Sentuhan terakhir sebuah tusuk rambut menusuk di antara ikatan rambut gadis bermata hijau, seorang gadis lain di belakangnya menjauh beberapa langkah sembari mengamati hasil karyanya. Sungguh cantik.
"Nona, anda terlihat sangat cantik," puji gadis berpakaian pelayan itu dengan nada cukup senang.
Gadis yang baru saja disolek oleh pelayannya hanya diam, tapi matanya mengamati dirinya di pantulan kaca bundar di tangannya, meski tidak terlalu jelas tapi gadis itu bisa melihat dirinya sangat cantik untuk hari ini. Dengan gaun hanfu berwarna merah, dan hiasan kepala sederhana tapi menawan, gadis itu terlihat seperti gadis bangsawan terhormat sesungguhnya.
"Kau cukup baik dalam hal ini, Hua Yun." Puji gadis itu sembari tangannya menaruh cermin ke meja, lalu meraih kertas gincu dan mengesapnya, meninggalkan warna merah darah pada bibir mungilnya. Beberapa kali gadis itu memainkan bibirnya, agar warna gincu pada bibirnya merata dengan baik.
Gadis bernama Hua Yun itu tersenyum namun hanya sesaat saja, pikirannya langsung teringat lagi pada peristiwa yang akan terjadi nantinya. Majikannya itu sudah menceritakan tentang perjodohannya, meski belum terjadi, tapi majikannya itu sangat yakin, perjodohan itu pasti akan terjadi. Hal itu membuat Hua Yun menjadi tidak bersemangat, padahal hari ini adalah hari besar untuk keluarga Yue, tapi ... kenapa kebahagian itu memiliki hadiah yang mengejutkan.
Hua Yun membuka mulutnya, siap berkata namun tercegat saat dia ingat majikannya pernah berkata tidak perlu mengkhawatirkan dirinya. Hua Yun menutup lagi mulutnya, 'Nona ... aku bersumpah akan melindungimu. Bahkan jika harus melawan Pangeran Mahkota atau pun Permaisuri.'
Setelah cukup mengecap bibirnya sendiri, gadis itu beranjak bangun lalu berbalik menatap Hua Yun. Pakaian merah panjang menjuntai ke lantai, di gaunnya itu tergambar motif bunga persik dengan benang emas, sangat menawan. Bisa dikatakan ini adalah penampilan terbaik gadis itu untuk hari ini.
"Hua Yun, apa yang membuatmu sedih? Bukankah hari ini hari bahagia keluarga besar Yue?" tanya gadis itu lembut.
Sadar kalau ekspresinya mudah dibaca, Hua Yun jadi gelagapan, "Ah ... Nona. Aku hanya ...." Hua Yun diam sejenak memperhatikan senyum majikannya terlalu polos di matanya, "Aku hanya takut Nona mendapat masalah." Pada akhirnya Hua Yun tidak bisa membohongi majikannya.
Gadis itu meraih tengkuk Hua Yun dengan lembut, senyuman manis masih terpampang indah di wajahnya, "Hua Yun berbahagialah hari ini, hari ini hari besar keluarga Yue tidak ada yang boleh bersedih, paham?"
Hua Yun sedikit tertegun, tidak akan menyangka majikannya memiliki topeng yang cukup dalam, berpura-pura bahagia padahal mungkin saja di balik sana tengah bersedih. Hua Yun mengukir senyum manis, tidak ingin melunturkan semangat majikannya, "Baik, Nona," balas Hua Yun.
Gadis itu menurunkan tangannya, lalu berjalan menuju pintu, "Mari, mungkin semuanya telah menunggu di aula utama. Hari sudah hampir siang, aku yakin para tamu kerajaan telah berdatangan." Gadis itu membuka pintu, matanya menangkap suasana nyaman kediamannya, angin lembut membelai wajahnya, sejenak gadis itu menarik nafas, kemudian menghembusannya dengan perlahan, 'Apapun yang terjadi hari ini, pada akhirnya akulah pemeran utamanya.'
***
Kediaman Jenderal Besar mulai bising sejak dini hari, kesibukan terjadi sebab hari ini adalah hari besar keluarga Besar Yue. Para pelayan begitu sibuk, entah melayani tuannya atau pun mengerjakan pekerjaan mereka sehari-harinya. Di aula utama, sekelompok keluarga telah berkumpul mengenakan pakaian terbaik mereka yang ada. Tampak di kursi kepala keluarga seorang pria muda duduk tenang di sana, karena kepala keluarga sudah lebih awal pergi ke istana, anak pertama kediaman Yue menggantikan posisinya.
Pemuda berbaju biru muda itubmenatap semua keluarga yang ada di sana, masih belum lengkap sebab adiknya belum tiba.
"Fhu Sua, pergi panggil Adik ke Tiga, beritahu hari hampir siang kita tidak boleh terlambat," ucap pemuda itu sedikit tegas.
Seorang gadis berbaju biru muda sama seperti pemuda itu berdiri, siap berkata menerima perintah dari suaminya itu, tapi seorang wanita berpakaian warna ungu bangkit dengan cepat dan menyela ucapannya.
"Tuan Muda Pertama, biar aku saja yang memanggil Nona ke Tiga." Wanita itu tersenyum manis, tapi senyumannya itu membuat beberapa orang memandangnya jijik.
Pemuda itu terdiam untuk sesaat, tapi setelah dia pikir tidak ada salahnya wanita itu memanggil adiknya, "Baiklah, per-"
Belum sempat pemuda itu selesai berbicara, suara seorang gadis telah menyelanya, gadis yang datang dari pintu, bergaun merah anggun dengan ekspresi wajah cukup datar, dia adalah Qian Yue, "Tidak perlu Kakak Pertama. Aku sudah datang, maaf aku sedikit terlambat."
Semua mata memandang Qian Yue tanpa berkedip, sangat terpesona dengan tampilan gadis itu cukup terlihat menawan dan elegan, benar-benar terlihat seperti gadis dari keluarga terhormat. Mereka semua sangat ingat, dulu Qian Yue paling tidak suka mengenakan pakaian gaun hanfu apalagi memakai tusuk rambut yang membuat kepalanya terasa berat. Tapi hari ini, gadis itu menunjukkan sisi kewanitaannya.
Ze Yue tersenyum tipis melihat penampilan adiknya, tapi hanya sesaat saja, "Tidak apa-apa. Karena semua telah berkumpul, kalau begitu kita bisa pergi sekarang." Ze Yue beranjak berdiri dari kursi dan tak lama yang lain juga mengikutinya.
"Fhu Sua dan Yin Hua satu kereta, lalu aku dan Fang Yue akan berada di kereta yang sama." Mata Ze Yue menatap Qian Yue dan Yue Sua bergantian, saat dia mau menentukan Qian Yue berada di kereta bersama siapa, gadis itu langsung menyelanya.
"Kak, biarkan Yue Sua bersama, Wangxia." Qian Yue menatap gadis berbaju merah muda yang tidak lain Yue Sua, dan wanita berbaju ungu, Wangxia. Qian Yue tersenyum tipis kepada mereka, "Aku ingin satu kereta dengan Adik ke Lima." Mendengar hal itu semua orang sedikit terkejut, tidak akan menduga Qian Yue secara langsung meminta tidak satu kereta dengan Yue Sua dan justru meminta satu kereta dengan Lou Yue, Adik ke Enamnya, biasanya Qian Yue meminta satu kereta dengan Wangxia, tapi itu hanya di masa lalu, sekarang berbeda.
Lou Yue yang sejak tadi hanya diam tidak memedulikan apapun, kini menatap Qian Yue cukup tajam, mencermati apa yang diinginkan Kakaknya itu padanya. Lou Yue memang tidak pernah dekat dengan Qian Yue atau bahkan saudara lainnya, dia lebih cendrung menghabiskan waktu belajar dan belajar. Jadi sedikit terkejut ketika Qian Yue meminta satu kereta dengannya, padahal hubungan mereka berdua tidak bisa dikatakan dekat atau pun bermusuhan, mereka berdua lebih cendrung dengan masalah pribadi.
Bersamaan Lou Yue menatapnya, Qian Yue juga menatap adiknya itu, saat pandangan mereka bertemu, Qian Yue tersenyum padanya membuat Adiknya itu terkejut lagi. Qian Yue beralih lagi menatap Kakaknya, Ze Yue, "Bolehkan Kak? Aku merasa kurang dekat dengan Adik ke Lima, mungkin dengan satu kereta dengannya rasa persaudaraan kami semakin kuat." Qian Yue memberi alasan dengan senyuman begitu mengharapkan izin dari Ze Yue.
Untuk sesaat Ze Yue terdiam, dia tahu Qian Yue pasti ingin melakukan sesuatu pada Lou Yue, mengingat adiknya yang satu ini tidak sesederhana yang Ze Yue ingat. Qian Yue pandai menggunakan waktu dan tempat dengan baik. Namun satu hal ini sangat mencurigakan, Qian Yue menginginkan apa dari Lou Yue?
Tapi, Ze Yue tidak bisa menolak permintaan Qian Yue, apalagi alasan adiknya itu ingin mempererat hubungan keluarga. Jika Ze Yue melarang, sama saja Ze Yue tidak menginginkan kebaikan dalam keluarganya.
Tapi, apa iya menerima ini adalah hal terbaik?
Ze Yue menghela nafas pelan, sadar dia tidak bisa tidak mengiyakan permintaan Qian Yue, "Baiklah, sudah tidak ada waktu lagi, mari berangkat."
***
Keheningan terjadi sejak dua saudara ini naik satu kereta yang sama. Satu di antara dua saudara itu masih berkelebat dengan pikirannya sendiri, menerka apa maksud Kakaknya menginginkan satu kereta dengannya. Tapi melihat Kakaknya itu tidak berbicara apapun, dia hanya bisa pasrah, berpikir mungkin tidak ada maksud tertentu Kakaknya.
Qian Yue tersenyum tipis ketika melihat Lou Yue duduk tenang sembari menatap ke jendela kereta. Lou Yue terlihat tampan di usianya yang masih belia, memiliki hidung mancung, rahang lancip, mata bulat warna cokelat, serta bentuk tubuh yang lumayan. Qian Yue bisa mengatakan, bibit paling tampan di kediaman Ayahnya adalah Lou Yue. Meski Lou Yue masih sangat muda, tapi Qian Yue yakin ketika dewasanya Lou Yue akan banyak memikat para wanita. Sayangnya, Lou Yue sangat dingin dan tertutup pada banyak orang.
"Lou'er," panggil Qian Yue dengan sedikit lembut ditambah panggilan terdengar kalau mereka berdua sangat akrab dari sejak lama.
Lou Yue seketika menatap Qian Yue dengan alis berkerut, cukup terkejut mendengar Qian Yue memanggilnya dengan nama seakrab itu, "Iya Kakak ke Tiga," balasnya sedikit kaku.
Senyum Qian Yue memudar ketika mendengar panggilan dari Lou Yue terhadapnya, terdengar sedikit tidak enak di telinganya. Meskipun panggilan itu memang hal biasa di antara saudara.
"Lou'er, kau menganggap aku sebagai apa?" tanya Qian Yue membuat alis Lou Yue semakin berkerut.
Merasa sedikit ada yang aneh dengan Qian Yue, semakin membuat Lou Yue curigai, "Tentu saja menganggap sebagai Kakak," jawab Lou Yue dengan nada sedikit berbeda.
Mendengar itu, Qian Yue kembali tersenyum, bersamaan dengan itu tangannya menyentuh kepala Lou Yue, tapi mendapat respon cukup kasar dari Adiknya itu. Lou Yue tanpa sengaja menepis tangan Qian Yue karena terkejut, dia berpikir Qian Yue mau melakukan sesuatu padanya.
Meskipun Lou Yue sudah menepis tangannya, Qian Yue tetap menyetuh kepala Lou Yue tapi dengan perlahan agar tidak mengejutkan Adiknya itu, "Jangan takut, aku tidak akan memukulmu." Qian Yue menepuk-nepuk pelan kepala Lou Yue, "Jika demikian kau menganggap aku Kakakmu, aku merasa senang. Aku harap kau tidak hanya menganggap karena kita berada di keluarga yang sama. Tapi anggaplah dengan hatimu," jelas Qian Yue lagi dengan senyuman hangat.
Lou Yue terdiam, terlalu kaget sebab Qian Yue menyentuh kepalanya dengan lembut, membuat Lou Yue merasakan sesuatu yang berbeda-kasih sayang dari saudara. Tapi perasaan itu sekejap hilang, saat dia mengingat Wangxia. Dengan cepat Lou Yue menurunkan kembali tangan Qian Yue dari kepalanya.
"Apa yang Kakak ke Tiga maksud? Aku tidak mengerti," balas Lou Yue dingin. Dia kembali membuang pandangannya ke jendela.
Qian Yue sedikit terkejut akan sikap Lou Yue padanya, sangat dingin. Qian Yue bisa menduga semua sikap itu terjadi pasti karena Lou Yue terlalu menerjunkan dirinya ke dalam pelajaran, sampai tidak pernah merasakan hangatnya kekeluargaan. Lagi pun, Lou Yue memang tidak terlalu dekat dengan siapapun, bahkan dengan Ibunya sendiri. Anak itu menjauhi dirinya dari keluarganya sendiri, entah karena sebab apa.
"Lou'er, kau sangat terpelajar. Bagaimana bisa tidak mengerti apa yang aku katakan?" Qian Yue masih menatap Lou Yue, "Jangan terlalu sibuk dengan dunia. Terkadang kau juga butuh yang namanya kehangatan dan kepedulian, bukan? Berpura-pura menyibukkan diri dengan pelajaran, jangan kira aku tidak tahu kau sengaja menjauh sebab tidak ada yang memedulikanmu." Tambah Qian Yue lagi, kali nada bicaranya naik satu oktaf, terlihat sedang marah dengan sikap Adiknya itu.
Meskipun Lou Yue terkejut sekaligus senang mendengar perhatian dari Qian Yue, tapi dia sadar perbedaannya dengan Qian Yue sangat berbeda. Qian Yue anak dari istri sah Ayahnya, sedangkan dirinya hanya anak seorang Selir. Wajar bukan Lou Yue tidak dipedulikan banyak orang.
"Kakak ke Tiga tidak tahu apapun tentangku." Lou Yue menjawab masih dengan nada dingin, pandangannya juga tidak pindah dari jendela, "Kalian semua sama saja, sibuk dengan kesenangan pribadi. Apa urusannya denganku, jika kalian sibuk, aku juga bisa sibuk." Pernyataan yang cukup tegas, meskipun itu benar tapi tetap saja menggores sedikit perasaannya dan perasaan Qian Yue.
Pandangan Qian Yue nanar, dia ingat dari apa yang Hua Yun katakan, Lou Yue sangat dingin dan jauh dari keluarga. Terlebih sejak terus terjadinya peperangan di perbatasan, Yang Yue tidak bisa memperhatikannya terus. Ditambah Ze Yue dan Fang Yue juga sibuk dan telah berkeluarga, mereka bukanlah pengurus rumah tangga di kediaman Yang Yue, jadi seharusnya kasih sayang dan perhatian Wangxia lah yang memberikannya. Tapi alih-alih mendapat kasih sayang, Wangxia justru memaksa Lou Yue menjadi anak yang berguna dengan menjadikannya anak terpelajar. Agar ketika nanti Wangxia bisa memanfaatkan Lou Yue sebagai penerus dari Yang Yue.
Qian Yue memaki Wangxia sebagai wanita paling jahat, wanita itu hanya memikirkan harta dan kedudukan sampai tega menggunakan anaknya sebagai senjata. Jika Qian Yue diizinkan, dia ingin membunuh Wangxia dengan tangannya sendiri.
Qian Yue menghela nafas pelan, "Lou'er, jika kau mau percaya. Aku bisa menjadi orang paling dekat denganmu, orang yang akan peduli padamu, dan orang yang selalu akan menjagamu," ujarnya dengan suara lemah. Tapi Qian Yue sadar, ucapannya tidak akan semudah itu dipercaya Lou Yue, "Aku akan menjadi saudara yang sebenarnya untukmu."
Hati Lou Yue sedikit tersentuh, bahkan dia yang sebelumnya menatap keluar jendela kini menatap Qian Yue, dia bisa merasakan ketulusan dari tatapan Qian Yue. Tapi meskipun begitu, Lou Yue tidak bisa mempercayai ucapan Qian Yue begitu saja. Jadi Lou Yue hanya memilih diam dan tidak berkata apapun.
Melihat tidak ada tanggapan apapun, Qian Yue menghela nafas sembari menyandarkan punggungnya. Pikiran Qian Yue menjadi kacau, 'Lou Yue, ini lumayan waspada dengan banyak orang. Jika aku tidak bisa mengambil hatinya, aku sedikit takut jika aku melukai Wangxia dan Yue Sua dia akan membenciku. Dia memiliki bakat dan tidak menunjukkan dia membela pihak Ibunya, hanya saja ... mau bagaimana pun Wangxia tetap saja Ibunya.' Qian Yue memang membenci Yue Sua dan Wangxia, mengingat ke dua wanita itu sama-sama mengejar harta dan kekuasaan di keluarganya. Berbeda dengan Lou Yue, bocah itu hanya terkena dampak buruk dari Ibu dan Kakaknya.
Mau bagaimana pun Lou Yue tidak ada hubungannya dengan kejahatan yang dibuat Ibunya.
Tapi membuat Lou Yue mempercayainya pasti akan sulit dilakukan, pasalnya Lou Yue terlalu waspada dan peka terhadap banyak orang. Sikapnya itu pasti karena ajaran dari Ibunya.
Terlalu asik berperang pikiran, kereta kuda yang Qian Yue naiki mendadak berhenti membuat dia dan Lou Yue sedikit terjungkal ke depan.
"Ada apa Pak, kenapa berhenti?" tanya Qian Yue sambil membuka tirai keretanya, penasaran apa yang terjadi di depan sana sampai kasir kuda itu berhenti mendadak.
Mata Qian Yue membulat tatkala dia melihat seorang pria menghadang kereta kudanya, Qian Yue mengenal pria itu, Bufeng. Qian Yue segera turun dari kereta kudanya, bersamaan dengan itu kasir kuda juga turun dan menghadap padanya.
"Nona, pria ini berdiri di tengah jalan menghalang jalan kuda, untung saja aku tidak menabraknya." Kasir kuda itu memberi penjelasan.
Pandangan Qian Yue lebih tertuju pada Bufeng dari pada kasir kuda. Qian Yue mendekati Bufeng lalu berkata, "Kenapa kau muncul di depan kereta kudaku, bagaimana jika kau tertabrak?" Qian tidak habis pikir, jika memang Bufeng mau menghentikannya tidak perlu bukan harus berdiri di depan kereta kuda? Apa pria itu tidak sayang nyawanya. Untunglah sang kasir sudah ahli sehingga sempat menghentikan laju kudanya.
Bufeng membungkuk memberi hormat, "Maaf atas kelancangan saya, Nona Pertama Yue. Saya hanya ingin menyampaikan pesan, Tuan saya ingin bertemu dengan anda," balas Bufeng halus dan baku.
Mendengar Bufeng mengatakan majikannya mau bertemu dengan Qian Yue, Qian Yue langsung mengedarkan pandangannya ke sekitarnya mencari keberadaan Shu Chunyin majikan Bufeng. Ketika pandangannya tertuju pada satu kereta kuda, Qian Yue bisa melihat seseorang di balik tirai pintu kereta sedang menatapnya, Qian Yue yakin yang menatapnya itu pasti Shu Chunyin.
Kembali lagi pandangan Qian Yue tertuju pada Bufeng, "Tapi, aku tidak mungkin meninggalkan keretaku. Adikku ada di dalam," balas Qian Yue.
Bersamaan dengan itu, kepala Lou Yue muncul di pintu kuda, mata kecokelatannya itu menatap Qian Yue yang sedang membelakanginya, "Kakak ke Tiga, ada apa?" tanyanya sambil memiringkan kepala ingin melihat siapa yang ada di depan Qian Yue.
Lou Yue bisa melihat seorang pria tengah membungkuk di depan Qian Yue, seperti sedang memberi hormat entah untuk apa. Lou Yue berniat turun dari kereta kuda, tapi Qian Yue langsung melarangnya.
"Lou'er jangan turun. Tetaplah di kereta kuda." Meski Qian Yue tidak menatap Lou Yue tapi tampaknya gadis itu tahu Lou Yue ingin turun.
"Ah, baiklah." Lou Yue kembali memasukkan kepalanya, tidak ingin membantah perintah Qian Yue, meski benaknya sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
Kembali pada Qian Yue, gadis itu mulai kesal dengan sikap Bufeng. Meski pria itu tidak berbicara apapun lagi, tapi tindakannya membuat banyak mata memandangnya dan Qian Yue penuh pertanyaan. Hal itu memancing banyaknya lagi bisik-bisikan yang menganggu telinga Qian Yue.
'Pria ini, memanfaatkan tempat, dasar bawahan sama majikannya sama saja.' Qian Yue menghela nafas, dan pada akhirnya dia hanya bisa mengiyakan permintaan Bufeng. Sebelum itu, Qian Yue menuju keretanya lagi dan membuka tirai. Bisa dia lihat Lou Yue tampak sedang menunggunya. Qian Yue tersenyum pada Lou Yue dan berkata, "Lou'er kau pergilah lebih dulu ke istana. Aku akan menyusul, jika Kakak Pertama mencariku, katakan aku ada urusan sebentar."
"Kakak ke Tiga mau apa? Apakah ada hal serius?" tanya Lou Yue, wajahnya itu begitu terlihat jelas sangat penasaran dengan apa yang terjadi, dan kenapa Qian Yue tidak jadi ikut bersamanya sampai ke istana.
Qian Yue tersenyum lagi, "Tidak ada. Hanya saja ada yang tertinggal dan aku harus mengambilnya lagi. Pergilah, nanti aku akan menyusul, paham?" Qian Yue menunggu jawaban dari Lou Yue, tampaknya anak muda itu masih memikirkan sesuatu.
"Baiklah, Kakak ke Tiga harus datang lebih cepat, aku takut Kakak Pertama dan Ayah akan khawatir denganmu." Lou Yue hanya bisa mengiyakan perintah Qian Yue, meski dia sangat penasaran.
Qian Yue tersenyum lagi, cukup senang Lou Yue tidak terlalu banyak bertanya meski tampaknya adiknya itu sangat penasaran, tapi dia lebih memilih menutupi rasa penasarannya dan menuruti perintah Qian Yue.
Qian Yue menutup lagi tirai pintu kereta kuda, lalu berjalan mendekati Kasir, "Pak, bawa Adik ke Lima dengan selamat sampai istana. Katakan juga kepada Kakak Pertama, aku datang terlambat."
***
Setelah menaiki kereta kuda lain, Qian Yue bertemu lagi dengan Shu Chunyin. Pria itu terlihat lebih tampan lagi dari biasanya, mengenakan baju warna hitam dengan sulaman benang emas berbentuk naga digabung dengan mantel bulu tebal, dan jepit rambut emas khusus pria di kepalanya. Penampilan Shu Chunyin sangat menawan hari ini, Qian Yue saja tidak bisa tidak memuji pria itu dalam hatinya.
Mengesampingkan soal itu, Qian Yue penasaran apa yang membuat Pangeran ini berani mencegat kereta kudanya dan memintanya satu kereta dengannya. Untungnya kereta kuda Qian Yue berada di belakang, jika tidak, sudah pasti Kakak-Kakaknya itu melihat tindakan Pangeran ini.
"Pangeran Pertama, tindakan anda tadi sungguh berlebihan. Bagaimana jika tersebar lagi rumor tidak sedap dari banyak orang?" Qian Yue melontarkan kalimat yang lebih tepatnya memaki kebodohan Shu Chunyin.
Shu Chunyin mendengus pelan mendengar Qian Yue, "Bukankah rumor telah tersebar, apa lagi yang perlu disembunyikan?" Balasan Shu Chunyin sungguh membuat Qian Yue kebingungan.
Bukankah Shu Chunyin terlihat tenang saja setelah rumor itu membuat reputasinya bisa saja buruk di mata banyak orang. Tapi kenapa Shu Chunyin masih bisa setenang itu. Ya, meski memang rumor itu cukup membantu, tapi bukan berarti Qian Yue mengharapkan rumor itu menjadi kenyataan.
"Ya, aku tahu. Tapi setidaknya, tidak perlu melakukan secara terang-terangan seperti ini. Tindakan ini hanya akan membuat keadaan semakin menyulitkan keluargaku dan dirimu juga, Pangeran Pertama." Qian Yue sangat tahu, tindakan ini bisa saja membuat Kaisar murka, seorang gadis belum menikah satu kereta dengan pria yang belum menikah? Bukankah tindakan seperti ini sangat dilarang keras. Bukannya mengurangi masalah tapi malah menambah masalah baru.
Alih-alih bereaksi sependapat dengan Qian Yue, Shu Chunyin justru tersenyum mendengar ucapan Qian Yue, seakan mengganggap ucapannya itu bukan masalah besar baginya. Shu Chunyin menopang dagunya dengan tangannya sembari menatap Qian Yue seperti ada ketertarikan di sana.
"Nona Pertama Yue sangat berhati-hati rupanya. Tenanglah, apa yang aku lakukan tentu tidak akan membahayakan siapapun," balas Shu Chunyin tenang.
Alis Qian Yue bertaut, cukup bingung apa yang dimaksud Shu Chunyin, bagaimana bisa pria itu mengatakan tidak berbahaya padahal menurut sudut pandang Qian Yue tindakan ini sangat berbahaya, "Pangeran Pertama, apa yang ingin anda katakan sampai memintaku satu kereta dengan anda?" Tidak ingin berbasa-basi lagi, Qian Yue langsung bertanya ke intinya melihat Shu Chunyin tampak sedang mempermainkannya.
Sikap Qian Yue membuat Shu Chunyin mendengus lagi, dengusan kecil yang terdengar seperti mentertawakan sesuatu. Qian Yue ingin memaki pria itu, tapi sadar status mereka berdua jelas berbeda, jika Qian Yue memaki pria itu tamatlah sudah riwayatnya.
"Tidak ada," jawab Shu Chunyin singkat sembari memberikan tatapan menantang di sana, seakan memanggil Qian Yue untuk memukulnya.
"Kau-"
"Aku hanya membantumu jauh dari para rubah dan ular ketika tiba nanti." Shu Chunyin menyela dengan ucapan Qian Yue sembari mengganti ekspresinya menjadi lebih serius.
"Rubah dan ular?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
pembaca ☕
lanjut thor tetap semangat ya
2021-02-25
0
Yoni Hartati
kok blm update thor
2021-02-24
0
Eka Priyanti
thor kenapa blum up juga 😢
2021-02-24
0