Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN

"Mariam ... !" Panggilan itu meluncur bagitu saja dari mulutku ketika melihat Mariam berdiri dan memilih pergi, sekilas aku melihat Pak Bian dan Medina menatapku, hatiku hampir saja lepas kendali.

"Maaf Pak Musa, aku nggak bisa membujuk Mariam lebih dari itu," kata Pak Bian membuatku semakin tidak enak hati.

"Hhhm, maaf Pak Bian sekali lagi maaf!"

☘☘☘☘☘

Malam itu aku melihat Pak Bian sedang duduk-duduk di dekat masjid komplek dengan beberapa warga. Aku menghampirinya dan Pak Bian memperkenalkan aku pada warga sekitar, kesibukanku membuat aku belum sempat terjun ke dalam masyarakat. Namun Pak Bian dengan ramahnya memperkenalkan aku kepada warga yang lain, sehingga membuatku mudah masuk dan bergaul dengan disini.

"Jadi Pak Musa ini pekerjaannya apa?" tanya Pak Sholeh.

"Saya dosen Pak, baru dan harus bolak-balik Bogor- Jakarta karena mengajar di Jakarta juga," jawabku singkat.

"Oh, Pak Dosen muda. Semoga betah di lingkungan sini ya Pak Musa," tambahnya kemudian.

"Terimakasih Pak, lain kali saya akan lebih aktif di masyarakat, sekarang harap maklum bapak-bapak bukan saya nggak mau tapi saya masih baru jadi masih banyak pekerjaan."

"Nggak papa Pak Musa, santai saja," timpa yang lain, aku bahkan belum hafal nama mereka satu per satu.

"Pak Musa boleh nanti saya bicara berdua?" tanya Pak Bian.

"Silahkan," perasaanku sedikit khawatir dengan apa yang akan Pak Bian bicarakan, setelah semua orang pergi dan hanya menyisakan aku dan Pak Bian, aku segera bertanya kembali padanya.

"Jadi, ada apa Pak Bian?"

"Pak Musa lulusan luar negri?" tanya Pak Bian.

"Iya, saya lulusan Tarim, Yaman," jawabku tanpa curiga.

"Berarti benar kalau Pak Musa itu adalah mantan pacarnya istri saya, Mariam?" tanya Pak Bian tanpa ragu.

Aku sangat terkejut dengan pertanyaan yang diluar prediksiku itu.

"Hemm, mungkin iya kalau Mariam menganggap saya begitu," jawabku ambigu, namun Pak Bian dengan tegas bisa mengambil kesimpulan dari jawabanku.

"Ohh, senang sekali Pak Musa akhirnya kita bisa ketemu, dari dulu saya penasaran sosok cinta pertama istri saya."

"Jangan salah paham Pak, seandainya saya tahu dia ada disini mungkin saya akan memilih kota lain."

"Oh, jadi kalian sama-sama saling menghindari? Dulu Mariam memintaku membawanya merantau untuk kehidupan baru, tapi aku yakin dia hanya ingin melupakan kamu Pak," setiap penuturan Pak Bian membuatku terkunci dan tidak bisa menjawab apa-apa.

"Jangan khawatir Pak Musa, saya hanya penasaran. Tapi saya bangga, ternyata selera istri saya cukup tinggi, hahaha ... " Pak Bian tertawa sambil menepuk-nepuk pundakku, benar-benar sosok yang nyaman walaupun topik pembicaraan kami terlalu sensitif.

"Hehe ... nggak gitu juga, Pak Bian ini bisa aja,"

"Enggak mudah lho Pak buat saya, meyakinkan istri saya untuk move on, malah sepertinya sampai saat ini Pak Musa masih memiliki arti yang nggak biasa di hati istri saya."

"Maaf Pak Bian, saya nggak ngerti, karena cerita itu udah lama banget."

"Iya saya nggak tahu Pak, kan cuma nebak."

"Maaf Pak, kalau kehadiran saya mengganggu," Inisiatifku meminta maaf padanya.

"Hhh? Saya nggak keganggu Pak Musa, saya justru senang. Dulu saya nyari-nyari kontaknya Pak Musa kemana-mana, tapi memang susah dan nggak ketemu, sekarang malah ada di depan saya orangnya, iya bagaimana ya? Mariam sepertinya masih keganggu sama cerita kalian itu, dulu saya pernah janji sama diri saya sendiri kalau saya akan cari Pak Musa sampai ketemu, biar istri saya bisa mengunggapkan secara langsung apa yang masih mengganjal," tuturnya panjang.

"Memang udah lama banget, tapi saya kok ya masih inget sama kata-kata saya sendiri, walaupun Mariam sudah jauh berubah dan jauh lebih baik keadaanya ketimbang saat-saat dulu. Tapi ada baiknya saya tetep ungkapkan sama Pak Musa, ya mungkin sudah jalannya seperti itu, kalian kembali bertemu saat perasaan Mariam sudah jauh lebih baik, seandainya kalian ketemu sebelum-sebelum ini mungkin reaksi Mariam akan lebih buruk," lanjut Pak Bian, aku hanya mampu menyimak dan meresapi cinta Bian untuk Mariam yang tersirat dalam setiap ucapannya.

"Apa dulu keadaan Mariam buruk?"

"Cukup lumayan, sepertinya Pak Musa adalah cinta terbesar di hidupnya, Mariam sedih sangaat sedih, tapi saya juga nggak mau menyerah karena saya yakin dia jodoh saya waktu itu."

"Saya senang Pak Bian lah yang menjadi jodoh Mariam, nggak ada yang lebih baik dari Pak Bian bahkan saya sekalipun. Saya ... juga merasakan hal yang sama, maaf Pak perasaan saya pernah begitu besar untuk istri Pak Bian."

"Nggak papa Pak Musa sekarang kita sudah sama-sama dewasa, datanglah ke rumah Pak bicaralah pada Mariam biar kalian bisa sama-sama bicara, bicaralah sebagai teman lama itu pasti lebih mudah."

"Pak Bian nggak keberatan?"

"Enggak, datanglah!"

☘☘☘☘☘

Kutatap kembali Medina, raut wajahnya sedih, entah karena Mariam yang pergi atau karena ucapan Mariam. Kami segera berpamitan pada Pak Bian, karena kondisi Mariam sudah tidak memungkinkan diajak bicara.

Setidaknya aku tahu alasan Mariam yang sebenarnya, dan yang paling membuatku tenang adalah sosok Bian sebagai suaminya. Sekarang sudah tidak ada lagi alasanku untuk tidak ikhlas dan tidak melupakan Mariam, saatnya menutup kisah yang lama dan memulai hal yang baru.

Sesampainya di rumah kupeluk Medina dengan erat, karena kesabarannya aku bisa menemukan titik ikhlas untuk melepaskan perasaanku pada Mariam.

"Kenapa Mas?" tanya Medina.

"Terimakasih Dek, mas sudah lebih baik sekarang, sepertinya mulai sekarang mas nggak akan lagi mimpi tentang Mariam," ungkapku padanya, menyadari beban rasa salah pada Mariam seperti sedang menguap satu persatu.

"Hemm, sebenarnya Mas udah nggak pernah mengigau nama Mba Mariam lagi sejak bertemu dengan Mba Mariam sore hari itu," kata Medina, dan senyum kecil terlukis di sudut bibirnya.

"Benarkah?" tanyaku memastikan, Medina hanya mengangguk, aku sangat senang mendengarnya, definisi bahagia setelah kehadiran Mariam begitu kurasakan. Bukan bahagia karena rasa yang keliru, tapi kedatangannya justru menghadirkan rasa ikhlas.

"Mas tahu Mariam berjodoh dengan orang yang tepat Dek, mas tenang dengan itu."

"Medina juga ikut senang, apalagi melihat Mas Musa sebahagia ini."

"Terimakasih atas segalanya Dek, Mas janji akan mencintai kamu lebih dalam dari cinta mas pada Mariam. Kita mulai lagi sebagai lembaran baru, dan ... maafkan mas yang pernah membuatmu sedih Dek, semua air matamu akan mas ganti dengan kebahagiaan." Semua yang kuucapkan kepada Medina, adalah murni dari hatiku.

Medina tersenyum dan menangis secara bersamaan, aku hargai pengorbanannya, aku hargai cintanya padaku, aku hargai kesabaran dan kelembutannya.

Kuusap air mata yang mengalir di pipinya, aku hanya yakin dia pun bahagia. Maafkan aku yang terlambat menjadi suami yang baik.

"Makasih Mas, Medina bahagiaaa banget ... terimakasih!" Medina kembali memelukku dengan tangisnya.

Sementara itu di tempat lain, Mariam melepaskan tangisnya di pelukan Bian. Bian hanya terdiam sambil menepuk-nepuk pelan punggung istrinya.

🍁🍁🍁🍁🍁

Episodes
1 Pernikahan Yang Bahagia
2 Ibu Mertuaku yang Anggun
3 Jejak Digital Mariam
4 Siapa Mariam?
5 Sudut Hati Musa
6 Hujan sore itu
7 Pertemuan mantan kekasih
8 Sedalam itu kah?
9 Aku Menginginkan Mariam
10 Memohon pada Mariam
11 Sosok Bian
12 Bicaralah sebagai Teman Lama
13 Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki
14 Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN
15 Titip Oktavia POV Medina
16 Kepergian Biantara
17 Permata yang Dirundung Kelabu
18 Mas Musa akhirnya pergi meninggalkanku
19 Air mata yang membuatku dilaknat malaikat
20 Medina Khafiza, istri yang meminta suaminya untuk mengejar cinta pertamanya.
21 Melamar Mariam
22 Kamu tega memintaku menikahi suamimu
23 Pengorbanan Medina
24 Keputusan Musa
25 Aku hanya berbagi bukan kehilangan
26 Memperebutkan Mariam
27 Lamaran kedua Untuk Mariam
28 Pesan Terakhir Biantara
29 Berdamai Dengan Keadaan
30 Mariamku, Istriku.
31 Hari pertama pernikahan
32 Beban Moral Mariam
33 Tersesat Dalam Kesedihan
34 Ungkapan Cinta
35 Jatuh Cinta Berkali-kali
36 Ayo Kita Promil
37 Kemarahan Ibu Medina
38 Menahan Kecewa
39 Duri dalam Pernikahan
40 Isi Hati Mariam
41 Sadar Diri
42 POV Musa Hamizan
43 Restu yang Tidak Sebenarnya
44 Mencintai Tidak Boleh Sebodoh Ini
45 Apa kamu meragukan janjiku, Dek?
46 Satu Hati Dua Cinta
47 Tidak Butuh Yang Lain
48 Pergilah, Din!
49 Pelajaran Hidup Dari Kawan Lama
50 Ada yang Salah Dengan Hatiku
51 Mencari Medina
52 Benarkah Medina Baik-baik Saja?
53 Tempat Penuh Kenangan
54 Kehamilan Medina
55 Kondangan 1
56 Kondangan 2
57 Saksi Kebahagiaan Medina
58 Perjalanan Kembali
59 Panik
60 Bukan Keikhlasan Wanita Biasa
61 Bukan Keikhlasan Wanita Biasa 2
62 Mencoba Bicara dengan Bahasa yang Lain
63 Aku Manusia
64 Saling Menghindar
65 Rasa Ingin Tahu Medina
66 Lepaskanlah Mariam dari Pikiranmu
67 Perpisahan Kedua
68 Yang Terbaik
69 Permintaan Mariam
70 Keinginan Mariam
71 Melepas
72 Pertanyaan Ibu
73 Memenuhi Janji
74 Desas Desus
75 Dilema
76 Mencari Tahu
77 Mencoba Melihat Sudut Pandang Mariam
78 Pergulatan Batin Medina
79 Buah Kejujuran Medina
80 Bicara Pada Mariam
81 Kemarahan Faisal
82 Memberi Tahu Ibu
83 Tangis Bu Aini
84 Pergi
85 Malam yang Indah
86 Sudut Hati Musa
87 Tentang Mas Faisal
88 Aku Harap Kamu Kembali Bersinar
89 Aku Mencintaimu
90 Melahirkan
91 Aku yang Bersalah
92 Berjuang Hidup
93 Pergi
94 Takdir
95 Episode Terakhir
96 Lipatan Masa Lalu
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Pernikahan Yang Bahagia
2
Ibu Mertuaku yang Anggun
3
Jejak Digital Mariam
4
Siapa Mariam?
5
Sudut Hati Musa
6
Hujan sore itu
7
Pertemuan mantan kekasih
8
Sedalam itu kah?
9
Aku Menginginkan Mariam
10
Memohon pada Mariam
11
Sosok Bian
12
Bicaralah sebagai Teman Lama
13
Ssesuatu yang nampak Indah karena tidak kita miliki
14
Apa Dulu Keadaan Mariam Buruk? POV MUSA HAMIZAN
15
Titip Oktavia POV Medina
16
Kepergian Biantara
17
Permata yang Dirundung Kelabu
18
Mas Musa akhirnya pergi meninggalkanku
19
Air mata yang membuatku dilaknat malaikat
20
Medina Khafiza, istri yang meminta suaminya untuk mengejar cinta pertamanya.
21
Melamar Mariam
22
Kamu tega memintaku menikahi suamimu
23
Pengorbanan Medina
24
Keputusan Musa
25
Aku hanya berbagi bukan kehilangan
26
Memperebutkan Mariam
27
Lamaran kedua Untuk Mariam
28
Pesan Terakhir Biantara
29
Berdamai Dengan Keadaan
30
Mariamku, Istriku.
31
Hari pertama pernikahan
32
Beban Moral Mariam
33
Tersesat Dalam Kesedihan
34
Ungkapan Cinta
35
Jatuh Cinta Berkali-kali
36
Ayo Kita Promil
37
Kemarahan Ibu Medina
38
Menahan Kecewa
39
Duri dalam Pernikahan
40
Isi Hati Mariam
41
Sadar Diri
42
POV Musa Hamizan
43
Restu yang Tidak Sebenarnya
44
Mencintai Tidak Boleh Sebodoh Ini
45
Apa kamu meragukan janjiku, Dek?
46
Satu Hati Dua Cinta
47
Tidak Butuh Yang Lain
48
Pergilah, Din!
49
Pelajaran Hidup Dari Kawan Lama
50
Ada yang Salah Dengan Hatiku
51
Mencari Medina
52
Benarkah Medina Baik-baik Saja?
53
Tempat Penuh Kenangan
54
Kehamilan Medina
55
Kondangan 1
56
Kondangan 2
57
Saksi Kebahagiaan Medina
58
Perjalanan Kembali
59
Panik
60
Bukan Keikhlasan Wanita Biasa
61
Bukan Keikhlasan Wanita Biasa 2
62
Mencoba Bicara dengan Bahasa yang Lain
63
Aku Manusia
64
Saling Menghindar
65
Rasa Ingin Tahu Medina
66
Lepaskanlah Mariam dari Pikiranmu
67
Perpisahan Kedua
68
Yang Terbaik
69
Permintaan Mariam
70
Keinginan Mariam
71
Melepas
72
Pertanyaan Ibu
73
Memenuhi Janji
74
Desas Desus
75
Dilema
76
Mencari Tahu
77
Mencoba Melihat Sudut Pandang Mariam
78
Pergulatan Batin Medina
79
Buah Kejujuran Medina
80
Bicara Pada Mariam
81
Kemarahan Faisal
82
Memberi Tahu Ibu
83
Tangis Bu Aini
84
Pergi
85
Malam yang Indah
86
Sudut Hati Musa
87
Tentang Mas Faisal
88
Aku Harap Kamu Kembali Bersinar
89
Aku Mencintaimu
90
Melahirkan
91
Aku yang Bersalah
92
Berjuang Hidup
93
Pergi
94
Takdir
95
Episode Terakhir
96
Lipatan Masa Lalu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!