11. Shu Chunyin

Dari ketinggian tembok batu 7 meter, muncul sebuah kepala yang mengintai sekitar tembok itu. Mata tajam itu menatap sekitar cukup lama, dan setelah merasa aman barulah dia keluar dari belakang tembok itu. Dengan sangat berhati-hati gadis berpakain pria itu turun dari tembok dengan melompat.

"Ugh!" ringisnya ketika kakinya itu terhantuk cukup keras di tanah. Tidak ingin keberadaannya diketahui karena membuat suara, gadis itu segera berdiri dan meninggalkan kediamannya dengan cepat.

Cukup lama gadis itu berlari, setelah merasa dirinya cukup jauh dari kediamannya, barulah gadis berpakain pria itu bertindak seperti biasa, layaknya masyrakat yang berbaur di keramaian.

'Tidak aku sangka, aku akan melakukan hal konyol seperti ini. Menyamar menjadi seorang pria demi bisa keluar dari kediaman, adegan seperti ini hanya pernah aku baca di novel ataupun komik, tapi hari aku merasakannya. Sungguh berdebar dan seru!' ungkap gadis itu dalam hatinya dengan perasaan senang. Bibir mungilnya senyam-senyum ceria.

Mungkin tingkahnya sangat konyol untuk orang lain, tapi bagi gadis itu, apa yang baru saja dia lakukan sungguh mengasyikan. Setidaknya dia berhasil menghilangkan sedikit tekanan yang membuatnya pusing.

Gadis itu mulai menatap sekitarnya, begitu ramai dan ribut. Jadi begini kegiatan rakyat di zaman kuno, tampak lebih ramai bising dari kehidupan modern. Tampak rakyat saling tawar-menawar, beberapa saudagar kaya berlalu lalang dengan kereta kuda mereka, dan anak kecil berlari-lari di kerumunan. Gadis itu bisa merasakan sedikit kesejahteraan dari. rakyat.

Dia pun berpikir, rugi rasanya jika dia tidak menikmati keramaian alun kota, yang pasti setelah dia pulang nanti belum tentu dia akan bisa sebebas ini. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan gadis itu pun mendekati salah satu kedai kecil yang menjual aksesoris wanita.

Tangan putih gadis itu meraih satu tusuk rambut berbentuk teratai, mengangkatnya sedikit tinggi sambil menatap intens tusuk rambut itu. Mata hijaunya itu menerawang tusuk rambut itu cukup lama, seakan memastikan kualitas tusuk rambut itu, dan setelah yakin tusuk rambut itu didesain dengan cukup bagus, gadis itu pun segera menanyakan harganya.

"Paman, berapa harga tusuk rambut ini?" Gadis itu memperlihatkan tusuk rambut di tangannya kepada si penjual.

Pria 40 tahunan, berbaju sedikit lusuh itu menatap tusuk rambut di tangan gadis kecil itu sedikit tajam, lalu pandangannya beralih menatap gadis, tidak lebih tepatnya pria sebab gadis itu berpakaian seperti pria.

"Dua uang tembaga, apa Tuan ingin membeli tusuk rambut itu untuk kekasih Tuan?" Penjual itu bertanya balik membuat gadis itu sedikit terbelalak.

Baru dia sadari, dia sedang menyamar menjadi pria, dan dengan cepat gadis itu menaruh tusuk rambut yang dia pegang kembali ke tempatnya. Bagaimana bisa dirinya lupa dengan cepat, kalau dia sedang menyamar menjadi pria. Bukankah dia baru saja merusak image-nya sebagai pria, membeli aksesoris wanita sedangkan dia sedang menyamar sebagai pria.

Merasa sedikit canggung, gadis itu berdehem pelan, "Ehem ... maaf Paman aku tidak jadi membelinya," balasnya setenang yang dia bisa.

Mendengar gadis itu tidak ingin membelinya, seketika Paman itu memasang wajah sedikit tidak senang. Yang benar saja, sudah bertanya harga tapi tidak jadi membeli? Lalu untuk apa bertanya?

"Lalu buat apa anda bertanya harganya?" nada bicara Paman itu mulai berubah, tampak tidak ramah seperti sebelumnya. Tentu saja kelembutan seorang penjual hanya terjadi ketika konsumen mereka membeli barang mereka bukan hanya bertanya harga apalagi berpura-pura mencicipi barang jualan mereka.

Terbelalak gadis itu tapi dia masih sedikit berusaha tenang, "Aku-" dan belum selesai gadis itu berbicara, ada suara lain memotongnya.

"Tenang, aku yang akan membelinya, anda tidak perlu marah begitu, anda sungguh tidak ramah."

Pandangan penjual dan pembeli langsung beralih ketika telinga mereka menangkap suara lain, seperti suara pembelaan. Dapat mereka lihat seorang pria cukup tampan memegang kipas meletakkan tiga uang tembaga di meja jualan. Dan kemudian tangannya meraih tusuk rambut teratai yang tadi sempat membuat sedikit kegaduhan.

Melihat tiga uang tembaga di meja jualannya, sontak tangan Paman itu meraih uang tersebut sambil tersenyum sumringah, mendapat uang sebanyak itu padahal harga jual tusuk rambutnya tidak semahal jumlah bayarannya tentu menyenangkan Paman tersebut. Dan dalam sekejap saja, raut wajah yang sebelumnya marah kini berubah menjadi baik.

"Ahaha ... terimakasih anak muda, pasti pemuda ini adalah temanmu? Maaf saya bersikap tidak sopan tadi." Duga Paman tersebut sambil tersenyum lebar. Dia berpikir pemuda yang baru saja dia marahi ialah temannya sebab itu pemuda tampan ini membantunya. Paman itu pun segera meminta maaf pada gadis berpakaian pria yang baru saja dia marahi.

Gadis berpakain pria itu hendak membuka mulutnya siap mengeluarkan suara, ingin marah karena sikap Paman itu beruba secara drastis hanya karena uang. Lagi pun dia juga tidak setuju kalau Paman itu mengatakan pria itu adalah temannya, kenal saja tidak bagaimana bisa jadi teman. Tapi suara lain memotong membuat gadis itu tidak jadi berbicara.

"Tentu saja, Paman. Kalau begitu kami pergi dulu anggap saja lebih tadi sebagai permintaan maaf dari temanku." Pemuda itu merangkul bahu gadis yang dia bantu lalu membawanya pergi menjauhi kedai aksesoris itu.

Setelah merasa cukup jauh, gadis yang dirangkul itu segera melepas rangkulan pria di sampingnya. Gadis berpakaian pria itu menatap pria tampan di depannya dengan sedikit tidak senang, dia berniat mengangkat jari telunjuknya, tapi tertahan setelah dia memperhatikan pakaian pria tampan itu. Terlihat sangat mahal.

"Terimakasih telah membantuku, kalau begitu saya pergi." Sebenarnya gadis itu ingin marah, tapi mengingat pria itu baru saja membantunya tapi dia juga harus tahu cara berbalas budi walaupun dia tidak meminta bantuan. Tidak hanya itu, gadis itu merasa pria itu pasti dari Keluarga kerajaan, tampak dari pakaiannya yang mahal dan berkualitas. Sebaiknya dia menjauhi keluarga kerajaan.

Namun baru beberapa langkah gadis itu pergi, sebuah tangan langsung menghentikannya. Dan refleks gadis itu berbalik ke belakang, melihat pria tadi sedang memegang bahunya.

"Tunggu dulu, bukankah kau menginginkan tusuk rambut ini?" Pria itu mengeluarkan tusuk rambut dari saku bajunya, lalu memberinya ke tangan gadis itu.

Gadis itu menatap tangan kanannya, di mana dia melihat tusuk rambut teratai di sana. Raut wajah gadis itu mulai terlihat tidak senang, walaupun tusuk rambut yang dia minati tadi kini sudah digenggamannya. Pandangan gadis itu beralih lagi menatap pundaknya, di mana tangan pria itu masih menyentuhnya.

Paham kalau gadis itu tidak senang disentuh, pria itu pun menurunkan tangannya secara perlahan.

"Aku tidak menginginkan benda ini, lagi pun kau tahu aku tidak ingin membelinya," balas gadis itu datar, dan hendak mengembalikan tusuk rambut di tangannya. Tapi pria itu langsung menjaga jarak darinya.

"Aku tahu kau lupa membawa uang, dan malu untuk membelinya, jadi aku dengan baik hati membantumu. Kalau begitu sampai jumpa lagi." Pria itu segera berbalik, tidak ingin mendengar sepata kata pun dari gadis itu. Karena dia tahu gadis itu pasti akan menolak keras bantuannya.

"Hei! Aku tidak perlu benda ini! Aku ini pria!" teriak gadis itu keras namun tidak digubris sedikit pun oleh pria itu yang kini semakin jauh.

Berniat mengejar pria itu, tapi sekejap saja pria itu sudah dimakan kerumunan. Gadis itu pun membatalkan niatnya mengembalikan tusuk rambut di tangannya. Tidak ada waktu juga dia mengejar pria itu.

Mulut gadis itu mendengus pelan, tidak ingin berlama-lama di keramaian, gadis itu pun langsung pergi menuju arah sebaliknya.

'Lain waktu akan kukembalikan barang ini."

***

Pria berpakain hitam, memiliki sorot mata cukup tajam, menatap seseorang yang tidak jauh dari tempat dia berdiri. Awalnya pria itu waspada ketika seseorang itu mendekatinya, bahkan dia sudah siap menarik belatinya di dalam saku bajunya, tapi seseorang yang mendekatinya itu langsung melambaikan tangan padanya.

"Bufeng, ini aku Nona pertama," ucap gadis berpakaian pria, tidak berpakain pria, gadis itu juga memakai kumis palsu demi menjaga penyamarannya.

Bufeng mengeluarkan tangannya dari saku bajunya, sambil menatap Nona pertama dengan pandangan bingung. Bingung melihat Nona pertama keluarga Jenderal Besar menyamar menjadi pria.

Tapi ....

Mengingat rumor yang tersebar tentang Nona pertama kediaman Jenderal Besar. Bufeng bisa memakluminya, rumor itu memang ada benar. Nona pertama kediaman Jenderal Besar cukup bodoh, sembrono dan aneh.

"Nona, kenapa anda menyamar seperti ini? Bukankah jika penyamaranmu terbongkar, reputasi Ayahmu bisa saja rusak," tanya Bufeng datar.

Qian Yue menarik kumis palsunya, sedikit sakit sebab kumis palsu itu menempel cukup kuat. Pelan-pelan Qian Yue menariknya sambil meringis pelan.

"Kalau aku tidak menyamar, apa kau pikir aku bisa datang ke sini?" balas Qian Yue tanpa menatap Bufeng. Tangannya masih sibuk mencabut kumis palsunya, dan setelah kumis palsu itu tercabut barulah Qian Yue merasa nyaman, pandangannya juga beralih menatap Bufeng. Dia bisa melihat pandangan jijik dari Bufeng tertuju pada kumis palsunya.

Mungkin saja Bufeng berpikir, kenapa ada gadis seperti Qian Yue, begitu konyol dan aneh.

Qian Yue tidak ingin berlama-lama, cukup sudah dia menunjukkan sisi kepolosannya, jika bukan untuk tampil seperti Qian Yue dulu tentu dia tidak akan melakukan hal bodoh seperti ini. Dia adalah Nona pertama kediaman Jenderal Besar Yang Yue, seharusnya dia cukup dihormati di mana pun dia berada. Bukan dipandang rendah dan hina.

"Di mana Tuanmu?" Qian Yue langsung bertanya ke intinya. Pandangannya terhadap Bufeng juga cukup tajam dan serius, seakan mempelihatkan sisi lainnya yang tidak pernah muncul.

Bufeng juga tidak ingin berlama-lama, dia pun segera menuntun Qian Yue menuju kediaman Tuannya Pangeran Pertama Shu Chunyin. Cukup semenit mereka berjalan, mereka pun sampai di sebuah pavilun sederhana.

Bufeng berhenti di depan pintu kediaman Shu Chunyin lalu berbalik menatap Qian Yue.

"Silakan masuk, Tuanku ada di dalam."

Melihat sikap Bufeng begitu sopan, Qian Yue sedikit terkejut namun dia selalu berusaha tidak berekspresi apapun. Qian Yue hanya bisa mengambil kesimpulan, Bufeng adalah pengawal serbah guna, keahliannya dalam bersikap terhadap banyak orang sangat baik, tidak hanya itu dia juga ahli bela diri. Sungguh beruntung majikan memiliki pengikut seperti Bufeng.

Qian Yue melangkah pelan menuju pintu lalu membukanya dan masuk. Setiba di dalam, mata Qian Yue langsung disuguhkan sebuah ruangan simpel namun terkesan elegan.

'Jadi Pangeran Pertama adalah pria bersih, simpel dan tertutup,' ungkap Qian Yue dalam hatinya. Cukup melihat dari ruangan yang ditempati Shu Chunyin, Qian Yue bisa memahami sedikit sifat Shu Chunyin.

"Kau telah datang, duduklah kemari," panggil suara yang tak lain ialah suara pria, sudah pasti Shu Chunyin.

Pandangan Qian Yue langsung menatap pemilik suara yang kini tengah duduk sambil menyesap minumannya. Qian Yue pun mendekati pria itu dan duduk di salah satu kursi dan tidak lupa juga dia memberikan penghormatan karena status Shu Chunyin lebih tinggi darinya.

Pria dengan rahang cukup lancip, sorot mata tajam, hidung mancung dan wajah yang cukup karismatik membuat Qian Yue sedikit bergetar, bukan getaran cinta namun getar yang terjadi secara refleks dari tubuh Qian Yue. Qian Yue tidak tahu apa makna dari gemetar tubuhnya.

"Kenapa Pangeran Pertama memanggil saya datang ke sini?" Qian Yue tidak ingin berbasa-basi, karena dia memang bukan tipikal orang yang suka basa-basi.

Shu Chunyin mengukir senyum tipis lalu menatap Qian Yue dengan pandangan sedikit merendahkan. Mungkin karena rumor tentang Qian Yue cukup besar membuat reputasi Qian Yue tampak buruk di mata banyak orang. Lagi pula melihat pakaian yang Qian Yue gunakan, Shu Chunyin semakin yakin rumor itu ada benarnya.

"Ternyata rumor itu benar," singgung Shu Chunyin dengan nada sedikit meledek.

Alis Qian Yue bertaut, tampak keningnya itu berkerut, pandangannya terhadap Shu Chunyin juga semakin dingin dan tajam.

"Aku tidak tahu apa maksud Pangeran Pertama berkata seperti itu," balas Qian Yue berpura-pura tidak mengerti. Meskipun dia sudah paham akan maksud Shu Chunyin berkata seperti itu, cukup membuat harga diri Qian Yue terhina.

"Menyamar menjadi pria, sungguh jarang aku menemukan gadis seunik Nona pertama." Shu Chunyin memandang Qian Yue sebelah mata, cukup membuat Qian Yue merasa terhinakan. Walupun kata-katanya lebih mendominasi memuji, tapi nyatanya Shu Chunyin sedang merendahkannya.

Qian Yue merasa geram, bahkan dia sampai mengepalkan tangannya. Katakan, siapa yang akan senang jika harga dirinya direndahkan?

Tapi Qian Yue masih berusaha untuk tenang, dia pun memaksakan sebuah senyuman,  senyuman penuh ketidaktahuan, "Aku tidak mengerti maksud Pangeran Pertama. Jika Pangeran Pertama hanya ingin membahas masalah rumor saya, sebaiknya saya pergi." Qian Yue berniat berdiri, dan bersamaan dengan itu Shu Chunyin berbicara membuat Qian Yue terdiam di tempat. Tampaknya Shu Chunyin tidak ingin Qian Yue pergi begitu saja.

"Besok adalah hari bahagia untuk keluargamu, sekaligus hari berakhirnya kebebasan keluargamu."

______________________

Terpopuler

Comments

Windhu

Windhu

up

2021-02-06

0

Yoni Hartati

Yoni Hartati

maksudnya hari kebebasan keluarga .maksudnya apa ya



lanjut semangat

2021-02-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!