia. Keputusan Mariam untuk berhenti menungguku ternyata tepat, dia mendapat suami yang mampu membuat dia bahagia. Tidak ada yang salah dengan aku dan Mariam, hanya saja kita bertemu di saat yang tidak tepat, sementara Bian dan Mariam beruntung karena bertemu di saat yang baik dan tepat.
Aku berusaha mati-matian menangkis perasaan yang kembali bergejolak di dalam hatiku, kupaksakan untuk tersenyum. Walaupun tidak nyaman rasanya melihat Mariam bergelayut manja pada suaminya, aku pernah berharap untuk ada di posisi itu. Aku harus meredamnya. Mungkin ini hal yang bagus untuk kami memulai kembali semua dari awal.
'Wahai Engkau yang mampu membolak-balikan hati, hapuslah perasaan ini!'
🍁🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Vhina El husna
kasian sama medinanya
2022-10-14
0
Lasmawati Fikri
blm paham Jln cerita nya
2021-06-14
0