Ketika berkeliling kebun tampak
barisan pohon durian ditanam dengan rapi berjejer dengan jarak tertentu
sehingga enak dipandang. Diantara tanaman tersebut terhampar rerumputan hijau
yang terawat bagai permadani menutup tanah menambah keasrian kebun secara
keseluruhan. Mutiara rasanya ingin duduk-duduk sambil menikmati udara segar
dibawah pohon durian, andai waktu masih banyak untuk menikmati itu semua karena
Mutiara belum tahu akan seperti apa masa depannya nanti.
Berjalan sambil mendengarkan
penjelasan bahwa di perkebunan ini terdapat berbagai varietas durian unggulan
asal lokal yang tengah dikembangkan dan ada juga durian dari luar negeri
sebagai pembanding ditanam disini. Terdapat lebih dari seribu pohon durian dengan
tujuan Varietas unggulan seperti durian petruk, lay, tembaga, sunan, simas dan
monthong. Yang tadi Mutiranikmati itu durian petruk yang terkenal dengan enak dan legitnya, sementara
kalau durian monthong yang tengah popular untuk varietas luar negeri bukan
hanya bentuknya yang menarik tetapi dagingnya yang lebih tebal.
Disitu diperjual belikan durian untuk
makan ditempat dengan harga perkilo maupun perbuah dengan harga berbeda-beda tergantung
kualitas durian itu sendiri juga tersedianya lapak-lapak untuk tempat istirahat
sambil menikmati durian yang baru dipetik. Mutiara melihat sekeliling terdapat
hamparan sawah dengan para petani sekitar sedang bercocok tanam seperti menanam
padi, membajak sawah dan para penggembala yang tengah menggembalakan ternak
serta memandikan ternak, suasana itu terasa pas bagi para wisatawan yang ingin
menikmati suasana teduh, nyaman sertaasri.
Sepertinya perkebunan ini juga
diperuntukkan bagi keluarga-keluarga yang ingin berwisata
pertanian maupun perkebunan. Pemiliknya telah memikirkan secara matang kawasan
perkebunannya itu dibuat dengan sangat nyaman juga dengan keamanan yang telah
terperinci dengan baik terlihatsemua durian yang telah besar diikat dengan aman untuk menghindarkan pengunjung
tertimpa buah.
Selesai minum Nur sudah tak batuk
lagi, sebab sudah bisa menenangkan diri jadi saat Mutiara bertanya
kenapa batuknya separah itu dia hanya
menjawab. “ Tadi keselak jadi gatal makanya
batuk tapi bukan karena sakit TBC ” Nur membela diri walau masih sesekali mencoba menahan tawa
yang hampir keluar.
“ Sudah....sudah Exsan kita jadi
jalan sekarang apa masih ada yang mau makan duren lagi, Tiar apa masih kurang Nak
” bibi Sundari menyela.
“ Tidak bi, sudah kenyang dan puas
yuk kita lanjutkan perjalanan supaya satu tugas cepat selesai ” Mutiara berkata, mereka beranjak meninggalkan kebun durian untuk
memenuhi keinginan kakek Exsan yang ingin bertemu dan melihat dirinya serta untuk memberikan penerus bagi keluarga
Saptowardono.
“ Tugas apa Nak? “ tanya bibi
Sundari bingun.
“ Seperti yang bibi tahu, pertama menemui
kakeknya Mas Exsan dan kedua menjadi mesin pembuat anak untuk melanjutkan
penerus seperti kata bibi kemarin ” Mutiara sengaja mengungkit masalah itu
sekarang untuk mengingatkan diri sendiri jangan terlalu terlena akan perhatian
dan kebaikan Exsan, pengingat
akan tujuan pertama Exsan saat datang menjemput dirinya, tak ada sedikitpun bahwa semua itu atas karena
keinginan Exsan sendiri untuk bertemu atau datang menemuinya karena rasa saying Exsan kepadanya.
Hanya karena pelukan dan ciuman yang tak sempat terjadi, serta panggilan sayang tak
akan membuat Mutiara menjadi
lupa diri.
Perjalanan selanjutnya sangat sepi
serta sikap Exsan sangat berbeda dari
sebelumnya mungkin karena perkataannya, Mutiara
tidak ambil pusing dengan Exsan seperti Exsan sama sekali tak memusingkannya
belasan tahun yang lalu. Untuk apa sekarang ia harus perduli hanya karena
melihat kebaikannya yang baru dilihatnya dalam waktu belum sampai dua puluh
empat jam.
Bangunan besar nan megah ada dihadapan
mereka walau masih belum terlihat jelas dari kejauhan Mutiara tahu itu tempat
tujuan mereka. Tempat yang akan menjadi rumah masa depannya, semakin lama
semakin jelas bentuk bangunan rumah itu. Rumah Exsan megahnya seperti yang Mutiara bayangkan saat mendengar gambaran bibi saat menceritakan rumah
yang dulu tempat beliau lahir serta dibesarkan. Rumah besar itu penyatuan dua
masa, sebagian berbentuk seperti Jaman Belanda dengan penambahan-penambahan yang
lebih modern atau masa kini. Bangunan baru
pada rumah itu sepertinya hasil dari rancangan Exsan
supaya sesuai dengan seleranya. Selera anak muda jaman sekarang walau tak
banyak yang dia ubah
karena rumah intinya masih terlihat seperti rumah masa kecil Mutiara yang masih bisa dia ingat samar-samar.
Hanya terjadi tambahan untuk memperbaharui
dan menyamankan para penghuni dia rasa.
Berhenti didepan rumah besar seseorang
membukakan pintu kendaraan, Exsan keluar terlebih dahulu membantu istrinya
turun. Masuk kerumah besar dari arah pintu depan yang sangat megah sudah membuat suasana hati Mutiara tak jelas. Perutnya
serasa jungkir bakil hingga mual ikut membuat keringat dingin keluar. Ternyata didalam
rumah telah banyak orang yang sudah menunggu mereka termasuk seorang kakek yang
duduk dikursi roda. Itu pasti kakeknya Exsan karena diantara yang hadir
laki-laki yang tertua adalah laki-laki yang duduk di kursi roda.
Disamping kakek itu berdampingan
suami istri dengan wajah sangat mirip dengan Exsan, Mutiara yakin itu pasti orang
tua suaminya karena terdapat banyak kemiripan dari keduanya pada wajah sangsuami. Dua pasang suami
istri dengan anak-anak mereka dalam pegangannya tersenyum kepada Mutiara, yang menurut dugaannya mereka itu kakak dan adik
Exsan karena terlihat dari perbedaan usia mereka serta kemiripan mereka. Senyum merekasama persis dengan
senyuman Exsan. Sementara ada sepasang suami istri dengan putra dan putrinya
mungkin masih ada hubungan keluarga dengan suaminya karena mereka mengenakan
pakaian yang mewah dan bagus.
Exsan memegang sikunya dan
mengarahkannya untuk berjalan kearah seorang kakek yang duduk dikursi roda,
setelah sampai didepannya Exsan bersalaman, memeluk serta mencium pipi dengan
mereka satu-satu. Exsan kembali kesisinya mengajaknya berjalan mendekati lalu berhenti berdiri tepat
dihadapan kakek itu
dan memperkenalkannya.
“ Eyang niki kulo tepanggaken
meniko sisian kulo Mutiara ( kakek ini saya kenalkan dengan istri saya
Mutiara)”katanya.
“ Tiar ini kakek, yang aku ceritakan
kemarin ” katanya sambilmenatap istrinya. Mutiara hanya melihat kearah kakek itu tanpa mengucapkan
sepatah katapun sama-sama saling menilai seperti apa lawan bicaranya. Dan kakek
yang lebih dulu nyuruh Mutiara mendekat.
“ Ndok reneo...( Nak kesini ) ” kata
kakek sambil melambaikan tangan dari atas kursi roda meminta Mutiara mendekat.
“ Njih Eyang... ( iya kek) ”
katanya maju dan langsung membungkuk dihadapan kakek tua untuk menyesuaikan
dengan kakek yang duduk dikursi roda “
nopo angsal kulo sun Eyang kados Mas Exsan ( apa boleh saya mencium kakek
seperti Mas Exsan) ” katanya memberanikan diri. Yang disambut tawa kakeknya
dengan ceria, tawa yang telah lama tak terdengar lagi sang kakekoleh seluruh penghuni
rumah.
“ Yo, yo entok rene cah ayu rene (
ya , ya boleh kesini anak cantik kesini) ” kata kakek langsung memeluk dan
mencium Mutiara.
Tawa kakeknya yang membahana
terdengar seisi rumah hingga membuat seluruh orang yang mendengar dan melihat
terkejut dengan perubahan yang begitu tiba-tiba. Seluruh keluarga yang ikut
dalam pertemuan ini benar-benar terkejut karena kakek orangnya sangat keras,
kejam sedikit sekali ada yang bisa membuatnya tertawa. Exsan yang merasa heran
dengan sang kakek yang selama hidupnya lebih
dari tiga puluh tahun sulit sekali bisa menyenangkan kakeknya, sementara sekarang hanya
karena kedatangan gadis dari pengasingan langsung bisa membuatnya tertawa.
Kakek seperti bukan laki-laki tua yang ditinggalkannya kemarin, saat itu kakek terlihat lelah sudah tak memiliki
semangat lagi seperti selama ini Exsan tahu tetapi sekarang beliau terlihat lebih sehat, pancaran
wajahnya segar serta telihat jauh lebih
muda dari usianya yang hampir delapan puluh tahun.
Kakek meminta Mutiara duduk di
depannya tetapi Mutiara menolak dan itu yang mengejutkan semua orang, tak
pernah ada yang berani menolak kakeknya.
Seluruh keturunan Saptowardono sangat takut dengan sang kakek tak terkecuali
Exsan. Ini istrinya yang mungil berani membantah sang kakek, sulit dibayangkan.
Kemana hilangnya istri yang ketakutan sepanjang jalan menuru rumahnya.
“ Maaf Eyang bukan Tiar bermaksud lancang
” sambil berbisik Mutiara melanjutkan “ bukankah tak sopan duduk dimeja, itulah
yang diajarkan bibi Sundari kepadaku”
tawa kakek kembali membahana semua orang tahu apa yang menyebabkan tawa kakek pecah itu karena kata-kata
Mutiara yang berbisik cukup bisa didengar semua orang.
“ Ndok kau akan menghangatkan rumah
ini, ya…. aku yakin sekali melihatmu orang tua ini langsung bisa mencintaimu ”
kata kakek serak penuh dengan emosi.
“ Terima kasih Eyang, menyenangkan
dicintai dari pada dibenci ” katanya lembut
sambil tersipu malu.
“ Ini Ndok, ayo kenalan dengan
mertuamu dan itu saudari-saudarimu sekarang ” kakek mengambil alih perkenalan seakan
dia yang lebih dulu mengenal Mutiara daripada cucunya.
Mutiara dengan anggun berkenalan
dengan kedua orang tua Exsan atau mertuanya serta kakaknya Delima juga adiknya Sekar serta dengan suami mereka masing-masing. Mutiara
langsung dekat dengan saudari
Exsan tak ada kecanggungan sama sekali seolah
mereka telah berteman dekat lama. Yang lebih mengejutkan kakeknya yang selama
ini selalu berjalan menggunakankursi roda mau bangun dari kursinya karena Mutiara tak mau mendorong kursi yang
berat itulah yang dikatakan Mutiara.
“ Tiar tak mau mendorong kursi yang
berat itu, jadi lebih baik Eyang berjalan lagi itu baik untuk kesehatan Eyang
sekalian untuk olah raga kalau terus menerus duduk di kursi roda lama-kelamaan bisa
membuat otot-ototnya jadi lemas ” setelah berkata Mutiara tersenyum geli saat
melihat kakeknya meneriakkan kata-kata kasar tetapi mau mencoba berdiri dan
meminta diambilkan tongkat untuknya berjalan.
Exsan sama sekali tak percaya akan
melihat hal seperti ini, kakek yang hanya bisa membuat orang yang ada didekatnya
menangis untuk bisa mengikuti semua kemauannya, sekarang keadaan berbalik dia
yang sekarang harus mengikuti gadis yang baru ditemuinya.
Exsan melihat tatapan bingung
ibunya melihat kelakuan kakeknya yang tak seperti biasa tetapi langsung
menyadarinya saat disentuh tangannya oleh sang suami. Keadaan rumah ini akan banyak perubahan batin
Exsan, kakeknya sekarang telah takluk ditangan istrinya, ayah serta ibunya tak akan
lagi setres menghadapi kakeknya hanya karena mendengarkan keluh kesah kakek yang terus
menerus. Mutiara akan membawa kebahagian untuk keluarga ini dan Exsan akan membuat
istrinya bahagia juga kerasan tinggal disini bukan
karena sedang melakukan tugas seperti perkataan Mutiara saat mereka melanjutkan perjalanan
pulang dari kebun durian. Mutiara
telah membahagiakan keluarganya, yang bisa dia lakukan untuk rasa terima kasihnya adalah denga membuat sang istrinya merasa bahagia
bersamanya.
Kakeknya memperkenalan Mutiara dengan seluruh keluarga satu persatu dan
melanjutkan perjalanan ke ruang makan alasannya karena mereka semua belum makan. “ tadi sudah sarapan di jalan
dan saat jalan kesini sayajuga makan durian dipinggir jalan ” kata Mutiara penuh
semangat sambil memegang tangan kakek yang tak memegang tongkat.
“ Kau makan durian disanapagi-pagi?” kata kakeknya
terkejut.
“ Kenapa Eyang, lagian sudah
sarapan susu dan yang pasti
tak akan sakit perut kok, Eyang jangan khawatir lagian Mutiara sangat sehat ”
tangannya diangkat untuk membuktikannya. “ Eyang durian disana enak loh,
menurut pengurus lahan pemiliknya mengembangkan sendiri durian mereka dan Tiar dikasih makannya
gratis lagi ”
“ Oh ya baik banget dia ?” hanya itu
tanggapan kakek, merasa kakek tak antusias dengan ceritanya Mutiara
melanjutkan.
“ Terus Tiar minta dikenalkan
dengan pemiliknya, kata Mas Exsan nanti pasti kenal ” katanya ceria.
“ Memang mau ngapain kalau bertemu
dengannya ” tanya kakek sambil menatap cucu laki-lakinya yang berdiri
dibelakang cucu mantunya.
“ Kepingin tahu seperti apa
orangnya, pasti dia pintar karena bisa menciptakan durian yang seenak itu dan
berterima kasih karena sudah digratiskan makanduriannya ”
“ Tentu saja dia cerdas ” jawab
kakek santai.
“ Eyang kenal dengan orangnya,
tolong dong Eyang Tiar kenalkan dengan orang itu ” gembira sekali Mutiara
karena bisa langsung berkenalan dengan orang itu dan bisa mengucapkan terima
kasih atas kebaikan yang dia berikan karena makan durian gratis
untuknya.
“ Kalau aku kenalkan dengannya apa
kau akan menciumnya seperti menciumku?” kata kakek geli menatap antusias cucu mantunya
untuk berkenalan dengan pemilik perkebunan durian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Aas Nurhayati
nah loh
2020-06-14
0
Susilawati Shasi
nahloh tiar kena nyium exsan nih
2020-06-12
0
BiancaRD
hhhhhhhhh.... sukaaaaa sekali bahasa nya. santuuuuuuuuuuuunnnnn
2020-06-12
1