Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki

"Apa kalian bersekongkol? Apa kalian semua mempermainkan aku? Termasuk kamu Pah?" tanya Mariam dengan kesal.

"Mba, sesekali bertengkar hebat itu perlu setelah itu kita akan berbaikan, dari pada kita terus berpura-pura baik-baik saja tapi masing-masing dari kita menyimpan apa yang menjadi masalahnya, malah akan menjadi su'udzhon yang berkepanjangan," jelas Medina mengungkapkan pendapatnya.

Mariam mengacuhkannya dan memilih menatap mata Bian penuh intimidasi, Mariam meminta penjelasan atas semua yang Bian putuskan tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Medina menyadari kehadirannya salah tempat, dia pun memilih keluar dan duduk bersama Musa.

"Pah? Apa ini?" tanya Mariam yang tampak tidak mengerti jalan pikiran suaminya.

"Papa tahu, dia adalah orang yang pernah Mama cintai," ungkap Bian.

"Aku bahkan nggak pernah cerita kalau namanya adalah Musa/Mizan," lanjut Mariam.

"Iya, tapi seseorang yang pergi sangat jauh untuk menuntut ilmu, aku pikir dia adalah Pak Musa," jawab Bian dengan keyakinan.

"Bahkan aku tidak pernah cerita kalau Mizan itu lulusan mana?"

"Iya, tapi kemarin malam Papa ketemu dan ngobrol sama Pak Musa jadi papa nebak dia adalah orangnya, gelagat mama yang nggak biasa juga menujukan kalau memang dia orangnya."

"Hmmm, tapi tetep aja Papa nggak bisa melakukan sesuatu seenaknya."

Bian kemudian mendekati Mariam dan mulai memijat bahunya dari belakang, dia sangat paham apa yang dirasakan Mariam.

"Relax Mah, dengerin papa dulu."

Mariam hanya diam menikmati pijatan suaminya, emosi di dalam hatinya masih tinggi akan lebih baik baginya untuk diam dari pada salah bicara.

"Dulu, waktu Mama belum nerima cinta papa, papa pernah berjanji kalau Mama sampai nerima cinta papa, papa akan nemuin sosok cinta pertama Mama itu, papa mau Mama menyelesaikan semuanya yang masih mengganjal di hati Mama,"

"Kamu nggak lucu Pah!" jawab Mariam dengan nada jutek.

"Papa tahu kualitas Mama bagaimana, tapi seberapa hebatnya cinta kita sekarang akan tetap terbayangi cinta yang nggak bisa dimiliki, bukan karena cinta kita nggak istimewa, bukan Mah, sepele kok, hanya karena cinta yang nggak bisa dimiliki itu paling indah saat dikenang dan dilamunkan."

"Aku nggak ngerti maksud kamu Pah, bicara kok muter-muter!"

"Lihat bagaimana Pak Musa memandang istrinya! Biasa aja, bukan karena istrinya Pak Musa itu nggak istimewa kan? Karena dia ada dan dimiliki. Tapi lihat cara Pak Musa memandang kamu, beda Sayang! Karena kamu nggak bisa dimiliki." Bian mencoba memberi Mariam penjelasan.

"Jadi maksud Papa? Aku memandang Mizan juga dengan tidak biasa, karena dia nggak bisa aku miliki?" Mariam mencoba melihat maksud tersirat dari ucapan suaminya.

"Papa nggak bilang begitu, cuma mungkin saja." Bian sedikit menutupi maksudnya.

Mariam melengos kesal, tangan kanannya memijat-mijat keningnya sendiri. Pijatan Bian sama sekali tidak membantu mengatasi kekesalannya.

"Dengar Mah, sejak dulu papa berjanji sama diri papa sendiri, papa akan melampaui semua yang udah cinta pertama Mama itu lakukan untuk Mama." Bian terus mencoba meyakinkan Mariam.

"Tapi ini bukan sesuatu yang aku inginkan, Pah."

"Tapi Mama membutuhkannya, menetralisir perasaan 'itu' untuk bisa memiliki perasaan yang biasa. Mama nggak perlu lagi kucing-kucingan dengan Pak Musa atau pun istrinya, dan nggak perlu tiba-tiba galau kalau inget mereka."

"Aku nggak ngerti sama jalan pikiran Medina yang bukannya menjauhiku malah berusaha mendekatkanku dengan Mizan, aku dan Mizan pernah memiliki rasa yang nggak bisa disepelekan, harusnya dia takut aku atau suaminya khilaf dan kembali saling mencintai. Eh, sekarang suami aku sendiri melakukan hal yang sama gilanya?!" ucap Mariam sambil menyilangkan kedua tangannya ke dadanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku tahu kualitas dirimu Mah, makanya aku percaya dan melakukannya, dan istri Musa mungkin sedang mencari tahu kualitas suaminya," jawab Bian membuat Mariam kehabisan kata-kata.

"Terus sekarang Papa mau aku bernostalgia dengan Mizan, begitu?"

"Hemmm, ayolah dicoba dulu Mah!"

"Aku nggak sama gilanya kaya kalian Pah, apa Papa nggak cemburu sama sekali? Papa nggak takut tiba-tiba aku cinta lagi sama dia?"

"Papa yakin Mama sebenarnya ngerti maksud baik papa, tapi Mama sendiri yang belum siap menghadapinya."

Sementara itu Musa dan Medina mulai merasa gelisah mendengar dengungan perdebatan Bian dan Mariam dari dalam.

"Apa baiknya kita pulang aja, Dek?"

"Tunggu Mas, mungkin sebentar lagi, lagi pula kita sudah berada disini."

Tak disangka Mariam akhirnya mau bicara dengan Mizan dan Medina tentang masa lalu, Bian yang berjalan di belakangnya tersenyum memberitahukan keberhasilannya membujuk Mariam.

"Eheemm .... " Mariam duduk sambil berdehem. Bian mengkode Musa untuk segera bicara.

"Maaf kalau kedatangan kami membuatmu nggak nyaman Mariam," Mizan mencoba memberanikan diri membuka obrolan.

"Nggak kok, nggak usah sungkan, jadi bagaimana? Bagian mana yang membuatmu sampai repot kemari menemuiku?!" Bian menggenggam tangan istrinya mengisyaratkan untuk sedikit menjaga nada bicaranya.

"Aku ingin meminta maaf secara langsung atas keegoisanku dulu, yang mana semua itu membuat kamu terluka dan sedih. Jujur, aku belum bisa memaafkan kesalahanku sendiri, keputusanku yang keliru, ambisiku yang membuatmu menjadi korban, dan waktumu yang terbuang sia-sia ... "

"Perasaanku dan kehidupanku yang terlewat begitu saja karena menunggumu!" potong Mariam.

"Hhhh, sudahlah! Sebenarnya aku tertekan memiliki ikatan denganmu. Aku sadar diri hanya berasal dari keluarga biasa, sederhana dan nggak punya jabatan apa-apa, sementara kamu berasal dari keluarga terpandang, siapapun yang mendengar nama orang tuamu akan segera menunduk menghormati kamu dimanapun kamu berada. Lihatlah, kamu sangat pantas bersanding dengan Medina, keluarga kalian sepadan." Mariam mulai lancar dan terbuka.

"Kalau hanya untuk menunggu, aku nggak akan menyerah begitu saja, aku mundur karena aku sadar akan banyak ketimpangan nantinya kalau kita benar-benar bersama, derajat kita berbeda. Aku akan kewalahan jika harus masuk ke lingkunganmu, dan akan jadi beban besar untuk keluargaku jika berbesan dengan keluargamu."

Bian, Musa, dan Medina antusias mendengarkan setiap curahan hati Mariam tanpa berani menyela. Musa pun mendapat jawaban dan alasan kepergian Mariam yang sebenarnya.

"Lihatlah, aku menemukan Mas Bian sebagai jodohku. Orang biasa dengan hati yang luar biasa untukku, hidupku tenang dengan cinta dan perasaan yang mengalir begitu alami tanpa takut memikirkan beban status dan derajat. Aku minta maaf, dulu aku nggak mampu berjuang untukmu lebih jauh, maaf kalau aku mungkin telah menyakitimu, dan juga maaf bila aku selalu hadir dalam setiap mimpi-mimpimu, itu mutlak bukan keinginanku, tapi karena kisah yang membuatmu terikat hanya karena penasaran dan penuh dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana, aku harap sudah terjawab sekarang," pungkas Mariam.

"Aku ... nggak nyangka pikiran kamu sejauh itu. Andai dulu kamu bicara pasti akan kujelaskan agar hatimu nggak perlu menduga-duga."

"Sudahlah, aku sudah ikhlas atas perasaan yang dulu. Teriamaksih telah memberiku kesempatan mengatakan yang sebenarnya."

"Terimakasih juga atas ketersediaanmu bercerita, sekarang aku akan mencoba lebih ikhlas menerima keadaan."

"Dan buat kamu Din, berhenti mencoba menjadi aku, menjadi Mariam. Jadilah dirimu sendiri hingga Mizan bisa mencintai dirimu, bukan bayangan Mariam yang sengaja kamu bangun dalam karaktermu!"

"Oke cukup, aku permisi!" Mariam bergegas meninggalkan mereka dan masuk ke dalam.

"Mariaam ... !"

🍁🍁🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

ARik Nabawi

ARik Nabawi

ada apa ya masih manggil2 aku

2021-02-16

0

lihat semua
Episodes
1 Pernikahan Yang Bahagia
2 Ibu Mertuaku yang Anggun
3 Jejak Digital Mariam
4 Siapa Mariam?
5 Sudut Hati Musa
6 Hujan sore itu
7 Pertemuan mantan kekasih
8 Sedalam itu kah?
9 Aku Menginginkan Mariam
10 Memohon pada Mariam
11 Sosok Bian
12 Bicaralah sebagai Teman Lama
13 Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki
14 Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN
15 Titip Oktavia POV Medina
16 Kepergian Biantara
17 Permata yang Dirundung Kelabu
18 Mas Musa akhirnya pergi meninggalkanku
19 Air mata yang membuatku dilaknat malaikat
20 Medina Khafiza, istri yang meminta suaminya untuk mengejar cinta pertamanya.
21 Melamar Mariam
22 Kamu tega memintaku menikahi suamimu
23 Pengorbanan Medina
24 Keputusan Musa
25 Aku hanya berbagi bukan kehilangan
26 Memperebutkan Mariam
27 Lamaran kedua Untuk Mariam
28 Pesan Terakhir Biantara
29 Berdamai Dengan Keadaan
30 Mariamku, Istriku.
31 Hari pertama pernikahan
32 Beban Moral Mariam
33 Tersesat Dalam Kesedihan
34 Ungkapan Cinta
35 Jatuh Cinta Berkali-kali
36 Ayo Kita Promil
37 Kemarahan Ibu Medina
38 Menahan Kecewa
39 Duri dalam Pernikahan
40 Isi Hati Mariam
41 Sadar Diri
42 POV Musa Hamizan
43 Restu yang Tidak Sebenarnya
44 Mencintai Tidak Boleh Sebodoh Ini
45 Apa kamu meragukan janjiku, Dek?
46 Satu Hati Dua Cinta
47 Tidak Butuh Yang Lain
48 Pergilah, Din!
49 Pelajaran Hidup Dari Kawan Lama
50 Ada yang Salah Dengan Hatiku
51 Mencari Medina
52 Benarkah Medina Baik-baik Saja?
53 Tempat Penuh Kenangan
54 Kehamilan Medina
55 Kondangan 1
56 Kondangan 2
57 Saksi Kebahagiaan Medina
58 Perjalanan Kembali
59 Panik
60 Bukan Keikhlasan Wanita Biasa
61 Bukan Keikhlasan Wanita Biasa 2
62 Mencoba Bicara dengan Bahasa yang Lain
63 Aku Manusia
64 Saling Menghindar
65 Rasa Ingin Tahu Medina
66 Lepaskanlah Mariam dari Pikiranmu
67 Perpisahan Kedua
68 Yang Terbaik
69 Permintaan Mariam
70 Keinginan Mariam
71 Melepas
72 Pertanyaan Ibu
73 Memenuhi Janji
74 Desas Desus
75 Dilema
76 Mencari Tahu
77 Mencoba Melihat Sudut Pandang Mariam
78 Pergulatan Batin Medina
79 Buah Kejujuran Medina
80 Bicara Pada Mariam
81 Kemarahan Faisal
82 Memberi Tahu Ibu
83 Tangis Bu Aini
84 Pergi
85 Malam yang Indah
86 Sudut Hati Musa
87 Tentang Mas Faisal
88 Aku Harap Kamu Kembali Bersinar
89 Aku Mencintaimu
90 Melahirkan
91 Aku yang Bersalah
92 Berjuang Hidup
93 Pergi
94 Takdir
95 Episode Terakhir
96 Lipatan Masa Lalu
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Pernikahan Yang Bahagia
2
Ibu Mertuaku yang Anggun
3
Jejak Digital Mariam
4
Siapa Mariam?
5
Sudut Hati Musa
6
Hujan sore itu
7
Pertemuan mantan kekasih
8
Sedalam itu kah?
9
Aku Menginginkan Mariam
10
Memohon pada Mariam
11
Sosok Bian
12
Bicaralah sebagai Teman Lama
13
Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki
14
Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN
15
Titip Oktavia POV Medina
16
Kepergian Biantara
17
Permata yang Dirundung Kelabu
18
Mas Musa akhirnya pergi meninggalkanku
19
Air mata yang membuatku dilaknat malaikat
20
Medina Khafiza, istri yang meminta suaminya untuk mengejar cinta pertamanya.
21
Melamar Mariam
22
Kamu tega memintaku menikahi suamimu
23
Pengorbanan Medina
24
Keputusan Musa
25
Aku hanya berbagi bukan kehilangan
26
Memperebutkan Mariam
27
Lamaran kedua Untuk Mariam
28
Pesan Terakhir Biantara
29
Berdamai Dengan Keadaan
30
Mariamku, Istriku.
31
Hari pertama pernikahan
32
Beban Moral Mariam
33
Tersesat Dalam Kesedihan
34
Ungkapan Cinta
35
Jatuh Cinta Berkali-kali
36
Ayo Kita Promil
37
Kemarahan Ibu Medina
38
Menahan Kecewa
39
Duri dalam Pernikahan
40
Isi Hati Mariam
41
Sadar Diri
42
POV Musa Hamizan
43
Restu yang Tidak Sebenarnya
44
Mencintai Tidak Boleh Sebodoh Ini
45
Apa kamu meragukan janjiku, Dek?
46
Satu Hati Dua Cinta
47
Tidak Butuh Yang Lain
48
Pergilah, Din!
49
Pelajaran Hidup Dari Kawan Lama
50
Ada yang Salah Dengan Hatiku
51
Mencari Medina
52
Benarkah Medina Baik-baik Saja?
53
Tempat Penuh Kenangan
54
Kehamilan Medina
55
Kondangan 1
56
Kondangan 2
57
Saksi Kebahagiaan Medina
58
Perjalanan Kembali
59
Panik
60
Bukan Keikhlasan Wanita Biasa
61
Bukan Keikhlasan Wanita Biasa 2
62
Mencoba Bicara dengan Bahasa yang Lain
63
Aku Manusia
64
Saling Menghindar
65
Rasa Ingin Tahu Medina
66
Lepaskanlah Mariam dari Pikiranmu
67
Perpisahan Kedua
68
Yang Terbaik
69
Permintaan Mariam
70
Keinginan Mariam
71
Melepas
72
Pertanyaan Ibu
73
Memenuhi Janji
74
Desas Desus
75
Dilema
76
Mencari Tahu
77
Mencoba Melihat Sudut Pandang Mariam
78
Pergulatan Batin Medina
79
Buah Kejujuran Medina
80
Bicara Pada Mariam
81
Kemarahan Faisal
82
Memberi Tahu Ibu
83
Tangis Bu Aini
84
Pergi
85
Malam yang Indah
86
Sudut Hati Musa
87
Tentang Mas Faisal
88
Aku Harap Kamu Kembali Bersinar
89
Aku Mencintaimu
90
Melahirkan
91
Aku yang Bersalah
92
Berjuang Hidup
93
Pergi
94
Takdir
95
Episode Terakhir
96
Lipatan Masa Lalu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!