Sekarang Exsan mulai berpikir
bagaimana istrinya membeli pakaian dan bagaimana dengan pendidikannya apakah
selama ini ada yang memikirkannya. Rizka menyinggung tentang pendidikan
istrinya, apa benar Mutiara tak sempat mengecap pendidikan yang sepantasnya.
Apa dia sempat menyelesaikan pendidikannya di universitas atau hanya sebatas
SLTA saja.
“ Ayolah Exsan jangan melamun
begitu, aku tahu bagaimana perasaanmu memiliki istri seperti itu ” kembali
tersungging senyum mengejek di bibir sepupunya.
Disadarkan dari lamunannya oleh
Rizka bagaimana tanggapan tentang istrinya semakin membuat Exsan membenci diri
sendiri yang tak pernah mau tahu dengan kehidupan istrinya “ Rizka sebaiknya kamu keluar dari sini ”
Exsan meminta Rizka meninggalkan kamarnya.
“ Kenapa Exsan aku suka disini”
dengan manja Rizka memeluk Exsan.
Sebuah suara kasar mengagetkan
mereka berdua “ tetapi aku tak suka, jadi silahkan kamu keluar dari sini ”
Mutiara telah datang kembali ke kamar dengan melihat sepupunya sedang dalam
keadaan memeluknya.
“ Berani-beraninya kau menyuruhku
keluar, kamu
tahu siapa aku” dengan kasar Rizka melawan Mutiara.
“ Memangnya aku perduli ” jawabnyasambil melenggang
masuk ke kamar “ dan ya aku berani dan aku tak perduli, yang aku tahu ini
rumahku ” dengan lembut Mutiara berkata sambil menatap wajah cantik Rizka tanpa
ada sedikitpun menunjukkan kemarahan sama sekali malah terlihat sangat tenang.
“ Kau bilang ini rumahmu, kamu baru datang hari ini
jadi tak bisa melarangku masuk
atau mau melakukan apapun
dirumah ini ” ejek Rizka dengan sinis sambil tertawa keras, dia tak ambil pusing tatapan marah Exsan yang telah
melepaskan diri dari pelukan Rizka.
“ Bisa, aku bisa melarangmu karena
aku istrinya jadi sebaiknya sekarang kau keluar dari kamar ini, silahkan….”
Mutiara mengakhiri perkataannya dengan membuka pintu kamar lebar-lebar, Rizka
keluar dengan menghentakkan kakinya seolah menolak keluar dari kamar.
Sekarang Exsan bisa melihat siapa
yang lebih berpendidikan dari kedua wanita yang ada dihadapannya, Rizka berkata
penuh kemarahan dengan emosi yang meluap-luap untuk memenangkan meinginannyasementara Mutiara menanggapinya dengan tenang dan menunjukkan fakta atas
kekuasaannya akan rumah ini karena ialah istri Exsan.
Rizka pergi dengan amarah yang
belum terselesaikan, Exsan tahu emosi Rizka sangat sulit dia kontrol tetapi dia
tak tahu akan seperti apa nanti Rizka berusaha menyusahkan istrinya. ‘ Mudah-mudahan Rizka tak
akan membuat masalah dengan Mutiara karena Exsan masih belum terlalu memahami istrinya’, pinta Exsan dalam hati. Dia tak ingin ada masalah yang terjadi
dikemudian hari.
Mutiara datang untuk membereskan
barang-barang bawaannya dan juga tas ransel yang sangat kusam yang baru dimasukkan oleh pegawainya.
Mutiara menanyakan dimana dia bisa meletakkan pakaiannya, berat rasanya
mendengar pertanyaan itu seharusnya sang istri
tak perlu lagi bertanya mau meletakkan dimana barang-barangnya karena ini juga
kamar serta rumahnya seperti yang
diakuinya dihadapan Rizka. Tetapi dia masih juga meminta ijin meletakkan peralatan
melukis, ingin rasanya Exsan
bertanya apa melukis itu kegemarannya serta bagaimana dan dimana dia
mempelajari seni lukis itu. Banyak sekali yang ingin Exsan pertanyakan. Exsan ingin mengetahui seperti apa Mutiara sebenarnya, tetapi
tahu pertanyaan itu hanya akan membuktikan bahwa dia tak pernah perhatian kepada
Mutiara.
“ Tiar suka melukis? ” Exsan
memulai pembicaraan dengan sangat hati-hati memilih kata-katanya yang akan
dipertanyakan kepada istrinya.
“ Iya” hanya itu jawaban yang
keluar dari bibirnya, sambil terus mengambil dan mengatur barang-barang
bawaannya. Tak memakan waktu lama karena tak banyak yang Mutiara bawa dari
rumah bibinya untuk dibawa ke rumah Exsan.
“ Melukis apa? ” Exsan mencoba
bertanya lagi, sambil memandang istrinya yang berjalan mengelilingi kamar untuk
meletakkan steger atau sebuah penyangga yang bisa terbuat dari kayu atau besi
yang di gunakan sebagai tempat untuk menaruh kanvas yang telah di beri frame. Mutiara
meletakannya tak jauh dari televisi mungkin untuk memudahkan dia menatap hasil lukisannya. Baru terpikir oleh Exsan
mungkin dia bisa menyediakan
studio lukis untuk mulai memenangkan hati sang istri.
“ Apa saja, tetapi aku lebih
menyukai pemandangan alam ” jawabnya sambil memandang keluar jendela dengan
nanar “ bolehkah Tiar meletakkan ini disini, kalau lukisan yang lain tidak
apa-apa diletakkan di gudang” katanya meneruskan.
“ Kamu boleh mengatur dan meletakkan semuanya
dimanapun kamu
suka, ini juga rumahmu,
terserah kamu
mengaturnya bagaimana” Mutiara hanya mengangguk menjawab. Tetapi tak ada
tanggapan lebih lanjut.
Mutiara meletakkan boneka yang
dipeluknya semalam diatas tempat tidur, boneka anjing itu sudah sangat jelek dengan
banyak jahitan di sana sini sangat kontras dengan sepray dan bad cover tempat
tidurnya yang mewah. Boneka itu sudah seharusnya dibuang bertahun-tahun lalu.
Ingin sekali Exsan membuang jauh-jauh boneka jelek itu juga pakaian-pakaian
yang tengah dirapikan istrinya ke dalam lemari tetapi kalau itu dilakukan
istrinya akan semakin menjauhinya.
Yang sekarang ingin dia lakukan adalah menanyakan pada
asistennya apa saja yang selama ini dia kirimkan untuk biaya hidup istri dan bibi Sundari sehari-hari selama
didesa, yang mengetahui jawabannya itu Nur Hidayat asistennya. Tetapi rasanya berat meninggalkan
Mutiara sementara hati kecilnya merasa masih ingin menemani, memeluk serta bercengkrama dengan istri yang baru dia temui belum sampai
dua puluh empat jam yang lalu. Tetapi untuk lebih bisa memahami Mutiara dia harus mengetahui
tentang istrinya itu dan pertama-tama Exsan akan
mulai dari asistennya baru kemudian ke bibi Sundari.
“ Tiar aku harus menemui Nur, ada
yang perlu dikerjakan sebentar, tidak apa-apa kamu disini sendirian?” tanya Exsan pelan.
“ Ya___gak apa-apa Mas Exsan pergi saja\, Tiar
sudah biasa sendirian ” Mutiara menjawab dengan santai, seolah-olah kata-kata
itu sudah terbiasa dia katakan.
Mendengar jawaban istrinya Exsan
tahu ada maksud lain yang terkandung maka sebelum menemui asistennya dia perlu berbicara terlebih
dulu dengan Mutiara supaya semuanya lebih jelas. Didatanginya istrinya yang
tengah sibuk membereskan pakaiannya dan dia
minta sang istri menghentikan
kesibukannya supaya mereka bisa berbicara.
Dipegangnya bahu dan diputar tubuh Mutiara supaya mereka berhadap-hadapan, tatapan
terkejut tak lepas dari perhatiannya. Mutiara terkejut karena dia beraniannya
memegang tubuhnya.
“ Tiar dengarkan aku, aku tak akan
kemana-mana dan kamu
tak akan pernah sendirian lagi, kami semua ada disini menemanimu dan menjagamu ”
Exsan mencoba menyakinkan istrinya supaya dia tak perlu lagi merasa takut
sendirian lagi. Mutiara hanya menatapnya dengan tatapan kosong seolah tak
mengerti dengan apa yang dibicarakannya.
Dipeluknya tubuh kaku Mutiara untuk
meyakinkan bahwa mulai sekarang Exsan akan selalu ada dan menemani serta menjaganya, jadi Mutiara tak perlu merasa sendirian
lagi. Tetapi Exsan benar-benar dikejutkan oleh dorongan keras dari Mutiara
untuk menjauhinya, seandainya Exsan tak jauh lebih tinggi dan lebih kuat
darinya pasti sekarang telah jatuh terjengkang menerima dorongan dari sang istri.
“ Pe__pe__ergilah aku tak apa-apa disini
sendirian ” katanya dengan tergagap dan berbalik melanjutkan pekerjaannya.
Sebelum pergi Exsan berdiri diam sambil memandang istrinya dan bertanya-tanya
dalam hati ada apa dengan istrinya, kenapa tiba-tiba bisa begitu ketakuatan
dengannya, apa Mutiara takut kalau-kalau Exsan akan menyakitinya.Entahlah, Exsan pergi sambil menggelengkan kepala, dia
tutup pintu kamar pelan keluar dari kamar menuju kantor yang letaknya tak jauh
dari tempat pribadi Exsan.
Begitu sampai ruangan Exsan
langsung menghubungi Nur untuk menemuinya di kantor secepatnya, dia duduk dikursi yang
sangat nyaman hasil dari jerih payahnya saat dia mengambil alih bisnis keluarga. Selama
ini keluarga terutama kakek dan ayahnya mendidik Exsan untuk bertanggung jawab
memperhatikan kesejahteraan semua
keluarganya. Masa mudanya
dilalui dengan kerja keras terbukti hasil dari didikan keras kakek dan ayah
yang membuatnya bisa menjadi seperti sekarang ini.
Setelah hari pernikahannya dengan
Mutiara dia habiskan
dengan berhura-hura dengan para gadis-gadis seusianya karena merasa akan
menghabiskan sisa hidupnya dengan anak kecil yang sangat dia benci hingga Exsan tak
menyadari usaha pendekatan dari sepupunya Rizka sampai ibu serta keluarga yang lain mengingatkan bahwa
kedekatan mereka tak pantas antar saudara. Saat itu telah terlambat karena
usaha apapun yang dia gunakan
untuk menjauhi Rizka darinya tak ada berhasil,
sekarang kelakuan Rizka yang seperti itu semakin membuat Exsan ketakuatan.
Mutiara bukanlah wanita seperti yang
kebanyakan dia kenal
selama ini, sang istri bahkan tak mengenal Rizka, istrinya pernah
mengalami luka yang entah sadar atau tidak telah di sebabkan oleh dirinya. Exsan tak mau sepupunya ikut menambah dalam luka yang
sudah Mutiara terima. Exsan kesulitan untuk
menembus pertahanan Mutiara yang selalu berusaha menjauhinya untuk melindungi diri.
Terdengar ketukan dari pintu ruang kerja yang diikuti pintu terbuka setelah dia persilahkan masuk. Dia duga itu Nur karena Exsan sedang menunggunya, dia kembalikan
pikirannya ke masalah yang ada sekarang
karena itulah dia memanggil Nur sebab sang asisten lebih tahu permasalahannya.
“ Ya Mas ada apa?” tatapan heran
karena belum lama sampai dirumah telah diminta menemuinya.
“ Maaf Nur, memang kita baru sampai
dan aku tahu kamu
juga lelah sama dengan yang lain, tetapi ada yang perlu aku tanyakan kepadamu karena
supaya aku bisa memahami permasalahan yang harus kuhadapi ” katanya dengan
gelisah sambil berjalan keluar dari belakang meja, kemudian duduk dipinggiran
meja didepan asistennya.
“ Masalah apa ya Mas ” Nur semakin
penasaran karena tak biasanya melihat atasannya begitu sedih serta kebingungan. Seolah sedang memiliki suatu masalah berat yang
belum terpecahkan bosnya itu.
“ Nur akutahu selama ini kau
yang selalu memberikan biaya untuk keperluan semua orang termasuk kebutuhan
istri dan bibiku didesa ” mulai Exsan sambil menatap Nur yang terlihat mulai
gelisah dikursinya.
“ Iya Mas ” mulai timbul rasa tidak
enak setelah pertanyaan sampai disini. Nur tahu arah pembicaraan akan mengarah
kemana.
“ Aku mau tahu berapa biaya yang biasa
kita keluarkan untuk mereka ” merasa ada yang salah melihat sentakan Nur serta kegelisahan dan tatapan sedih dia
arahkan kepadaExsan.
“ Saya sebagai asisten Mas baru
lima tahun ini selama ini Pak Gatot yang mengerjakannya dan aku juga telah
menanyakan kepadanya tentang masalah itu ” katanya sambil tersendat memulai
bercerita.
“ Kamu menanyakan apa kepada Pak Gatot ”
perasaannya semakin tak karuan, kalau Nur sampai menanyakan perihat tersebut
kepada Pak Gatot pasti dia merasa ada hal yang aneh dengan biaya-biaya yang
menjadi tanggung jawab asistennya.
Kemudian Nur mulai bercerita dari
pertama dia mulai bertanggung jawab tentang pengeluaran seluruh keluarga bosnya
termasuk Mutiara dan bibi Sundari. Mendengan penuturan Nur wajah Exsan mulai
berubah expresi takut sampai
pucat pasi mendengarkan keseluruhan cerita baik yang Nur ketahui sendiri maupun
dari Pak Gatot penanggung jawab sebelumnya.
Dan betapa terkejutnya Exsan
mendengar mendengar perkataan asistennya kalau selama ini dari bertahun-tahun
yang lalu hingga sekarang biaya yang diberikan dari keluarganya untuk kehidupan
istri dengan bibinya tetap sama. Biaya yang dikeluarganya hanya cukup untuk
makan sehari-hari saja, apa lagi jarak waktu itu tak pernah ada perubahan biaya.
Bagaimana istrinya makan sehari-hari
selama ini Exsan tak tahu. Saat menanyakan biaya pendidikan istrinya tak pernah
termasuk dalam hitungan.
Sambil tertunduk lesu Exsan menanyakan
pada asistennya bagaimana dengan pendidikan istrinya, Nur hanya diam tak
bisa menjawab. Rasa persalah dan kecewa semakin menghimpit dadanya, bagaimana dia bisa menatap wajah sang istri saat tahu apa akibat
dari perlakuannya kepada Mutiara selama ini. Kesal tak tahu harus meminta
pertanggung jawaban kepada siapa atas semua kesalahan ini, Exsan memutuskan hanya
orang tuanya yang tahu pasti akan permasalahan ini. Exsan meminta Nur
mengikutinya dan mereka pergi menemui orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments