Episode 20

Ruangan kantor Exsan dibuat

senyaman mungkin sesuai dengan keinginannya, kantor ini dulunya gudang sampai disulap

menjadi ruang kantor. Dinding kantor berwarna putih dengan meja persegi empat

berwarna kayu sementara belakangnya lemari arsip juga pada sebelah kanannya

sebatas pintu masuk sementara sebelah kiri jendela kaca yang membentang

sepanjang sisi kirinya untuk mendapatkan pemandangan matahari pagi dan sore. Di

belakang meja kursi bersandaran tinggi dengan busa yang begitu empuk juga lembut dan didepan

meja terdapat kursi lebih pendek. Sementara kira-kira dua meter jaraknya dari

meja terdapat sofa hijau lumut dengan karper coklat muda ke abu-abuan. Sungguh

menyejukkan dan nyaman.

Exsan lebih menyukai bekerja menggunakan laptop

lebih simple dan mudah dibawa kemana saja tanpa repot. Nur duduk dihadapannya

sama-sama membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaan yang masih tertunda. Exsan

akan menyelesaikan pekerjaan karena khawatir untuk mendapatkan hati Mutiara akan

banyak memakan waktu setelah dia

menelantarkan selama tujuhbelas tahun.

Sedang serius mengurus Export

mangga yang baru dipanen dengan hasil panen seperti yang Exsam perkirakan pintu

kantor dibuka tanpa diketuk lebih dulu. Istrinya yang belum dua puluh jam ditemui berdiri

marah dengan bertolak pinggang matanya merah seperti habis menangis. Exsan

menghampiri tanpa menyadari tatapan terkejut Nur yang kebetulan berada dalam

ruangan yang sama.

“ Ada apa sayang ” ketika berdiri

dihadapan Mutiara, Exsan bertanya sambil

memegang bahu istrinya yang setegang papan seolah setiap saat bisa patah andai Exsan

memegang terlalu keras. Mutiara tak menjawab hanya

menatapnya saja. “ ada apa Tiar ” Exsan kembali bertanya lembut.

“ Hmm….ba….barang-barangku hancur ”

jawab Mutiara tergagap karena menahan emosi yang berkobar dimatanya yang merah.

“ Hancur….bagaimana hancurnya ”

tanya Exsan bingung.

Bukannya menjawab istrinya menarik tangan Exsan berjalan keluar ruangan tanpa menjawab

kebingungan suaminya. “ Sayang….. ” kata Exsan lagi yang tak didengar istrinya.

Mutiara mengarahkan jalannya menuju

kamar mereka Exsan menunggu penjelasan dengan mengikuti jalan sang istri yang berlari

seperti ada setan yang mengejarnya dengan

tetap menarik tangannya. Begitu sampai kamar istrinya langsung menunjuk boneka

anjing yang hancur terpisah antara kepala dengan badannya serta semua kakinya

terpisah seperti habis dimutilasi, perutnya sobek dengan

sayatan panjang dari bawah leher sampai ekornya. Isi perut boneka itu

berhamburan keluar dari perutnya. Exsan

menatap istrinya bingung namun saat melihat bibir Mutiarayang bergetar serta

matanya berkaca-kaca Exsan tahu ada seseorang yang mencoba menghancurkan

bonekanya.

Istrinya terguncang melihat boneka

kesayangannya hancur termutilasi, seluruh isi

kamar berantakan penuh dengan sisa-sisa dari boneka kesayangan Mutiara, bukan hanya hancur namun berhambulan diseluruh kamar. Exsan langsung memeluk

Tiar untuk mencoba menenangkan dan benar saja istrinya langsung menangis

sesenggukan dengan keras, air matanya membasahi

kemeja Exsan tetapi tak

diperdulikan. Hati Exsan terasa sakit seperti ada

yang memotong hatinya dengan sebilah pisau berkarat, sakit mendengar istrinya

menangis karena melihat bonekanya hancur.

Seperti yang diceritakan bibi SundariTiar tak pernah

menangis di hadapan siapapun bahkan kakaknya sendiri dan sekarang menangis

dipelukan suaminya tanpa bisa menyembunyikan rasa sakit dan terluka hatinya. Exsan

berdiri memeluk tubuh istrinya erat dengan mengusap punggungnya untuk

menengangkan serta membelai rambutnya.

Lama Mutiara baru bisa menenangkan diri, begitu bisa mengendalikan diri kembali Mutiara melepaskan diri

dari pelukan Exsan.

Berjalan keliling kamar untuk mengambil potongan-potongan bonekanya. Mutiara mengambil benang dan

peniti dengan air mata mengalir, tangisnya kembali

pecah saat menjahit boneka usangnya. Seisi kamar sangat berantakan dengan

berbagai batang berserakan dan sebagian besar barang-barang yang telah Tiar

rapikan. Tubuhnya terguncang sambil sesekali terdengar suara sesenggukan keluar

dari bibirnya, pemandangan itu sungguh menyayat hati Exsan. Ia mendekati istrinya

yang duduk di lantai sambil mendekap bekas boneka itu.

“ Ada apa? apa yang telah terjadi…..”

kata Exsan lembut sambil ikut duduk di samping Mutiara dan menyerahkan tisue. Mutiara membersit hidungnya

keras-keras setelah mengambil tisue

yang dia berikan.

“ Maaf ” jawabnya lirih.

“ Tidak apa-apa, apa yang terjadi

dengan bonekamu ” Exsan menyadari kalau dia

salah bertanya karena langsung mendapat tatapan marah dari Mutiara.

“ Jelas ada yang terjadi, boneka

kesayanganku dimutilasi dan peralatan lukisku juga hancur terbelah\, masih bisa tanya lagi\, ada apa___ ” kata Mutiara sambil membentangkan

tangan menunjukkan seisi kamar yang sangat berantakan dengan hidung serta mata merah setelah menangis.

“ Mungkin ada yang tidak menyuka kedatanganku atau

tak menginginkanku tinggal dikamar ini, dari pada

barang-barang terus di hancurkan lebih baik aku pindah ke kamar sebelah ”

tambahnya. Mutiaramulai membereskan pakaian yang berserakan dan peralatan lukis yang patah serta

boneka yang belum selesai di jahit.

Exsan menahan tangan Mutiara yang

sedang membereskan barang-barang yang berserakan “ jangan Tiar, jangan lakukan

itu ” katanya pelan takut sedikit saja nada kasar terdengar Tiar akan pergi

meninggalkan kamar “ tetaplah di sini, akanku ganti semuanya tetapi jangan

tinggalkan tempat ini ”

“ Ini tak bisa di gantikan dengan

apa pun ” kata Tiar sambil berteriak “ walaupun sudah usang tetapi ini sangat

berarti ” tangannya menimang boneka usangnya dengan sayang.

“ Kenapa begitu berarti ” Exsan

terluka mendengar istrinya merasa lebih menghargai boneka usangnya dari pada

apa yang akan Exsan berikan kepadanya.

“ Karena ini pemberian orang yang

sangat mencintaiku ” Mutiara menatap Exsan ketika mendengar sentakan napasnya

saat mendengar Mutiara mengatakan kalau boneka itu pemberian orang yang menyayanginya “ kak Tama

memberikan ini padaku saat aku masih

kecil dan begitu juga alat lukisnya pemberian darinya, jadi aku tak akan

menggantinya dengan apa pun yang baru untuk membuang barang usang pemberian

darinyadengan barang baru

yang sangat bagus darimu  ” tetap

membereskan barang-barangnya yang tak banyak.

“ Sayang tetaplah disini ” Exsan

menahan istrinya supaya tidak pindah kekamar lain.

“ Tidak ” Mutiara marah dan

berteriak keras menolakperkataan suaminya sambil terus membereskan barang-barang bawaannya.

“ Mau pindah kemana ”

“ Dikamar sebelah sampai aku bisa

tenang dan tak ada yang akan menggangguku lagi ” katanya datar.

“ Terus aku bagaimana ”

“ Sudah terbiasa sendirian kan____ini hanya meneruskan

kebiasaan saja ” Mutiara mengakhiri perkataannya sambil beranjak pergi

meninggalkan Exsan yang bengong dengan kejadian yang mendadak berubah .

Exsan duduk dikursi yang ada

didalam kamarnya lesu, apa yang baru saja terjadi beberapa jam lalu melihat

istrinya sedang merapikan kamar dengan barang-barang bawaan sekarang istrinya

telah mengambil barang-barang untuk dipindahkan ke kamar sebelah. Exsan harus

menyelesaikan masalah ini sekarang juga. Exsan kembali kekantor dengan

kemarahan yang tak ditutup-tutupi lagi. Nur masih disana tetapi kakeknya juga

berada disana setelah bangun dari istirahatnya.

“ Ada apa Exsan, mukamu ditekuk ”

kakek bertanya.

“ Nanti Eyang, Nur tolong

panggilkan siapa yang biasa berih-bersih dirumah terutama wilayah lingkup kamar pribadiku”

kata Exsan menatap Nur. Kakeknya diam menunggu cucunya menjelaskan.

“ Baik Mas, apa ini karena Non Tiar

Exsan hanya mengangguk sambil

menatap layar monitor laptopnya, hilang sudah semua yang tadi sedang

dikerjakan. Pikirannya tak tertuju pada

pekerjaan yang sedang dikerjakan tetapi pada wanita sederhana yang begitu

cantik yang tengah menangisi bonekanyayang hancur. Sebelum menyelesaikan ini Exsan tak mungkin bisa

kembali ke bisnisnya kembali, masalah ini harus selesai sekarang juga.

Nur datang dengan membawa wanita

tua berusia diatas empat puluh lima tahun dengan celemek menutupi pakaiannya

serta kain serbet pada tangan kanannya. Wanita itu seperti ketakutan

mendapatkan panggilan dari tuan muda

tempatnya mengabdi bekerjatak seperti biasanya

apalagi tatapan Exsan yang masih menunjukkan kemarahan membuat wanita tua itu

semakin mengkerut mundur menjauhi Exsan.

“ Iya Pak, Bapak manggil saya ” katanya

tergagap.

“ Iya mbok ” katanya lembut berbeda

dengan tatapannya yang kejam.

“ Ada apa ya Pak ”

“ Mbok siapa namanya ” “ Siem Pak” jawaban si mbok sangat pelan,“ Mbok Siem dimana saat istriku membereskan bawaannya ”

“ Diruang tamu membersihkan meja

sama lap-lap debu Pak ”takut-takut tak

tahu apa salahnya.

“ Saat itu siapa yang datang ”cerca Exsan.

“ Bapak sama Non Rizka ”

“ Bukan, setelah Tiar pergi dengan

Nora ”

“ Oh….” Mbok Siem diam seperti

sedang mengingat siapa yang telah datang dan masuk kamarnya tanpa sepengetahuan

Exsan. “ Non Rizka Pak, dia memang biasanya sering keluar masuk kamar Bapak ”

“ Benar mbok, mbok yakin bukan

orang lain? ” tanya meminta keyakinan dari mbok Siem dan mbok Siem sangat yakin

karena begitu mendengar sesuatu seperti patah dan sobek dia sempat menanyakan

kepada Rizka apa yang sobek namun Rizka menjawab bukan ada apa-apa.

Mbok Siem pergi setelah Exsan

mendapatkan jawaban siapa yang telah menghancurkan boneka serta alat lukis

istrinya. Dugaan Exsan benar semua itu pastinya ulah Rizka yang tadi sempat tak

suka dengan jawaban Mutiara.

“ Apa yang dilakukan anak itu

dikamar kalian ” Kakek yang sejak tadi diam tanpa banyak tanya penasaran hingga

mengajukan pertanyaan yang sejak tadi ditahan saat Exsan mengkonfirmasi mbok

Siem.

“ Menghancurkan barang berharga

istriku ” jawab Exsan geram.

“ Apa yang dihancurkan ”

“ Semuanya, Rizka memutilasi boneka

dan perlengkapan lukis Tiar. Dan yang tidak bisa aku maafkan karena telah membuat

istriku menangis ” jawab Exsan geram, tak menyangka sepupunya sejahat itu

terhadap istrinya. Apa salah Mutiara hingga Rizka perlakukan seperti itu.

Kakek dan Nur diam melihat

kemarahan yang ditunjukkan Exsan kepada Rizka, jadi mereka hanya bisa diam saja

sementara menunggu keputusan apa yang akan Exsan lakukan dalam menangani

masalah dalam keluarganya. Nur tersentak mendengar kemarahan Exsan ketika

memintanya memanggil Rizka, namun saat akan pergi memanggil Rizka, Exsan membentak Nur. “

Telepon saja ” bentak Exsan

“ dari sini Nur ” Nur menuruti saja pada perintah bosnya, dengan kemarahan

Exsan melawan sama saja bunuh diri.

Terpopuler

Comments

Aas Nurhayati

Aas Nurhayati

jangan2 suka sama eksan

2020-06-15

0

Susilawati Shasi

Susilawati Shasi

mutilasi aj tuh si lampir rizka...😠😠

2020-06-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!