Wanita itu mengangkat tangannya sebagai tanda untuk menyuruh mereka diam. “Tak perlu buang-buang waktu, pendaftaran akan dimulai begitu kalian memasuki portal ini,” jelasnya sambil mengarahkan tangan ke arah gumpalan cahaya merah itu. Gumpalan cahaya merah itu berasap, melebarkan jangkauan sepuluh kali lipat dari ukuran sebelumnya.
“Baiklah, untuk semua peserta yang ingin mendaftar dipersilakan memasukinya.”
Para peserta yang jumlahnya tak terhitung ini saling berbagi pandangan, barisan yang paling depan pun mengangguk dan memantapkan hati untuk memasuki portal itu. Riz dan Toz berada di barisan ke 13, dengan rasa gugup di dada mereka pun memasuki gumpalan cahaya yang menyilaukan itu.
Sebuah rasa menekan kulit menyentuh mereka begitu memasukinya. Mereka terperanjat, saat menyadari apa yang ada di dalam gumpalan cahaya itu. Sebuah meja menanti mereka, dengan tiga orang petugas yang menyerahkan tanda dan kertas pada peserta.
Jumlah peserta yang berbaris tak sebanyak sebelumnya. Bisa dikatakan jumlahnya seperlima dari total semuanya. Ruangan itu sangat besar, berwarna putih polos dan hanya disediakan sebuah meja yang dipakai tiga petugas itu untuk melayani pendaftaran.
Para peserta bergiliran maju ke depan, sampai akhirnya tiba giliran Riz yang berdiri di depan Toz. “Nama,” tanya salah satu petugas.
“Riz Alea.”
Petugas itu menuliskan nama Riz di sebuah kertas, di mana kertas itu dirobek dan nama yang tertulis meninggalkan jejak pada kertas di bawahnya. Pada kertas bagian bawah, petugas itu menuliskan biodata Riz, gunanya akan dikirimkan ke sekolah sebagai bukti jika murid terkait akan mengikuti pendaftaran ke dunia Guide.
Ia juga memberikan lencana berwarna merah, dengan gambar seperti bunga bakung kecil yang indah. Riz pun menerima kertas yang dirobek dan lencana itu dengan tatapan bingung, karena kertas tersebut hanya berisi namanya saja. Padahal kertas itu tampak seperti surat perjanjian, namun tak ada apa pun di sana.
Kertas itu benar-benar kosong dan hanya meninggalkan namanya yang tak bisa dipahami Riz. “Riz,” panggil Toz. “Kamu masih belum membaca kontrak perjanjiannya?”
“Kontrak perjanjian? Ini? Tapi tak ada apa-apa di sini.”
“Baca apa yang tertulis di sana,” lirih Toz.
“Tertulis di sini?” batin Riz. “Riz Alea,” sebutnya membaca apa yang tertulis di kertas yang terpegang itu. Tiba-tiba dari tulisan namanya muncul sebuah ukiran berupa tato bergerak yang membentuk kalimat tersusun rapi di sana. Riz sangat kaget, karena itu terasa seperti sihir olehnya.
...Bleedya (Perjanjian)...
Aemus obdeas riad sain (Semua dimulai dari sini)
1. Nebia nad aseka sistora maharz (Hidup dan mati milikku sendiri)
2. Til daa hanlaask ukntu kareem (Tak ada kesalahan untuk mereka)
3. Obberaa sistora (Di tanganku milikku)
4. Zesora istora kareem (Cahaya milik mereka)
5. Akura hersa bleedya flowda leyros (Tunduk dalam perjanjian bunga lily)
6. Libamek hersa endds gerbanas Tisea (Kembali dalam akhir gerbang Tisea)
7. Nebia nad aseka sistora maharz (Hidup dan mati milikku sendiri)
... ...
Aemus obdeas riad sain (Semua dimulai dari sini)
Riz Alea
Begitulah isi kontrak perjanjian yang dibaca Riz. Selesai membacanya, tulisan itu bersinar merah dan perlahan berubah menjadi tulisan berdarah. Riz yang melihatnya langsung kaget, terlebih lagi aliran detak jantungnya berubah menjadi cepat tak kentara. Tangannya langsung menyentuh dada untuk menenangkan jantungnya, lambat-laun aliran detakannya kembali mulai normal.
Tanpa sadar kertas itu lenyap, membuat Riz kelabakan. “Jangan panik, kertasnya akan hilang begitu perjanjian darah terpenuhi,” sahut seseorang tiba-tiba.
Riz dan Toz melirik, sesosok laki-laki dengan wajah yang terkesan tak seperti kebanyakan orang membuat mereka tak berkedip. Mata yang besar dan jernih, potongan rambut pendek hitam dan alisnya yang lebat menjadikan laki-laki itu memiliki daya tarik tersendiri.
“Perjanjian darah?” tanya Toz.
“Ya! Perjanjian darah bahwa kalian menyetujui apa yang tertulis di sana.”
“Tapi entah kenapa aku tak paham apa isinya,” Riz sedikit mendongak mencoba membayangkan kembali apa yang tertulis di kontrak perjanjian.
“Benarkah? Padahal menurutku itu cukup mudah dipahami.”
“A-aku juga tidak begitu paham isinya,” timpal Toz menatap lekat laki-laki berambut hitam itu.
“Woah, sepertinya otak kalian sangat polos, baiklah! Karena kakak orang yang baik, biar kuberi tahu apa isinya. Dengar, hidup dan mati terserah kalian, jadi tidak ada hubungannya dengan orang lain. Apa yang kalian dapatkan di Guide itu sah milik kalian, tapi sesuatu yang berupa cahaya akan diberikan pada asosiasi pendaftaran sebagai bayaran untuk portal penghubung. Yah, kupikir itu saja isinya.”
“Tunggu! Bukankah ada perjanjian bungan lily?” tanya Riz.
“Ya! Tapi aku tak tahu apa maksudnya. Mungkin jawabannya akan kita temukan begitu memasuki dunia Guide,” balas laki-laki berambut hitam itu.
Setelah cukup lama, perbincangan Toz dan Riz bersama laki-laki berambut hitam terputus oleh suara salah satu petugas. “Dengar semuanya, portal Tisea akan terbuka dua hari lagi jam 07.00 pagi di sini. Karena itu tidak ada yang terlambat atau kalian tak akan bisa masuk ke dunia guide. Apa kalian paham?”
“Ya!” jawab semuanya hampir bersamaan.
“Di pintu sana akan ada asrama untuk kalian. Silakan pilih mana pun tempat tidur yang kalian inginkan,” ucap petugas itu mengakhiri penjelasannya. Para peserta di ruangan itu pun memasuki asrama yang disebutkan. Riz dan Toz sama-sama menoleh ke sekelilingnya, ruangan yang sangat lapang dengan tempat bersantai menanti di depan.
“Wow! Luar biasa!” sahut salah satu peserta.
“Hei lihat ini! Ada nama yang tertera! Sepertinya satu kamar dihuni oleh tujuh orang,” sahut yang lain.
“Satu kamar tujuh orang?” Toz menoleh ke arah Riz. “Itu berarti kita takkan sekamar?”
“Entahlah, ayo cari dulu nama kita,” sahut Riz merangkul Toz. Mereka menyusuri satu-persatu pintu kamar untuk mencari di mana nama keduanya berada.
“Hmm, Del Aney, Toz Nidiel, Anca Blake, Riz Alea, Reve Nel Keres, Alci Lissa, dan terakhir aku, Otic Sefeus. Jadi orang-orang ini yang akan menemani tidurku,” gumamnya masih berdiri di depan pintu. Suara langkah menghampiri pun membuatnya berpaling.
“Hai,” sapa Toz ramah.
“Mmm, siapa namamu?”
“A-aku Toz Nidiel.”
“Riz Alea,” sambung Riz.
“Woah! Apakah di sini ada namaku?” sahut seseorang tiba-tiba. “Hai, bukankah kalian yang tadi?” laki-laki berambut hitam itu memukul-mukul bahu Riz.
“I-iya, kamu juga?” Riz mengelus pelan bahunya yang terasa sakit.
“Ya! Namaku di nomor 6, Alci Lissa!”
“Aku Toz, Toz Nidiel. Dan ini temanku Riz Alea, kami juga sekamar denganmu.”
“Heh! Baguslah bocah-bocah berotak polos!” sahut Alci girang. “Dan kau?” tanyanya saat melirik remaja yang pertama kali berdiri di depan pintu.
“Otic Sefeus.”
“Oke! Kalau begitu ayo masuk!” ajak Alci merangkul bahu Toz. Mereka berempat pun membuka pintu dan memasuki kamar. Pandangan terkaget-kaget tampak dari wajah mereka berempat.
Saking kagetnya mulut Toz menganga lebar karena pemandangan tak terduga di depan mereka. Seorang anak laki-laki yang memakan cemilan di atas tempat tidurnya, sambil ditemani seekor ular yang menatap tajam ke arah mereka.
“Heh! Bukankah ini bocah ular di pendaftaran? Jadi kita sekamar? Bukankah ini mimpi buruk?” tukas Otic tiba-tiba.
Pintu kamar kembali terbuka, dengan kedatangan dua orang yang cukup mencolok ke dalamnya. “Wah, ternyata yang lain sudah di sini,” sahut salah satunya. Ia gadis yang cantik, dengan rambut panjang hitam tergerai sepinggang. Benar-benar cantik sampai-sampai Riz, Otic, dan Toz tertegun menatapnya. “Namaku Del Aney! Salam kenal semuanya!”
“Sa-salam kenal,” balas Toz malu-malu.
Namun seseorang lagi yang juga masuk bersama Del Aney hanya diam, ia memakai hoodie dengan tudung menutupi kepala. Kakinya melangkah memilih salah satu tempat tidur dan meletakan barangnya di sana.
“Sepertinya ini akan cukup sulit,” lirih Alci mengikuti langkahnya.
“Ayo, kita juga harus memilih tempat tidur,” ajak Riz pada Toz.
Kamar itu sangat besar, di dalamnya terdapat tujuh ranjang. Jika pintu masuk di selatan, maka tiga ranjang menghadap utara, dua ranjang masing-masing menghadap timur dan barat. Dengan interior kamar berdesain gothic. Pada masing-masing ranjang, terdapat baju yang disediakan untuk peserta dan persediaan lainnya.
“Itu, aku bawa makanan yang banyak, apa kalian mau?” Del membuka percakapan.
“Kalau gratis apa salahnya?” Otic mengatakan itu tanpa basa-basi.
“Baiklah, ini,” Del bangkit dari duduknya, berjalan dan menyodorkan bungkusan berisi berbagai macam makanan ke para peserta yang beristirahat di ranjang masing-masing. Riz, Toz, Otic, dan Alci mengambil makanan yang disodorkan. Saat Del mendekati pemuda berhoodie biru itu, ia malah menolak dengan alasan tidak lapar.
Sampailah pada peserta terakhir yang namanya masih misterius, “itu, i-ini ada makanan, jika kamu mau kamu bisa mengambilnya,” Del tampak ragu-ragu terlebih lagi dengan keberadaan ular black mamba yang menatap tajam dirinya.
“Aku tidak lapar,” ucapnya. Aneh, ia mengucapkan itu sambil memakan sebungkus cemilan yang sudah menemaninya dari tadi.
“Be-begitu ya? Oh ya namamu siapa?” tanya Del padanya.
“Reve.”
“Reve, aku Del,” ucap Del gugup. Tapi pemuda itu membalik badannya, seolah tak peduli dengan perkataan Del yang mencoba akrab dengannya.
“Hei bocah ular! Dia sedang bicara padamu! Bagaimana bisa kamu tidak sopan begitu? Dan ada apa dengan ular ini? Kenapa ia menatap tajam kami begini?!” gerutu Alci yang jengkel. Pemuda berhoodie itu hanya menatap datar si ular, lalu beralih ke arah Reve yang masih tiduran tanpa menatap mereka.
Tiba-tiba Reve bangun, melirik ularnya yang masih terfokus pada Alci. “Near anak yang baik, dia tak akan sudi menggigit orang-orang, apalagi gadis cerewet sepertimu.”
“Apa kau bilang!” teriak Alci emosi.
“He-hentikan, tolong jangan bertengkar, ki-kita ini rekan satu kamar,” timpal Toz menengahi mereka.
“Benar juga, di antara semuanya kaulah yang paling mencurigakan! Apa yang akan terjadi jika ularmu menggigit kami?!” sambung Otic.
“Maka kau akan mati,” Reve tersenyum tipis.
“Kau!” geram Otic.
“Hentikan! Dia sudah bilang ularnya takkan menggigit orang-orang, lagi pula kita ini rekan satu kamar, cobalah berdamai setidaknya selama dua hari ke depan,” Riz mengambil alih pembicaraan. Semuanya terdiam, dengan wajah kesal Otic pun keluar dari kamar untuk menenangkan kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Dania
10 November 2021
Selamat Hari Pahlawan
🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩
7in1 NT 💕💕💕💕💕
2021-11-10
0
ARSY ALFAZZA
🌸🌸🌸
2020-11-01
1
TereLea(♥ω♥ ) ~♪
tertinggal 8bab 😳
2020-10-28
1