“Blaaarr!” Secercah api langsung muncul, lalu berubah membakar sekeliling ruangan yang membuat Toz dan Reve terperangkap di dalamnya.
“Apa-apaan ini?!” pekik Toz.
Api yang membakar ruangan itu seolah menari-nari di sekeliling mereka, seperti melambaikan tangan hendak membakar tubuh kurus yang kekurangan lemak itu.
Reve menatap datar ke depannya, “apa yang anda rencanakan?” lirihnya.
“Bahkan di situasi seperti ini aku tak melihat ketakutan di matamu,” sahut sebuah suara tiba-tiba.
“Ke-kepala desa?!” pekik Toz kaget saat menyadari suara siapa itu.
Api yang membakar sekelilingnya langsung bergerak menyatu ke satu titik di depan mereka, berkumpul seperti bola api lalu terbang ke langit-langit membakar sebuah lampu penerangan tua.
Toz tersentak kaget, begitu menyadari tak ada lagi api yang mengurung mereka.
“Kenapa harus takut? Aku yakin anda takkan membunuh kami berdua,” Reve mengatakannya dengan penuh keyakinan.
Setelah api itu membakar lampu di langit-langit, penerangan yang dihasilkan membuat sosok sang pemakai sihir api terlihat jelas di hadapan mereka.
Sesosok kurcaci tua, dengan keriput jelas di pipinya. Tak ada senyum atau keramah-tamahan di wajahnya, kecuali ekspresi tenang yang melambangkan seorang pemimpin di dirinya.
“Keberanianmu patut dipuji,” kepala desa lalu melangkah mendekati mereka.
“Ke-kepala desa? Kenapa anda meminta kami kemari?” tanya Toz gugup.
“Ada yang ingin kutanyakan, duduklah.”
“Be-begitu? Tapi kita akan duduk di mana?” Toz kebingungan karena tak ada kursi di sana.
Berbeda dengan Reve yang hanya tersenyum, lalu menjatuhkan tubuh untuk duduk tenang di posisinya berdiri sekarang.
Toz yang kaget langsung melirik ke samping, melihat Reve sudah duduk di lantai yang mereka injak. Dengan perlahan, Toz menunduk lalu meniru Reve dengan duduk sepertinya.
“Jadi? Apa yang ingin ditanyakan kepala desa terhormat kepada manusia remahan seperti kami?” Reve menatap tenang sambil diikuti senyum anak muda yang khas di wajahnya.
“Darah yang melekat di tubuhmu saat kemari, apa darah buruan Hydra, atau darah mereka?”
Pertanyaan yang tiba-tiba terlontar itu bahkan tak mampu mengganggu ekspresi Reve, kecuali akhirnya ia mengeluarkan seringai seolah-olah membelah wajahnya.
“Sudah kuduga, para pemimpin memang tak bisa ditipu rupanya.”
“Kau,” ekspresi kepala desa berubah.
Hal itu membuat Toz tak bisa berkata apa-apa, tubuhnya bergetar hebat dengan tekanan dari kepala desa Krucoa yang ditakuti sebagai siluman api dunia Guide.
“Jadi, apa yang akan anda lakukan? Aku hanya kebetulan kemari, tidak ada maksud lainnya. Lagi pula siapa yang sudi berurusan dengan siluman api tua?”
“Sepertinya kau mengetahui lebih banyak dari yang terlihat.”
“Tentu saja, bukankah aneh aku memasuki dunia Guide tanpa tahu apa saja isi dalamnya?” balas Reve santai.
“Informasi dunia Guide tak terbuka langsung untuk dunia manusia. Takkan ada yang bisa melanggar perjanjian kecuali ada guider di keluargamu, sepertinya kau tahu informasi dunia Guide dari sana,” tukas kepala desa.
“Tu-tunggu-tunggu! Apa maksud pembicaraan kalian? Informasi dunia Guide tak terbuka di dunia manusia? Apa maksudnya?! Aku sama sekali tidak paham apa yang kalian bicarakan,” potong Toz tiba-tiba.
Reve mengalihkan wajahnya ke arah Toz sambil tersenyum, “karena itulah orang-orang sepertimu akan cepat mati di sini.”
“Deg!” jantung Toz tersentak kaget mendengarnya, “a-apa maksudmu?”
“Nebia nad aseka sistora maharz (hidup dan mati milikku sendiri), til daa hanlaask ukntu kareem (tak ada kesalahan untuk mereka), obberaa sistora (di tanganku milikku), menurutmu apa artinya itu Toz?” Reve memandangnya dengan ekspresi remeh.
“A-apa maksudmu?”
“Menurutmu apa artinya?”
Toz tak bisa berkata apa-apa, bayangan arti perjanjian yang pernah diucapkan Alci kembali teringat di kepalanya, ingin ia ungkapkan, namun bibirnya tak mau bergerak. Seolah hati kecilnya merasa apa yang akan keluar dari mulutnya bukanlah suatu kebenaran nantinya.
“Para guider tidak lebih dari sekedar tumbal untuk dewa,” potong Reve tiba-tiba.
“Tu-tunggu! A-apa maksudmu?!” Toz kaget mendengarnya. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari mulut Reve.
“Tumbal untuk dewa?! Guider?! Apa itu berarti kita akan mati begitu memasuki tempat ini?!” Toz masih tak terima dengan apa yang ia dengar.
“Kontrak Bleedya yang kita tanda tangani sebelum memasuki tempat ini adalah perjanjian dari para penguasa untuk kita,” sambung Reve.
“Tu-tunggu! Apa maksudmu?! Bukankah itu kontrak yang diberikan asosiasi karena kita setuju dengan persyaratan memasuki dunia Guide?!”
“Ya, karena itu adalah kontrak yang diberikan para penguasa bagi mereka yang menginginkannya.”
“A-aku masih tidak paham,” ucap Toz dengan
kepala tegak.
“Aku tidak tahu kalau kau sebodoh ini. Inti kontrak perjanjian adalah mereka yang menyetujuinya, akan berakhir sebagai tumbal para dewa! Dan itu semua terjadi karena para pemuja yang mencoba mengusik mereka. Ini adalah karma bagi keturunan para pemuja itu! Apa kau paham?! Kitalah yang harus membayar karma itu!” gerutu Reve jengkel.
“Ki-kita?! Kita manusia! Tak ada hubungannya dengan dewa atau pemujanya!”
“Dasar bodoh! Itu karena manusia juga salah satu pemujanya! Sekarang para manusia yang memasuki dunia ini juga harus membayar karma leluhurnya! Apa kau sudah paham bodoh?!” Reve benar-benar emosi dibuatnya.
Sementara kepala desa hanya diam mendengar perdebatan dua anak manusia yang tidak tahu diri itu.
“Ja-jadi kita adalah tumbal? Ka-karena itu tak ada informasi detail tentang dunia Guide di dunia manusia?” Toz merasa sudah melompati jurang karena mendengar cerita tersebut.
“A-apa itu berarti aku akan mati? Apa itu berarti aku tidak akan jadi kaya dan membahagiakan orang tuaku?” gumam Toz dengan ekspresi yang sangat terpuruk.
Kepala desa yang dari tadi tenang akhirnya mengeluarkan suara, “selama kau tidak macam-macam maka kau akan baik-baik saja. Kontrak hanya akan berlaku di malam tertentu, jika kau bisa keluar dari dunia Guide saat sebelum malam itu terjadi, maka kau akan bisa menghindari kematian,” jelas kepala desa.
“Keluar dari dunia ini?! Memangnya bisa?!” tiba-tiba Toz bersemangat.
“Apa tak ada yang mengatakan jika kau bisa kembali saat gerbang Tisea terbuka?” tanya kepala Desa.
“Ah! Itu ada di dalam kontrak perjanjian,” sahut Toz dengan mata sedikit ke atas seolah menerawang isi otaknya.
“Jika kau bisa kembali ke dunia manusia sebelum malam itu maka kau akan aman,” tukas kepala desa.
“Ah, terima kasih informasinya kepala desa. Jika bukan karena anda, aku pasti sudah menangisi diriku karena menyesal datang ke dunia ini,” ucap Toz sambil menunduk lama.
“Tunggu! Malam yang anda bicarakan, itu malam apa?!”
“Kau tidak perlu tahu. Ingat saja satu hal, saat bulan merah dan putih mulai menarik dan bersatu, kau sudah harus pergi dari dunia ini,” kepala desa membalik tubuhnya seolah akan pergi.
Toz terdiam, lalu melirik ke arah Reve yang sibuk memainkan ular dipangkuannya.
“Baiklah, aku mengerti, terima kasih atas informasi yang sudah anda berikan. Suatu saat nanti aku pasti akan membayar kebaikan anda tuan,” Toz lalu berdiri dari duduknya.
Kepala desa itu tidak menjawab, selain menyentuh tanaman yang ada di ruangan tanpa suara. Toz merasakan ketegangan mengalir hening di sekitarnya. Seolah ada sesuatu, namun itu tak muncul ke permukaan.
“Kepala desa, bolehkah aku menanyakan sesuatu? Aku janji ini akan jadi pertanyaanku yang terakhir,” lirih Toz memecah keheningan.
Kepala desa masih tak menjawab kecuali menatap ke arahnya sambil memetik sebuah daun layu dari tanaman yang ia sentuh.
“Apakah kontrak perjanjian itu juga berlaku untuk bangsa anda?” pertanyaan Toz yang tak terduga, membuat kepala desa dan Reve melirik aneh ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
℃heny¿↑※↓§°¢€|\¦
Knpa aku ngakak setiap Toz bilang "tunggu". Bwahahah😄😄
2020-11-25
3
ARSY ALFAZZA
🌱
2020-11-01
1