Penjelasan dari dokter Cley terasa sangat tidak membantu Toz bagi Riz. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, setelah melihat rasa kagum temannya itu. “Bagaimana bisa seorang guider menjadi dokter sekolah?”
“Itu karena aku jenius.”
Jawaban itu hanya membuat Riz tambah sebal padanya. “Benar juga, bukankah pendapatan jadi guider jauh lebih besar daripada pekerjaan umum seperti ini? Kenapa anda malah jadi dokter?” timpal Toz.
“Mau bagaimana lagi, ini sanksi atas kejeniusanku sehingga harus terdampar di sekolah menyebalkan itu,” sang dokter mulai berkeluh kesah.
“Apa yang sudah anda lakukan?” Toz tampak benar-benar penasaran.
“Tidak ada, hanya saja aku terlalu jenius,” jawabnya. Wajah Riz semakin memperlihatkan urat-urat emosi yang ia tahan.
“Benarkah? Kalau begitu anda guider level berapa?” tanya Toz.
“Kenapa? Apa kau ingin minta tanda tangan padaku?”
“Tidak, aku hanya penasaran seberapa hebat anda dokter,” balas Toz jujur. Sekarang dokter Cley yang tampak menahan emosi mendengar pengakuan Toz.
“Tak ada gunanya kukatakan pada bocah sepertimu, jika kau mati di Guide, aku pasti akan menyediakan sekuntum bunga untuk pemakamanmu,” pungkas sang dokter tanpa disaring.
“Baiklah dokter, terima kasih karena sudah mengkhawatirkan diriku,” sahut Toz. Jawaban itu membuat sang dokter jengkel padanya. Begitu pula dengan Riz yang heran kenapa temannya bisa membalas ocehan tak bermoral sang dokter dengan pesimis. Dokter itu pun pulang, meninggalkan Toz serta Riz yang masih tetap tinggal di sana.
“Riz?”
Riz yang menunduk pun menatap Toz, “aku sudah tahu kenapa kamu dipukuli seperti ini.” Keduanya sama-sama terdiam akhirnya, sampai Riz pun mengatakan sesuatu yang mengejutkan. “Aku, takkan mengampuni Jion atas apa yang telah terjadi.”
“Riz, apakah kamu ingin balas dendam?”
Riz tak menjawab, namun rasa sesak di dada mengingat pernyataan Jion benar-benar memburu emosinya. “Ebelin, Ellio, dia, k*p*rat itu sudah merebut teman-temanku! Dialah yang sudah membuat Ebelin meninggal! Gara-gara dia juga Ellio meninggalkanku! Sampai mati aku takkan pernah mengampuninya! Tak akan pernah!”
“Lalu kamu mau apa?”
“Aku akan membalasnya, akan kubuat dia merasakan apa yang sudah kurasakan! Aku bersumpah, akan kupastikan dia membayar semuanya!”
“Riz.”
“Karena itu Toz, sudah kuputuskan. Aku akan menjadi guider yang lebih hebat darinya, jika saatnya sudah tiba, akan kuhancurkan dia sebagaimana mestinya.” Riz tampak berapi-api mengatakannya, membuat Toz merasa kalau itu bukanlah Riz yang biasanya.
“Baiklah! Jika itu maumu aku takkan menahanmu! Karena itu, tolong balaskan dendamku juga padanya!” Toz merangkul temannya itu.
Riz membalas ucapan Toz dengan senyuman, merasa senang karena ada seseorang yang mendukungnya. Walaupun itu membuatnya harus mengingat kembali sosok sang sahabat yang juga bermimpi, untuk bisa memasuki Guide bersamanya suatu saat nanti.
Langit senja mulai mencoba menyusup ke dalam malam. Berusaha keras menampilkan bintang-bintang yang ingin bercahaya di atas hamparan kelam itu. Langkah Riz yang santai, membawa dirinya untuk sampai ke tempat di mana ia tumbuh dan dibesarkan.
Sebuah toko sederhana yang menjadi sumber hidup keluarganya, tampak sudah mulai rapi lagi seperti sedia kala. Kejadian kemarin terlihat tak meninggalkan jejak lagi di tokonya.
Hanya saja, itu tetap meninggalkan bekas luka di hati mereka yang telah tertindas. “Kamu sudah pulang? Ayo makan dulu,” ajak ibunya.
“Ya bu,” Riz pun memasuki toko menuju rumahnya. Mengganti baju di dalam kamar sebelum makan. “Ibu,” panggilnya saat ia sudah menghampiri ibunya yang sedang menyiapkan makanan.
“Ya Riz?”
“Aku, aku ingin menjadi guider bu.”
Ibunya tersentak kaget mendengarnya. “Jadi guider? Kenapa?”
“Karena aku menginginkannya.”
Ibunya terdiam, merasa tak paham dengan jawaban yang tak ia harapkan. “Dengarkan ibu nak, menjadi guider itu berarti nyawa taruhannya. Itu bukanlah pilihan yang main-main Riz!”
“Aku tahu bu! Karena itu aku menginginkannya!”
“Apa kamu ingin berpisah dari ibu nak?! Apa kamu sudah tidak tahan tinggal bersama ibu?” ibunya berkata sambil beruraian air mata.
“Bukan begitu bu! Aku melakukan ini demi masa depan kita, percayalah!” Riz pun berlutut di depan ibunya. “Izinkan aku mengikutinya bu, aku pasti kembali. Aku janji,” lirih Riz yang mengguncang emosi. Wanita itu pun memeluk erat putranya, merasa sedih dan kecewa, tapi di satu sisi ia juga tidak ingin melarangnya.
“Pergilah, jika memang itu keinginanmu.”
“Terima kasih bu,” perpisahan terakhir sebelum Riz mendaftar besok menimbulkan saat-saat yang mendebarkan. Saat-saat di mana ibunya akan melepas dirinya, untuk memasuki dunia Guide yang tak diketahui seperti apa kehidupannya.
“Kembalilah dengan selamat,” kata itu diucapkan ibu Riz, sebagai penutup di malam yang akan menemani mereka menuju hari esok.
Pagi harinya Riz bersiap, dengan pakaian yang membuat nyaman ia pun menghampiri ibunya. “Ibu,” Riz memeluknya. Wanita itu membalas pelukan putranya dengan terisak-isak karena hati masih merasa berat untuk melepaskan kepergiannya.
“Berkati aku ibu.”
“Aku akan memberkatimu dan mendoakanmu, semoga kamu selalu dilindungi dan apa pun yang terjadi, kamu akan selalu baik-baik saja.” Ibunya mengecup kening Riz, lalu memakaikan sesuatu di lengannya. “Ini jimat, khusus kusiapkan untukmu,” jelas ibunya.
Sebuah gelang dari untaian tali berwarna merah biru yang dirajut ibunya. Riz tersenyum menatapnya, lalu memeluk kembali sang ibu dengan erat. “Kalau begitu aku pergi dulu, jaga diri ibu,” lirihnya.
Dengan berat hati, ibunya melepas kepergian Riz berlinangan air mata. Langkah kaki Riz tetap berjalan tanpa berbalik, tak ingin menolehkan sedikitpun wajahnya ke belakang. Bukan apa-apa, ia hanya tak sanggup melakukannya, karena jika ia lakukan mungkin saja ia akan berbalik dan langkah kakinya menolak untuk pergi meninggalkan ibunya.
Sinar cahaya pagi mulai membasahi apa pun yang dilewatinya, suara-suara bising dari tanda-tanda kehidupan di dunia itu menarik pandangan Riz untuk melihatnya. Suara tawa anak-anak yang berlari bahagia menenangkan hatinya, sungguh damai dunia yang ia pijaki ini.
Selama 20 menit berjalan kaki, Riz pun sampai di depan sebuah bangunan abu-abu yang menjulang tinggi ke langit-langit. Ia menganga merasa kagum dengan pandangan di mata, terlebih lagi saat suara-suara berdesakan menyadarkan kekaguman dirinya.
Tampak kerumunan orang-orang mencoba masuk ke pintu utama bangunan tersebut. Merekalah para peserta yang ingin mendaftar menjadi guider. Sebuah sentuhan di bahu mengagetkan Riz, dan ia tersenyum menyadari siapa orang di belakangnya.
“Toz, kamu sudah di sini?”
“Ya! Tentu saja,” balas Toz sumringah. Hari yang sudah sejak lama ia nanti-nantikan akhirnya tiba. Keinginannya menjadi seorang guider sebentar lagi terwujud, terlebih lagi ia akan melakukannya dengan seseorang yang ia kenal. Ya, dialah Riz. Remaja berambut coklat dengan air muka tenang yang menjadi temannya.
Tidak ada yang lebih menbahagiakan selain melakukan semuanya dengan seorang teman. Keduanya lalu melangkah mendekati kerumunan yang ada, mencoba mencari celah untuk membebaskan diri agar bisa sampai di dalam. Cukup lama mereka berkelit-kelit lihai agar bisa lolos dari kerumunan itu.
Saat masuk terlalu dalam mereka disambut oleh sebuah aula yang besar, di mana banyak orang sedang beristirahat. Ada yang melakukan peregangan, tidur-tiduran, membaca buku, berbincang bersama, atau melakukan aktivitas lainnya sampai pendaftaran dibuka.
Pandangan Riz pun tertuju pada seorang pria berpakaian nyentrik yang melakukan push up untuk memperkokoh tubuh tertutupnya. “Riz, Riz! Lihat itu,” bisik Toz. Riz menatap ke arah yang ditunjuk Toz, memandang seorang laki-laki yang seumuran dengan mereka. Ia memakan sebungkus cemilan sambil bermain dengan seekor ular sejenis black mamba. Tak ada satu orang pun di dekatnya, namun pandangan jijik dan aneh jelas tertuju ke arahnya.
Sebuah bunyi bel mengagetkan semua, membuat orang-orang bingung dengan sesuatu yang muncul tiba-tiba di depan sebuah pintu besar yang tertutup. Mereka berkumpul, menatap gumpalan cahaya merah yang ada di depan.
“Apa itu?” tukas para peserta.
Tiba-tiba seseorang muncul dari dalam gumpalan cahaya merah yang semakin membesar itu. Seorang wanita, berusia sekitar 40 tahun dengan setelan rapinya. “Perkenalkan, saya Silas, salah satu instruktur yang akan menjelaskan alur dalam pendaftaran di sini. Seperti yang kalian tahu, pendaftaran ini dibuka untuk merekrut siapa pun yang ingin menjadi guider tak peduli apa latar belakangnya.”
“Aku yakin kalian pasti sudah mendengar gosip-gosip seperti apa dunia Guide itu. Entah apa pun yang kalian dengar, di dalam sana yang jelas ada begitu banyak makhluk-makhluk tak terduga. Tentu saja perjalanan kalian tidak akan mudah. Tetapi, jika kalian berhasil di dunia Guide, tak terhitung berapa banyak keuntungan yang akan kalian dapatkan,” tambahnya.
Mendengar itu para peserta pun berteriak senang, karena mendengar kata keuntungan yang akan mereka dapatkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Atika Mustika
Karya mu luar biasa bintang lima thor.
Semoga sukses selalu.
Feedback ya. Karya ku butuh dukungan dari author sehebat kamu.
2021-01-04
3
cary Zein
lanjot baca
2020-12-11
1
ARSY ALFAZZA
🌷
2020-11-01
1