Episode 4

Hiburan bagi Mutiara adalah ketika teman-teman di lingkungan sekitar sering

datang menemuinya, mereka bukan hanya teman tetapi sudah seperti saudara sendiri. Mereka semua berteman dari sekolah dasar sampai sekarang mereka

tetap bersahabat.

Kesibukan di kampus menyita

sebagian waktunya, membuat Mutiara sejenak mampu melupakan akan kelanjutan hidup ke depannya apabila Exsan tak menginginkan dirinya kembali. Mungkin itu yang menjadi tujuan Pratama kala itu, menyarankan Mutiara untuk melanjutkan

pendidikan karena Exsan tak kunjung datang menjemput. Alasan Pratama membiayai pendidikan Mutiara tak

lain untuk memberi semangat ke sang adik, serta berharap suatu hari Mutiara akan mampu hidup

mandiri tanpa bergantung kepada siapapun.

Kakaknya Pratama datang berkunjung tak pernah lama hanya sekedar menengok melihat kondisi adiknya, datang pagi sore pun

sudah kembali pulang. Walaupun Mutiara sering meminta untuk menginap. Tetapi

mungkin karena dia telah memiliki keluarga sendiri sehingga kakaknya tak lagi

mau menginap.

Pratama telah

memiliki seorang putra yang sangat tampan, hasil dari pernikahannya dengan Mira

yang bernama Leo, dia seorang bocah kecil sangat lucu berkulit putih, bersih dengan pipi

tembam bulat serta kaki tangan yang sama bulatnya. Membuat siapa saja yang

melihat ingin mencubitnya, tawa yang selalu keluar dari bibir mungilnya menular

ke sekeliling. Leo salah satu pelipur  Mutiara, hanya saja tak setiap saat anak itu diajak Pratama, bahkan

setelah menikah Pratama semakin jarang datang karena kesibukannya mengurus

keluarga serta orang tuanya, jadi Mutiara memakluminya saja.

Mutiara berhenti berjalan

sambil menengadahkan wajah menatap gelapnya langit malam yang berhiaskan

bintang-bintang bertaburan, kemanakan sang rembulan... ah mungkin tertutup awan. Semilir angin malam menerbangkan

rambutnya yang terlepas dari sanggul. Sebelum menghadiri acara wisuda, Mutiara

menyempatkan diri untuk ke salon untuk make up serta menyanggul rambutnya.

Setidaknya tadi sempat photo mengenakan toga baik sendirian maupun rame-rame

dengan teman-teman satu almamater.

Memasuki rumah dengan langkah pelan, takut membangunkan bibi dari tidur

lelap, rumah

terasa sangat sepi, sunyi.

Rumah bibi Sundari ini

bentuknya kecil akan tetapi terawat dengan

baik serta penempatan barang-barang yang rapi

menjadikan rumah itu nyaman menjadi tempat tinggal.

Mutiara melepas high heel lalu merapikannya ke tempat rak sepatu dan sandal

yang terletak di sudut belakang pintu, ketika akan berjalan menuju kamarnya

yang letaknya di bagian belakang tiba-tiba mendengar suara serak dari arah kamar

utama.

“ Mutiara sudah pulang Nak…” tanya

sebuah suara dari dalam kamar.

“ Ya bi….Tiar baru pulang” sahutnya, membuka

kamar mendekati bibi Sundari yang sedang terbaring di tempat tidurnya.

“ Bagaimana acara wisudanya rame?”

“ Ya begitulah bi...” jawabnya santai.

“ Kakakmu tidak masuk dulu… apa

karena sudah kemalaman ”

“ Tidak bi…. Mas Tama tidak jadi

datang , Leo tiba-tiba demam sore tadi ” ucapnya dengan sedih, mengingat keponakannya yang

menggemaskan dan energik sekarang sedang sakit.

“ Kasihan kamu Nak… anak sebaik  kamu ini

harus mengalami hal seperti ini, bahkan untuk

acara sepenting ini pun kamu harus sendirian. ”

katanya dengan memegang lembut tangan Mutiara.

“ Tiar sudah biasa, ini bukan yang

pertama…. Bibi lanjutkan istirahat saja ya, sudah malam ”

katanya tak lupa mencium pipi keriput sang bibi yang

tertempa kerasnya kehidupan dengan sayang.

“ Maafkan orang tua ini karena

telah merepotkanmu, seharusnya aku

bisa datang ke acara wisudamu ” lanjutnya

dengan terbata-bata berbicara dan mata yang berkaca-kaca melihat Mutiara.

“ Tidak bi, Tiar yang harus

berterima kasih, sudah menyayangi Tiar seperti putrimu sendiri, sementara Tiar tak memiliki ibu. Tetapi bibi menyayangi

Tiar seperti bibi ibu tiar sendiri, bibi gak bisa datang juga karena sedang

kurang sehat. Doa saja sudah cukup bi.. ” kata Tiar menjawab bibi Sundari, mengingat dia sendiri tidak mengingat seperti apa wajah ibu kandungnya hanya tahu dari photo serta cerita Pratama.

Ibu Mutiara yang bernama Shema dulunya adalah seorang gadis yang sangat

cantik dan tengah menjadi idaman para lelaki.

Ibunya banyak mendapatkan lamaran dari pemuda di daerah itu, akan tetapi keserakahan ayah melihat kecantikan ibu Mutiara membuat sang ayah melakukan pemaksaan supaya bisa menikahi ibunya, padahal saat itu ibu telah memiliki kekasih. Akan tetapi

karena ekonomi keluarga ibu Mutiara yang pas-pasan, kakek Mutiara tak bisa

berbuat banyak hanya merelakan putrinya menikah dengan kepala keluarga kaya di

daerah tersebut sebagai istri kedua.

Tetapi setelah pernikahan itu berlangsung tak lama kemudian usaha keluarga Tjondrokusumaningrum hancur di sebabkan ulahnya sendiri disebabkan kebiasaan dari Tjondrokusumaningrum yang suka berjudi. Namun bukannya menyadari kesalahannya, sang ayah menyalahkan orang lain sebagai penyebab kebangkrutannya yaitu ibu kandungnya, karena ibu Mutiara yang pada saat itu sedang mengandung Mutiara, sang ayah Tjondrokusumaningrum berkata bahwa Shema ibu kandung Mutiara sebagai wanita pembawa

sial. Sehingga membuat sang ayah bangkrut.

Setelah usahanya banyak yang terjual karena tak lagi

menguntungkan, Tjondrokusumaningrum bukannya berhenti berjudi tetapi

semakin menjadi-jadi, sehingga keadaan ekonomi mereka yang sudah buruk menjadi semakin tak

terselamatkan.

Ibunya yang sejak awal memang tidak

mencintai sang suami bukan hanya karena terpaksa tetapi juga umur

Tjondrokusumaningrung yang sudah tua, membuat kesehatannya ibunya menjadi

semakin terpuruk dengan tuduhan itu. Bukan hanya telah

banyak mengorbankan

kebahagiaannya dengan menikah Tjondrokusumaningrum, sementara dia pun harus kehilangan sang kekasih yang sangat dia

cintai semakin memperparah kondisinya. Maka setelah melahirkan

Mutiara kesehatan ibunya semakin menurun

drastis seolah tak ada lagi semangat untuk hidup, walaupun dengan kelahiran

putrinya sampai akhirnya meninggal dunia pada saat usianya masih muda. Itu semua Mutiara

dengar dari sang kakak

yang menceritakan kisah tentang

ibunya yang telah  menjadi seorang istri

kedua. Pratama ingin Mutiara mengerti sebabnya kenapa ayah serta

ibu tirinya sangat membencinya seolah tak mempedulikan kehadirannya.

Pantas

saja ibu tirinya selalu membencinya

karena Mutiara bukan anak kandungnya, hanya Pratama yang

tetap menyayanginya walaupun dirinya hanya seorang adik tiri.

“ Nak bibi bangga bisa

membesarkanmu, kamu

anak yang sangat baik.

Tiar juga cantik dan yang membuat bibi salut adalah sejak kamu sampai rumah ini

hingga sekarang bibi tak pernah melihatmu

mengeluh ” tatapan menerawang Mutiara tersadarkan dari lamunan tentang sang  ibu yang tak pernah dia kenal, saat mendengar suara sang bibi

Sundari memutus lamunannya “ selamat ya

nak… sekarang kamu

sudah berhasil menjadi seorang

sarjana, bibi bangga denganmu ” bibi Sundari bangun dari tempat tidur untuk memberikan pelukan hangat kepada Mutiara, membuat suaranya tersumbat di tenggorokan sehingga

Mutiara hanya berani membalas pelukan bibi Sundari dan mengangguk, takut suaranya akan

pecah dan akhirnya menangis.

Setelah lama baru

Mutiara berkata “ terima kasih Bi, Tiar istirahat

dulu ya sudah malam, bibi juga tidur ” Mutiara melepaskan pelukan hangat bibi Sundari lalu keluar

dari kamar dan menutup pintu dengan perlahan, setelah

sampai kamarnya pecahlah tangisnya air

mata yang dia tahan sejak tadi, meleleh keluar dari kedua matanya.

Malam semakin larut namun Mutiara belum juga bisa memejamkan mata, pikirannya masih berputar-putar. Terkadang ingat tentang Exsan, sang

suami yang entah dimana keberadaannya. Kemudian juga kesedihan yang dia rasakan memikirkan kesehatan sang bibi, serta

kebagian akan pencapaiannya sekarang ini. Semua berbaur menjadi satu, rasa

lelahnya akan kehidupan semakin membuat dadanya sesak. Dia coba paksa pejamkan

mata tetapi belum juga mau terlelap,  Mutiara memilih bangun dari tempat tidur lalu beranjak ke jendela sambil menatap

keluar.

Melihat

bulan bersinar melalui celah-celah pohon menerangi tanah di bawah pohon membuang

suasana mencekam karena malam yang semakin larut. Suara katak bernyanyi riang

menyambut hujan yang baru saja turun siang hari tadi, harum tanah yang

tersiram air berhembus sampai ke hidungnya. Suara burung hantu dari kejauhan menambah

seram dan kelam suasana malam tetapi bukannya membuatnya mengantuk malah

semakin terbuka lebar matanya menatap

kejauhan.

“ Kenapa kamu tega….. apa salahku?”

katanya pada malam sambil

menghembuskan napas keras-keras lewat mulut dan hidung.“ hhhuuuuhhhh” ingin membuang jauh rasa sesak di dadanya ini.

“ Pantaskah kamu perlakuakan aku

seperti ini…… apa dosaku….?” lanjutnya.

“ Apa kamu menginginkan salah satu saudari tiriku….???”

Pertanyaan yang tidak akan pernah

ada jawabnya, berulang kali mengatakan Mutiara pada malam, tetapi sang malam tak mampu memberi jawabnya.

Rasa sesak memenuhi rongga dadanya sehingga kadang sulit baginya untuk sekedar

bernapas. Hidup seperti ini bertahun-tahun tanpa tahu arah dan tujuan. Dirinya tak

ingin menjadi beban bagi siapapun sepanjang

hidupnya baik kepada  keluarga

maupun bibi Sundari. Apalagi Pratama

saudara yang paling dia sayangi, Mutiara tahu Pratama sangat

menghawatirkannya setiap kali datang berkunjung untuk menjenguknya, kakaknya selalu merasa ada beban yang sangat berat untuk dipikul. Mutiara tahu itu. Seringnya Mutiara mencoba

mengabaikan, tetapi saat sedang sendirian seperti sekarang ini, di saat rasa kesepian hinggap. Selalu

timbul rasa sakit harus menjadi beban pikiran kakaknya.

Pagi hari setelah

tidur yang hanya beberapa jam tak menyurutkan semangatnya apalagi setelah

menyandang status sarjana, bahwa sekarang dia bisa menatap masa depannya, dia bisa

mulai mencari pekerja di perusahaan yang dia pilih. Setelah

menyelesaikan pendidikannya Mutiara merasa sekarang saatnya dia harus melakukan

hal berguna dan harus memikirkan bagaimana caranya mencari bekal untuk masa

depan yang serba tidak pasti. Akankah, Mutiara dapat merasakan memiliki seorang

suami serta anak-anak yang akan dicintainya seperti Leo keponakannya. Entahlah.

Digelengkan

kepalanya untuk membuang pikiran yang melantur, memikirkan hal seperti itu hanya akan semakin membuat Mutiara sakit hati.

Mungkin sudah saatnya bagi Mutiara mencari

pekerjaan di kota tempatnya mendapat pendidikan walau tak sebanyak di kota besar, tetapi pasti

ada pekerjaan kalau dia mau mencarinya. Tetapi sekarang bagaimana cara meminta ijin

ke bibi Sundari dan Pratama kakaknya

akankah mereka memberikan ijin.

Tetapi saat menghubungi Pratama bukannya mendapat

dukungan malah kemarahan yang dia teriman, jadi dia putuskan untuk menunda dulu sampai sang kakak tenang. Alasannya bahwa

Mutiara tidak mau lagi menjadi beban, malah semakin menambah amarah Pratama menjadi-jadi.

Begitupun saat memberitahukan keinginannya untuk mencari pekerjaan ke Bibi Sundari

yang langsung ditentangnya.

“ Buat apa mencari kerja sih Tiar…” katanya marah.

“ Seperti yang Tiar katakan ke Mas

Tama, Tiar gak mau menjadi beban

siapapun apalagi kakakku sendiri, tetapi

dia pun menolaknya bi…. Dan sekarang bibi sama-sama tidak mendukung juga dengan tak

memberikan ijin. Mas

Tama pasti akan semakin keras menolaknya, bukankah ketika Mas

Tama menyekolahkan Tiar supaya aku suatu hari mampu hidup mandiri ” katanya menjelaskan, lama bibi Sundari

tak mampu menjawab.

Namun kemudian bibi

berujar “ Nak, bukankah Tiar suka melukis dan menulis kenapa tak melakukan kesukaanmu.... serta bisa menghasilkan uang ?”

“ Melukis tidak akan menghasilkan uang

Bi… apalagi menulis harus mencari penerbit di ibu kota itu juga lebih sulit dan pasti

Tiar tak akan Mas Tama berikan ijin pergi sejauh itu iya kan…” sanggah Tiar panjang lebar.

“ Terserah kamu mau melakukan apa

Tiar, asal jangan pergi dari rumah ini sering-sering itu intinya, kalau

sekali-kali tidak apa-apa itu bibi ijinkan” kata bibi Sundari tegas.

Setelah mendengarkan penjelasan itu,

sudah pasti antara keputusan Pratama dengan

bibi Sundari telah sependapat bahwa mereka tidak akan mengijinkannya bekerja

di luar daerah itu.

Terpopuler

Comments

𝙳𝚑𝚢

𝙳𝚑𝚢

hadir lg

2020-06-14

0

Purwanti Idar

Purwanti Idar

semangat tiar ,jgn terlalu memikirkan yg tdk pasti.

2020-06-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!