'Dan buat kamu Din, berhenti mencoba menjadi aku, menjadi Mariam. Jadilah dirimu sendiri hingga Mizan bisa mencintai dirimu, bukan bayangan Mariam yang sengaja kamu bangun dalam karaktermu!'
Kata-kata Mba Mariam selalu terngiang-ngiang di kepalaku, hanya dalam beberapa bulan pernikahanku dengan Mas Musa, aku memang terlihat seperti kehilangan jati diri. Benar ucapan Mba Mariam, aku hanya harus percaya pada apa yang aku punya dan tidak lagi memaksakan diri menjadi seorang Mariam.
Mas Musa kini terlihat begitu alami mencintaiku, walaupun pancaran di matanya belum sepadan dengan cintanya pada Mariam. Tapi aku merasa Mas Musa sudah melakukannya bukan lagi untuk melupakan Mariam, tapi murni karena ingin memupuk rasanya padaku. Rasa sakit di hatiku perlahan berkurang, aku sakit karena cemburu, tentu saja.
Aku bukan wanita hebat yang rela begitu saja membagi hati suamiku dengan wanita lain, apalagi Mariam begitu mendominasi di setiap malam-malam Mas Musa. Aku hanya harus terlihat baik-baik saja agar Mas Musa bisa leluasa membagi kisahnya, kalau saja aku menampakan rasa sakitku, Mas Musa pasti akan mengubur dalam-dalam kisahnya bersama Mariam. Itu sama seperti wanita ketika memakai serum namun lupa membersihkan wajahnya, bukan? Aku tidak mau memupuk cinta yang sia-sia, aku hanya harus sedikit berani terluka demi hasil yang lebih baik.
Mariam hanya wanita biasa, memang benar kata-katanya, derajat keluarganya dan keluarga Mas Musa jauh berbeda. Keluarga Mas Musa adalah keluarga dengan kekentalan agama yang tinggi, walaupun tanpa pesantren tetapi mereka adalah Kiyai. Sama seperti keluargaku. Jilbab Mariam pun tidak besar, jauh dari kata anggun seperti yang disandang ibu mertuaku. Itu adalah penilaianku.
Namun, aku cukup mengerti kenapa Mas Musa begitu sangat mencintainya, bahkan setelah kehilangan Mas Musa, Mba Mariam mampu mendapatkan lelaki sebaik Pak Bian. Pesona Mba Mariam, adalah ketika kita duduk dan bicara dengannya. Ketika dia bicara semua indra kita seolah terkunci pada suaranya, matanya yang berbinar bahkan terlihat semakin cantik ketika tersenyum, suaranya, gestur tubuhnya, dan kepadatan tutur katanya bukanlah berisi hal sembarangan.
Saat dia tertawa, semua terpikat dan akan tertular tawa dan bahagianya. Semua yang menganggap remeh Mba Mariam hanya karena melihat sisi luarnya, dipastikan akan menyesal begitu dia berkesempatan duduk dan mendengar Mba Mariam bicara.
Aku pernah salah, ingin menjadi sepertinya, namun siapa yang tidak ingin menjadi Mariam, bukan?
Semuanya sudah selesai, aku berhasil, dan semoga aku bisa mendapatkan hati Mas Musa, tidak lagi membaginya dengan siapapun. Aku rasa semuanya sempurna, kecuali aku yang tak kunjung hamil.
"Mba Mariam?" sapaku padanya ketika melihat dia duduk sendirian di dekat TPQ, sepertinya sedang mengantar Oktavia mengaji.
"Hay Din, dari mana?" balas Mba Mariam menyiratkan dia juga sudah ikhlas.
"Habis fotokopi buat pengajian besok, Mba ngapain?" tanyaku sambil ikut duduk di sampingnya.
"Nungguin Okta,"
"Ohhh, tumben Okta ditungguin?" lanjutku basa-basi berusaha menciptakan suasana tanpa kecanggungan.
"Okta lagi manja kakinya kena pecahan gelas, jadi minta ditungguin." Jelas Mba Mariam singkat.
"Kok bisa Mba? Kaki Okta kena pecahan gelas?"
"Biasa anak-anak, terkadang suka teledor lagi mainan terus nyenggol bekas kopi Papanya tadi pagi, aku lupa nyingkirin."
"Hemm, bagaimana kabar kalian? Kamu? Sudah puas? Keinginanmu sudah tercapai," tanya Mba Mariam mengganti topik pembicaraan.
"Aku belum sempat mengucapkan terimakasih malam itu, terimakasih banyak Mba, aku berterimakasih atas kebaikan hati Mba Mariam. Sekarang sikap Mas Musa terasa lebih natural dalam memperlakukanku, Mas Musa lebih terlihat bahagia dan ceria."
"Sukurlah,"
"Tapi aku merasa bukan karena berbicara dengan Mba Mariam, Mas Musa berubah karena tahu Mba Mariam memiliki suami yang sangat mencintai Mba Mariam." Mba Mariam tidak menjawabnya dia hanya memberiku senyum kecil yang nampak sedikit dipaksa.
"Aku ... juga pernah mengharapkan Mizan menjadi suamiku, amat sangat mengharap. Dulu aku hanya pengagum rahasia, tapi nggak disangka perasaanku bersambut saat kami satu kelas. Walaupun itu hanya cinta monyet, tapi perasaan itu begitu dalam, dan perasaan yang selalu diremehkan oleh orang lain karena kami yang masih kecil, adalah perasaan yang begitu menyiksa untukku sepanjang perjalananku dari remaja hingga dewasa," tutur Mba Mariam, seseorang yang telah membuatku jatuh bangun untuk mengejarnya.
"Hanya karena derajat sosial yang berbeda, aku berhenti dan menyerah," lanjutnya penuh sesal.
"Dia adalah berlian masa laluku Din, seseorang yang pernah begitu berharga bagiku, yang selalu menjadi alasanku untuk terus menjadi lebih baik, aku harap kamu adalah orang yang tepat untuk menggenggamnya, berlian masa laluku, buat dia bahagia, jangan biarkan cintaku padanya lebih besar dari pada cintamu, jangan buatku menyesal karena dia menikahimu."
"Aku berjanji Mba, aku akan berusaha semampuku untuk membahagiaakan Mas Musa," aku begitu semangat mendengar penuturan Mba Mariam, cinta pertama suamiku, yang telah menyerahkan orang yang dia cintai kepadaku.
"Aku nggak nyangka alasan Mba Mariam yang sebenarnya. Mungkin Mas Musa pun begitu."
"Aku nggak mau dibilang panjat status, harga diriku lebih dari itu, aku mencintai Mizan apa adanya, hanya Mizan bukan karena embel-embel siapa dirinya dan keluarganya. Tapi, siapa yang akan percaya, bukan?"
"Mba Mariam hanya merasa rendah diri."
"Mungkin, lalu bagaimana pernikahanmu dengannya?"
"Kami menikah dengan cara taaruf, aku nggak sengaja ketemu Mas Musa ketika datang ke rumah Pak Kyai Sholeh, yang merupakan paman Mas Musa. Ternyata Mas Musa juga melihatku, dan tanpa menunggu lama lamaran langsung dilaksanakan dan kami menikah."
"Setidaknya derajat kalian nggak terlalu jauh berbeda Din," ucap Mba Mariam.
"Hemm, aku harap setelah ini nggak akan ada lagi pembahasan masa lalu," lanjutnya.
"Iya Mba, terimakasih."
"Hemm,"
"Oh iya, masakan Mba kemarin benar-benar enak, walaupun nggak familiar buatku tapi aku suka Mba."
"Aku pikir yang datang adalah teman kerja Mas Bian, jadi aku masak seperti itu."
"Aku akan belajar untuk menjadi pintar dalam segala hal seperti Mba Mariam."
"Jangan berlebihan!"
Obrolan kami terhenti karena tiba-tiba mobil polisi datang menghampiri kami.
"Selamat siang, apa Ibu yang bernama Mariam? Istri Bapak Biantara?" tanya Bapak polisi yang turun dari mobil dan menghampiri kami.
Aku dan Mba Mariam yang terkejut langsung berdiri menyambutnya.
"Benar Pak saya sendiri Ibu Mariam, ada apa ya Pak?" tanya Mba Mariam, raut cemas dan takut terpancar jelas di wajahnya.
"Maaf kami datang menyampaikan kabar duka, suami Ibu, Bapak Biantara mengalami kecelakaan tadi pagi pukul 06.35 untuk kondisi terkininya silahkan ikut kami, Bu!"
Mata Mba Mariam membelalak mendengarnya, tangannya bergetar dan tubuhnya seperti kehilangan kekuatan. Aku berhasil memegangi tubuhnya yang hampir jatuh.
Mba Mariam melihat ke arahku, mata yang biasa mempesona berubah berkaca-kaca, dia sangat khawatir, dan terkejut.
"Bi-bisa minta to-long Din, antarkan Oktavia ... ke rumah, biar dia ... di rumah bersama pegawai konveksiku. Titip Oktavia, tolong!" kata Mba Mariam sambil memberikan kunci motornya padaku.
Mba Mariam kemudian berjalan memasuki mobil mengikuti arahan Pak polisi. Aku hanya mampu berdiri mematung melihat kepergian Mba Mariam. Lalu orang-orang disekitarku mulai mendekatiku dan bertanya-tanya alasan Mba Mariam masuk ke mobil polisi.
Aku shock, nafasku terasa pendek, hingga salah seorang diantara mereka membantuku untuk duduk dan memberiku segelas air minum.
'Ya Alloh, firasatku buruk!'
🍁🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Nur'ain Lamatenggo Aini
ap nnti klo suami maryam mninggal terus blikn lg dgn mntnya.. aq ngga trima bnr ngga trima... ngga sbggup hrus berada di sisi medina dia trlalu baik.. aq ngga suka suaminya ms ttp saja mncintai msa lalunya dn trpaksa mncinta medina.. klo jd aq.. aq mngkn aq milih untuk mnfhlngkn perasaaanku pda suamiku tp ttp mnjlnkn kewajibn sbgai istri.. krn tdk snggup mncintai orng yg msi mncintai mntanya..
2021-02-18
1
ARik Nabawi
ada apa ini ,kasihan thor mbk mariam di tinggal suami tercinta
2021-02-16
0