Mobil mulai melambat laju kecepatannya terlihat didepan mulai menampakkan
rumah bibi Sundari, terlihat bentuk dan wujudnya masih sama seperti terakhir
Exsan melihatnya masih sama seperti dalam ingatan Exsan, hanya ada beberapa
perbaikan tetapi tak mengubah banyak bentuk. Exsan tahu disinilah Mutiara dibesarkan serta di rumah ini
istrinya tinggal selama kurang lebih tujuh belas tahun. Exsan baru menyadari
bahwah dia tak tahu menahu bagaimana keadaan Mutiara tumbuh hingga dewasa.
Penyesalan menggerogoti
hati Exsan menyadari akibat dari
keegoisannya menjauhkan Mutiara dari keluarga Mutiara maupun keluarga Exsan. Rumah bibinya
sangat kecil hanya dua kali lebih
besar dengan kamar pribadi Exsan, memang rumah keluarga Saptowardono sangat luas rumah itu
biasa untung menampung ratusan tamu undangan di pesta yang kakek Exsan
selenggarakan. Walaupun rumah bibi Sundari berbentuk kecil tetapi terawat dengan baik serta bersih dan rapi namun Exsan menyadari kehidupan mereka pastilah sangat
sederhana. Exsan tak habis
pikir apa merasukinya
sehingga menyarankan Mutiara supaya tinggal bersama bibi Sundari.
Lingkungan dan sekitar rumah itu
sangat asri karena terdapat banyak sekali pepohonan besar. Mendengar gemericik
air pastinya tidak terlalu jauh ada sungai yang mengalir disekitar sini, sangat indah dan masih alami belum terjamah kehidupan perkotaan. Kalau ingatan Exsan tak salah dahulu ada sungai yang
terletak di belakang rumah letaknya tak terlalu jauh dari rumah bibi Sundari,yang
menarik dari sungai di desa ini adalah aliran air sungai yang sangat bersih dikelilingi
tanaman atau ilalang sepanjang aliran sungai, dulu setiap datang kerumah bibi Sundari,
Exsan dengan Raffa anak bibi Sundari sering berenang di sungai, ayah serta bibi
sering panik memarahi mereka berdua karena arus air sungai yang sangat kencang.
Mengingat kenakalan yang sering Exsan dan Raffa lakukan membuat Exsan tersenyum
sendiri. Walau Raffa telah tiada tetapi kenangan akan Raffa maupun tempat ini
akan selalu ada didalam hati Exsan.
Walaupun rumah bibi
Sundari sangat indah namun
ini tetapi tetap tak sebanding dengan keindahan rumah kediaman keluarga Sastrowardono tempat tinggal Exsan serta seluruh keluarga besar Saptowardono. Di sana
terdapat banyak danau maupun berhektar-hektar
lahan buah-buahan serta sayur mayur yang sedang dikembangkannya untuk ekspor keluar negeri. Exsan yang sekarang memegang seluruh kerajaan bisnis
keluarga Saptowardono di bantu kakek serta ayahnya.
Begitu mobil
berhenti terlihat tengah keluar dari dalam rumah seorang
wanita tua berjalan menuju kearahnya
dengan sangat lambat, dari wajahnya yang penuh dengan keriput sama seperti ayah Exsan. Terdapat banyak kemiripan diantara
mereka ayah dan bibi, Exsan dapat memastikan bahwa yang sedang berjalan
menuju ke arahnya pasti bibinya Sundari Prawesti. Sang bibi berjalan kearahnya
dengan senyum lebar tanda bawa dia mengenali Exsan, lalu merentangkan tangan meminta dipeluk seperti biasa,
Exsanpun memeluk sang bibi dengan sama eratnya, tentu saja Exsan juga
merindukan sang bibi karenatelah lama tidak pernah
bertemu.
“ Kaukah itu Exsan.... benarkan
mata tua ini melihatmu datang kemari ” tanya sang bibi dengan
tersenyum ceria lalu melanjutkan pertanyaan kearah asistennya “ jadi kamu telah berhasil
membujuk dia kemari Nur, bagus..... bagus... walau terlalu terlambat sangat
terlambat...ck....ck...ck... ” decak bibi sambil mengeleng-gelenhkan kepala. Saat memandang
Exsan bibir bibi Sundari tersenyun tetapi dengan
mata berkaca-kaca seolah ada kesedihan yang berusaha sang bibi tahan diantara senyumannya,
tetapi bibi Sundari akhirnya hanya memeluk lagi untuk
menyambut kedatangannya dan menyuruh mereka masuk kedalam rumah.
Begitu mereka telah
duduk di masing-masing kursi yang ada di tengah-tengah ruangan bibi Sundari
kembali melanjutkan pertanyaan kepada keponakannya “ jadi bagaimana kabarmu
Nak, sekarang sudah dewasa dan tentu saja sangat tampan seperti ayahmu, menurutku seandai
Raffa masih hidup pasti akan sepertimu gagah” kata bibi Sundari sambil matanya menatap Exsan
dari atas ke bawah “ andai saja Tuhan tak mengambilnya Raffa lebih cepat pasti kalian seperti kembar ” tambah bibi Sundari dengan sedih mengenang anak semata
wayangnya yang harus meninggal dalam kecelaan di jalan raya saat akan pulang
dari sekolah dengan suami bibi Sundari.
“ Sudahlah bi, Raffa sama paman sudah tenang di surga sekarang, bibi jangan
sedih lagi ” mencoba menenangkan bibinya sambil beranjak ke kursi bibi Sundari duduk.
“ Ya...Raffa ditemani ayahnya pasti....pasti mereka bahagia disana ” katanya sambil mengambil tisue yang ada di meja untuk mengusap
air matanya, bibi Sundari berusaha tersenyum lalu melanjutkan pertanyaan ke keponakannya “ jadi Exsan sekarang kamu telah menyadari
kesalahanmu dan mau menjemput istrimu?”katanya sambil sesekali mengusap mata serta hidungnya.
“ Ya bi.... mama dan papa semakin mendesak
sekarang serta kakek semakin tua jadi mulai sering sakit-sakitan belakangan ini. Beliau ingin bertemu cucu mantunya sebelum ajal menjemput juga ingin menggendong cicit
penerus keluarga besar Saptowardono” jawab
Exsan menjelaskan alasan kedatangannya ke rumah bibi Sundari.
“ Jadi maksud kedatanganmu hanya
mengambil mesin pencetak anak bukan seorang istri yang telah kamu
terlantarkan sekian lama?” tanya bibi Sundari dengan nada tak setuju.
“ Jangan sekasar begitu bi, bibi kan tahu pernikahan ini terjadi saat kami masih
anak-anak dan bibi perlu ketahui pernikahan ini tak
dapat dibatalkan, jadi walau bagaimanapun besarnya
kesalahanku terhadap Mutiara, kalaupun terlambat tetapi akhirnya aku tetap menjemput dia juga bukan bi..... tolong bibi mengerti saat itu kami sama-sama belum
paham betul tentang pernikahan. Kalau yang bibi khawatirkan bagaimana nantinya kehidupan bibi kedepannya, Exsan akan
selalu mengirimkan biaya hidup
sehari-hari, bibi tak perlu khawatir soal
itu ” ujar Exsan menjelaskan supaya bibinya tidak perlu takut setelah istrinya tak lagi tinggal dengan bibi Sundari Exsan tidak akan menelantarkan sang bibi.
Bibi Sundari
memukul meja dengan kencang sehingga Exsan dan asistennya Nur terperanjat
terkejut, begitupun ibu yang membantu bibi beberes rumah ikut keluar dari dapur
untuk melihat keributan yang sedang terjadi “ mbok bikin minum buat anak kurang
ajar ini sama Nur, aku air putih hangat seperti biasa” kata bibi kepada si Mbok,
tatapan tajam bibi kembali terarah kepada Exsan dengan expresi penuh kemarahan “
Exsan kamu sama saja dengan
kakekmu tak ada bedanya, beruntung bapakmu
sedak dulu sayang denganku, selalu membangkang papa untuk ikut menjauhiku ” saat melihat Exsan akan menjawab bibinya mengangkat
tangannya untuk menghentikan
Exsan menyela pembicaraan “ kamu diam, sekarang kamu dengar perkataan
orang yang sudah tua ini. Memangnya uang yang
kalian kirim kemari cukup untuk biaya hidup Mutiara...... pernahkah kalian pikirkan pendidikannya....
tidak.....tentu saja tidak. Kalian sama sekali tak
memperdulikan anak itu. Kalau bukan karena kakak Mutiara aku tak tahu apa yang akan terjadi
dengan anak itu, jadi tak perlu menyombongkan diri
seperti itu Exsan ” emosi yang meluap membuat Exsan khawatir telah menyinggung bibi Sundari.
“ Maaf bi bukan maksudku
menyinggung bibi, kalau selama ini kurang menurut
bibi, kenapa bibi tidak pernah memberi tahu ” bantah Exsan. Wajah Exsan merah menahan malu, karena
selama ini untuk urusan Mutiara dia tak mau tahu, semua dia serahkan kepada
kakek atau ayah.
“ Siapa yang kami mintai tolong,
Nur mana dia berani melawan kakekmu, dia
hanya memberikan apa yang telah kakekmu setujui,
dari dulu dia memang terkenal pelit ”
Nur hanya diam mendengar perdebatan antara Exsan dan bibi Sundari, tak
sekalipun ikut menyela. “ Kehidupan kakak istrimu tak seberuntung kalian,
ayah mereka selalu menghabiskan hartanya untuk berjudi tanpa mengingat
akan seperti apa kehidupan keturunannya.
Kakak Mutiara membantu kami sebisanya, tetapi dia mengusahakan Mutiara menyelesaikan pendidikannya. Aku bersyukur Mutiara masih memiliki saudara yang
menyayanginya daripada keluarganya yang lain suami serta ayah dan ibu tirinya ”
kata bibinya panjang lebar.
Exsan tak berani membantah takut semakin menyulut emosi bibi Sundari, berbahaya kalau
sampai terjadi apa-apa dengan bibi Sundari.
Setelah mengambil napas panjang Exsan beranikan diri menanyakan keberadaan
istrinya sekarang ini. “ Bi dimana Mutiara dari tadi tak terlihat ”
Bibi Sundari diam cukup
lama sambil tetap menatap marah kepada Exsan setelah cukup lama baru menjawab sambil menghela napas “
sedang keluar, sebentar lagi dia juga datang, mungkin ada yang sedang dicari di luar sana, sepertinya itu yang Mutiara katakan sebelum keluar
rumah tadi ”
Menunggu dengan diawasi bibinya
membuat Exsan salah tingkah di tempat
duduk namun sialnya asistennya Nur tampak tenang-tenang saja melihat kemarahan bibi Sundari sebab bukan dia yang menjadi sasaran
amarahnya. Exsan bukan anak kecil lagi sudah diatas tiga puluh tahun usianya namun saat
sedang dimarahi bibi Sundari dia merasa
seperti kembali menjadi anak kecil yang
telah melakukan kenakalan.
Berdiri untuk meregangkan otot-otot
kakinya yang kaku Exsan berjalan keliling ruang tamu, melihat-lihat
karya seni cinderamata yang sangat bagus, perkiraan Exsan jika terjual ada nilai ekonomis, semua bentuknya dengan nilai seni
tinggi. Exsan ingin bertanya semua ini bibi dapat dari mana karena ada banyak sekali cinderamata yang dipajang dalam lemari kaca. Tetapi Exsan tak berani mengambil untuk melihat takut merusaknya.
Tetapi Nur dengan santai mengambil
dan memegang sambil mengamati tanpa ada rasa takut akan dimarahi bibi Sundari.
Nur sedang memegang pernak-pernik tempat kosmetik sangat cantik yang ada tulisan nama
pasangan menikah. Sepertinya ini
souvenir pernikahan atau bisa juga kado ulang tahun maupun hadiah untuk pasangan.
“ Mas bagus gak nih? ” tanya Nur sambil
mengulurkan kedepannya untuk dilihat Exsan yang hanya mengangguk
sebagai jawaban “ Bi....dapat dari mana ini?” lanjut Nur sambil mengamati aksesoris yang berjejer rapi.
“ Istrinya Exsan yang membuatnya” jawab bibi Sundari dengan nada bangga “ dia memang anak yang pintar seperti
yang sering aku katakanmu Nur ” sambil memandang cinderamata yang sedang diamati Nur, Bibi menerawang seperti sedang mengingat-ingat sesuatu hal “ Mutiara bukan hanya cantik
tetapi juga baik sekali,
anak itu membuat ini semua saat
aku dan kakaknya tidak mengijinkannya bekerja ditempat temannya yang jauh dari rumah” bibirnya tersenyum sambil menunjuk aksesoris
buatan Mutiara “ anak itu sempat marah karena laranganku sama kakannya, dia kebingungan tak tahu harus melakukan apa, sementara masa depannya tak ada kejelasan ” bibi Sundari kembali diam cukup lama setelah
lama sebelum kembali melanjutkan “ Cinderamata itu dibuat dari daur ulang sampah karena kecintaan Mutiara dalam melukis, jadilah semua ini” tangan bibi Sundari terentang menunjuk semua barang
pernak pernik yang ada di ruang tamu “ barang yang Nur pegang hasil limbah daun dan pelepah pisang tetapi karena imajinasinya yang tinggi
dia bisa menghasilkan bahan yang tak
berguna menjadi sebuah cinderamata yang bagus dan
unik-unik bernilai ekonomistinggi”
pungkas bibi dengan bangga. “ sekarang Mutiara telah dapat banyak pesanan, ada
yang untuk souvenir pernikahan, ada juga yang buat kado atau hadiah banyak yang
memang hanya untuk pribadi ” tambah sang bibi.
Sambil menatap
Exsan dengan tajam bibi Sundari berkata “ kamu menikah dengan gadis yang
mandiri Mutiara bukan anak yang cengeng seperti anak-anak seusia dia dari
kalangan kalian ”
Setelah berkata
bibi Sundari beranjak meninggalkan Exsan dan asistennya Nur untuk meresapi
semua perkataannya. Exsan hanya menunduk menatap frame dengan bunga-bunga
kering mengelilingi bentuk frame.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Susana Setyawati
fotonya mn kak
2020-06-15
0
Purwanti Idar
sukurin lo,klo aku jd mutiara.ga bakal mau nerima exsan
2020-06-11
0