Kedua murid itu kaget saat menyadari Riz mencuri dengar pembicaraan mereka. “Kamu! Kenapa bisa ada di sini?” tanya salah seorang murid.
“Lupakan aku! Apa maksudmu Toz dihajar? Kenapa dia dihajar lagi oleh Jion?!”
Kedua murid itu terdiam, sampai akhirnya salah satu murid yang mengetahui ceritanya mengatakannya. “Hei Riz! Apa kamu tahu kenapa Jion menghajarmu?”
Riz terdiam, ia merasa heran kenapa ditanyai begitu. “Tidak, aku tak tahu.”
“Sepertinya Toz tahu alasannya, karena itu ia sangat marah lalu memaki-maki Jion dan teman-temannya, sampai akhirnya ia pun diihajar habis-habisan tadi pagi.”
Mendengar itu darah Riz langsung mendidih, ia merasa sangat marah, benar-benar marah. Riz pun berbalik meninggalkan mereka menuju tempat yang tak terduga.
“Jion! Aku ingin bicara denganmu!” teriak Riz emosi. Orang-orang yang mendengar langsung memandang kaget ke arahnya, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
“Hhahaha! Lihatlah siapa yang datang!” sindir Jion. “Berani juga pecundang ini datang ke sini. Baiklah, bicaralah! Ah! Tunggu sebentar, kalian semua pergilah!” perintahnya pada yang lain.
Sekarang hanya ada mereka berdua di taman belakang sekolah, Jion tampak berdiri dengan angkuhnya, menanti pembahasan apa yang akan ia dengar.
“Kenapa? Kenapa kau melakukan itu? Kenapa kau menyakiti Toz? Memangnya apa salah dia? Jika kau ingin menghajarku maka jangan menyentuhnya!” teriak Riz dengan marahnya.
“Tentu saja aku akan menghajarmu, termasuk dia yang berhubungan denganmu juga akan mendapat bagian.”
“Dasar br*ngs*k!” Riz tak bisa lagi membendung emosinya, pukulan mentah pun ia layangkan pada Jion yang terkenal sadis itu.
“Ini yang kau sebut pukulan? Seharusnya kau terima saja siksaanku dengan tenang!” Jion pun menyikut wajah Riz sehingga ia mundur beberapa langkah. “Baiklah, karena ini hari terakhirku sebelum ke Guide, akan kunikmati sepuasnya,” seringai Jion.
Ia pun menghajar Riz membabi buta, itu sudah wajar karena kemampuan bertarung mereka sangat berbeda. Keluarga Jion mengajarkan bagaimana cara hidup di alam liar dengan kekerasan, sedangkan keluarga Riz mengajarkan ia cara bertahan hidup lewat berjualan pakaian. Tentu saja skill bertarung mereka jauh berbeda.
Selama beberapa hari berturut-turut Riz menerima banyak sekali pukulan dan tendangan yang benar-benar memperburuk kondisi tubuhnya. Ada beberapa anak yang lewat, tapi mereka hanya melirik sekilas seolah tak peduli.
Karena bagaimanapun juga, siapa yang ingin terlibat dengan keluarga berpengaruh seperti Jion? Ada empat guider tingkat tinggi di keluarganya, tentu saja yang lain hanya bisa gigit jari meringkuk ketakutan.
Riz pun tumbang setelah menerima tendangan terakhir di kepalanya. Namun ia masih belum tewas apalagi pingsan, sorot mata yang sayu menemaninya menatap Jion yang tak berbelas kasih itu. “Ke-kenapa? Kau me-lakukan ini padaku?”
Jion membalas tatapannya, “jawabannya mudah saja, karena aku membencimu dan ingin kau menderita.”
“Ke-napa? Memangnya a-apa yang sudah kulakukan pada-mu?” tanya Toz terbata-bata.
Jion menyunggingkan senyum tipis padanya, “kau ingin tahu? Baiklah! Akan kuberi tahu padamu,” ucapnya sambil berjalan mendekati Riz yang tergeletak tak berdaya itu. “Jadi, apa kau masih ingat dengan Ebelin?”
“Ebe-lin?”
“Ya! Ebelin! Gadis cantik yang sudah bunuh diri itu!” Membuat Riz terdiam bingung karena tak tahu apa hubungannya nama gadis itu dengan ini semua. “Apa yang aku inginkan pasti akan kumiliki, dan perempuan itu membuatku sadar kalau aku sudah gagal,” ucapnya.
Ia pun melanjutkan, “aku menginginkannya, tapi dengan lancangnya ia mengatakan kalau dia suka padamu. Pada orang miskin sepertimu! Apa kau pikir aku bisa terima?! Tentu saja tidak! Sebagai bayaran karena sudah menghinaku, kunikmati tubuhnya, kubuat dia merasakan apa yang kurasakan, dengan begitu dia takkan punya muka lagi untuk berdiri di mana pun juga!”
Riz tersentak kaget saat mendengar pernyataan Jion, darahnya terasa mulai menjalar ke ubun-ubun.
“Tapi sayang sekali, setelah aku menidurinya ia malah bunuh diri. Kalau begitu, apalagi yang harus kulakukan untuk memuaskan diriku? Jawabannya tentu saja kau yang sudah membuatku malu. Yah, tapi sayang sekali temanmu itu sangat cerewet. Saat kuberi tahu ia malah memakiku, tentu saja aku harus menghajarnya agar dia diam. Cukup buruk karena ia tumbang begitu saja,” oceh Jion tanpa rasa bersalah.
“Kepar*t,” gumam pelan Riz. “Kepar*t! Dasar kepar*t!” teriak Riz emosi.
“Buaagh!” tendangan pun dilayangkan pada perutnya yang membuat Riz pingsan seketika.
Seperti biasa, Riz pun terbangun dari tidurnya yang penuh pesakitan itu. Tapi ada hal yang menarik, karena ia tidak bangun di ranjang UKS melainkan di dalam mobil sekarang.
Tapi rasanya ada yang aneh, kenapa ia masih bisa hidup? Biasanya jika dihajar parah sampai berturut-turut kemungkinan besar si tubuh akan meregang nyawa. Tapi kenapa dirinya masih selamat? Apa fisiknya sangat luar biasa? Sampai-sampai dewa kematian pun menolak mendatanginya. Pertanyaan itu akhirnya muncul di benak Riz setelah ia berpikir akan mati tadinya.
“Apa yang kamu pikirkan? Sayang sekali kamu masih belum mati ya,” tukas dokter sekolah dengan santainya. Ia mengemudikan mobil sambil mendengarkan lagu dari anime kesukaannya.
“Anda menyumpahi saya?”
“Tidak, aku hanya menyayangkan.”
Riz memasang muka masam menatapnya, beberapa hari ini ia sering berduaan dengan dokter sekolah itu. Tentu saja dalam artian sebagai murid yang diobatinya. Lekuk wajah si dokter membuatnya terpana, merasa penasaran berapa umur sang dokter sebenarnya.
“Kenapa kau menatapku begitu? Muka jahatmu membuatku merinding,” ucap dokter tersebut.
“Aku hanya penasaran bagaimana anda bisa menjadi dokter.”
“Tentu saja aku bisa, itu karena aku jenius,” pungkasnya sombong. Hidung sang dokter seolah kembang-kempis memamerkan kebanggaannya.
“Cih! Jadi, apakah anda akan mengantarku pulang? Ini bukan jalan ke rumahku.”
“Jangan mimpi! Aku harus pergi ke rumah si bocah satu lagi karena dia juga babak belur sepertimu. Kusuruh tidur di UKS, tapi dia malah menghilang sebelum kuobati. Menyusahkan! Bisakah kalian tidak memperburuk pekerjaanku? Cobalah untuk tidak menyusahkanku!” gerutu dokter tersebut.
“Bocah yang satu lagi?”
“Mmm!”
Mobil itu akhirnya tiba di depan sebuah rumah yang sederhana desainnya. Seorang wanita tampak membersihkan pekarangan rumahnya dengan wajah yang sangat lelah. Kedua orang itu turun dari mobil, terlebih lagi saat Riz menyadari jika itu adalah rumah Toz temannya.
“Selamat siang,” sapa dokter itu pada wanita tersebut.
“Se-selamat siang.”
“Perkenalkan, saya Cley, dokter yang berjaga di sekolah MUAN. Saya datang kemari untuk melihat keadaan Toz Nidiel nyonya.”
“Ah! Silakan! Silakan masuk!” wanita itu mempersilakan mereka berdua masuk ke rumah dengan berlinangan air mata. Riz merasa heran kenapa ibu Toz seperti itu. Sebenarnya apa yang sudah terjadi saat ia terlambat ke sekolah? Apakah Toz dihajar sangat parah oleh Jion? Pertanyaan itulah yang tertera di batin Riz.
“Ini kamar Toz.” Ibunya pun mengetuk pintu. “Toz, ada tamu untukmu.” Namun tak ada jawaban, membuat air mata wanita itu semakin mengalir deras.
“Biar saya saja nyonya.” Dokter itu mengajukan diri untuk mengetuk pintu kamar Toz. “Toz? Ini saya, dokter Cley, apa saya boleh masuk?” nada suaranya terdengar sangat lembut. Berkebalikan dengan hari-hari biasa, di mana Riz merasa merinding mendengarnya. “Bagaimana ini nyonya? Dia tak menjawabnya.”
“Kalau begitu anda masuk saja tuan, tidak apa-apa.”
“Baiklah,” dokter itu membuka pintu kamar setelah diizinkan ibunya Toz. Kamar yang gelap, dengan tirai tertutup dan lampu tak dinyalakan. Langkah dokter tersebut diiringi Riz yang berjalan pelan di belakang.
“Kalau begitu saya ke belakang dulu,” pamit ibu Toz.
Dokter itu mengangguk, lalu membuka tirai kamar Toz. Tampak kamar yang rapi, dengan ranjang yang ditiduri Toz sambil berselimut tanpa celah tubuhnya bisa terlihat. “Toz?” panggil Riz mendekat. “Toz? Kamu kenapa?” ia pun menarik selimut itu. Betapa kagetnya Riz, saat menyadari apa yang terjadi.
Dari mata kanan Toz tampak aliran darah yang membekas karena keluar dari matanya. Bibirnya juga sobek, dengan darah mengering yang menempel di sana. Begitu pula dengan pipinya yang membiru. Riz merasa tak tahan melihatnya, padahal dirinya juga dalam kondisi yang buruk.
“Wow! Luar biasa! Wajah kalian benar-benar hancur!” puji dokter Cley.
Riz menggertakkan giginya, karena merasa kesal atas ucapan dokter Cley tersebut. “Bagaimana bisa anda berkata seperti itu? Apa anda tak kasihan pada kami? Apa luka-luka ini seperti hiburan untuk anda?!”
“Santai, santai bocah,” dokter Cley mencengkeram erat tangan Riz yang menarik kerah bajunya. “Seharusnya kalian berterima kasih padaku, kalau bukan karena aku kalian pasti sudah mati.”
“Apa maksudmu?” Riz mengerinyitkan dahi bingung. Berbeda dengan Toz yang hanya menangisi kondisinya dalam diam. “Kau pikir bagaimana kau masih hidup? Kalau bukan karena diriku, tubuh kurus kering kalian pasti sudah mati karena dihajar habis-habisan begini.”
“A-apa maksudnya itu?”
“Yah, intinya kalian masih bisa selamat berkat aku. Tanamkan saja itu di otak kalian masing-masing bocah. Benar juga! Bangun kau! Aku harus mengobatimu!” perintah dokter itu pada Toz.
Dengan mata berlinang Toz bangun dibantu Riz yang memegangnya. Dokter itu melepas cincin di jari tengahnya, lalu membacakan sebuah mantera. “Liaythax Nehriem Miagleai,” sebuah cahaya hijau muncul di telapak tangannya dan membentuk bola besar yang mengelilingi Riz dan Toz.
“Apa-apaan ini?!” pekik Riz kaget.
“Diamlah jika kalian ingin sembuh!”
Perlahan-lahan luka di tubuh mereka berdua mulai memudar, lebam dan sakit di wajah Riz dan Toz juga samar. “I-ini,” gumam Toz melihat wajahnya di kaca. Bola hijau besar yang mengelilingi keduanya pun lenyap. Dengan pandangan tak percaya atas apa yang terjadi, mereka meraba-raba tubuh dan wajah masing-masing untuk memastikan luka yang masih tertinggal.
“Luka-lukanya hilang? Bagaimana bisa?!” Riz masih tak percaya. Rasa sakit yang beberapa hari menusuk-nusuk tubuhnya benar-benar tak lagi terasa.
“Tentu saja itu karena aku jenius!” oceh sang dokter dengan sombongnya.
“Anda, anda seorang guider?!” pekik Toz. “A-aku tak percaya!”
“Apa maksudmu? Apa kau ingin bilang kalau aku tak pantas jadi guider?!”
“Ti-tidak! Bukan begitu, hanya saja, aku tak menyangka akan bertemu guider secara langsung seperti ini,” jelas Toz dengan bersemangat. “Lihat Riz! Jika aku bisa jadi guider, maka tak hanya perekonomian keluargaku yang membaik, tapi aku juga akan punya kemampuan seperti ini!”
Riz merasa kagum setelah melihat apa yang bisa dilakukan seorang guider, namun hatinya masih tak tertarik untuk ikut mendaftar menjadi guider.
“Cih! Dasar naif, sepertinya kau terlalu banyak bermimpi bocah!” sindir dokter itu.
“Dokter! Tolong beri tahu aku apa saja yang harus kulakukan agar bisa jadi guider yang hebat dokter!” ucap Toz sambil menggenggam tangannya.
“Mudah saja, kau hanya perlu pintar, hebat, dan kejam, itu saja,” jelasnya singkat yang membuat Riz menatap jengkelnya.
“Apa-apaan itu? Itu saran yang tidak berguna!” timpal Riz emosi. Tentu saja ia emosi, sejak awal bertemu sang dokter, hanya ocehan-ocehan kejam dan tak masuk akal saja yang terlontar dari bibirnya, membuat Riz harus makan hati setiap kali mendengarnya.
“Tak berguna? Kalian yang tak tahu apa-apa punya hak apa bisa bicara begitu?”
“I-itu,” Riz tergagap menjawabnya.
“Tidak apa-apa Riz, apa yang dikatakan dokter memang benar. Jadi dokter, apa saja yang perlu kusiapkan untuk mendaftar jadi guider?”
“Hmm ... Tak ada, kau hanya perlu bawa tubuhmu saja.”
“Be-benarkah?” Toz agak ragu mendengar jawabannya.
“Ya!”
“Kalau boleh tahu, bagaimana caraku agar bisa mendapatkan kemampuan penyembuh seperti anda?”
“Tak ada cara, kau hanya perlu masuk Guide dan akan tahu jawabannya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
anggita
mnarik jg🤔
2021-07-04
0
Rozh
🌹💖
2021-02-13
1
mar14mut
knp dibully diemmm ajaaa
2021-01-12
1