"Telpon non Rei nya non klo kangen."
Pak Lukman seperti dapat merasakan apa yang dirasakan nona mudanya itu. Pak Lukman tahu kalau sekarang Aisyah sedang merasa kesepian.
"Kok terkadang saya ngerasa rumah ini terlalu sepi."
Pak lukman bingung harus berkata apa pada nona mudanya itu. Soalnya pak lukman tidak terlalu memahami sebenarnya Aisyah sedang bertanya apa sedang bercerita.
"Kok non Ais bilang gitu? Bapak rasa rumah ini cukup banyak penghuninya. Ada beberapa pelayan yang kerja disini. Ada juga beberapa satpam yang tinggal disini. Mungkin kalau ditotal lebih dari sepuluh orang yang tinggal disini non."
"Itu lah masalahnya pak Lukman dirumah ini mungkin ada lebih dari sepuluh orang yang tinggal disini. Tapi kenapa terkadang saya merasa berada dirumah ini seperti sedang sendirian."
Masalahnya non Ais jarang berintraksi dengan orang-orang yang ada dirumah ini non. Jadi wajar klo non Ais merasa kesepian. Semua yang ada dirumah ini sebenarnya pengen bercerita tentang banyak hal sama non Ais. Cuman mereka sadar posisi mereka disini sebagai apa. Itu termasuk bapak juga non. Tentu saja sebagai seorang pelayan kami merasa tidaklah pantas kalau terlalu bersikap akrab dengan non Ais.
Pak Lukman bekerja sebagai kepala pelayan rumah tangga Adiguna Cokrominoto sudah hampir sepuluh tahun. Tentu saja dengan pengabdian yang panjang itu pada keluarga Adiguna Cokrominito itu, pak lukman sudah cukup dekat dengan keluarga Adiguna Cokrominoto, sehingga pak lukman sudah dianggap seperti bagian keluarga sendiri oleh Adiguna Cokrominoto. Tapi pak Lukman bukan orang yang gampang lupa diri seperti banyak orang pada umumnya. Biasanya seseorang ketika dibaik, maka dia akan ngelunjak. Tapi pak lukman justru sebaliknya. Semakin baik keluarga Adiguna Cokrominoto pada dia, maka dia harus semakin baik pula menjaga sikapnya.
"Pak Lukman mikirin apa?" Aisyah heran melihat pak Lukman terlihat bengong.
"Bapak gak mikirin apa-apa non." Pak lukman tersenyum pada Aisyah.
"Pak lukman punya anak prempuan?" Aisyah tiba-tiba bertanya pada pada pada lukman.
"Ehhh...Punya non sekarang sekolah SMP." Pak Lukman heran kenapa nona mudanya itu bertanya seperti itu.
"Pak Lukman kadang merasa kangen gak sama putri pak Lukman? Pak lukmankan jarang pulang."
Pertanyaan itu entah kenapa tiba-tiba dilontarkan begitu saja oleh Aisyah pada pak Lukman. Aisyah sendiri juga tidak terlalu paham kenapa dia bertanya seperti itu pada pak Lukman.
"Namanya seorang ayah pasti selalu ingin berada dekat dengan anak-anaknya. Tapi seorang anak juga harus bisa memahami situasi orang tuanya seperti apa."
Kata-kata pak Lukman itu bukan hanya sekedar jawaban pertanyaan dari Aisyah. Tapi tidak ubah seperti nasehat buat Aisyah. Dan juga terkesan seperti suatu sindirin untuk Aisyah.
Pak Lukman berkata seperti itu bukan tanpa sebab. Kerena pak Lukman sadar Aisyah bertanya seperti itu bukan sekedar Aisyah ingin tahu apa yang dirasakan oleh pak lukman. Tapi pertanyaan Aisyah itu sebenarnya adalah suatu ungkapan dari kesepian yang tengah dirasakan oleh Aisyah saat ini.
"Kapan-kapan ajak anak pak Lukman kesini." Lagi-lagi Aisyah berkata seperti tidak menyadari apa yang dia katakan.
Pak Lukman hanya tersenyum tipis mendengar apa yang dikatakan oleh nona mudanya itu.
"Kok pak Lukman senyum? Salah ya kata-kata saya?" Aisyah menjadi agak malu pada pak Lukman.
"Tidak segampang itu non... Bapak jugakan harus meminta persetujuan dulu dari tuan, kalau harus membawah orang kesini. Meskipun itu anak bapak sendiri. Lagi pula anak bapak kan sekolah. Jadi harus nunggu libur sekolah dulu baru bisa kesini."
Meskipun pak lukman berkata seperti itu. Tapi mikiran pak lukman berkata lain. Pak lukman semakin yakin kalau nona mudanya itu sedang merasakan kesepian, sehingga dia sangat membutuhkan teman bicara. Tidak peduli lagi siapa pun teman bicaranya. Yang terpenting dia bisa mengungkapkan apa yang tengah dia rasakan saat ini.
"Punya seorang anak itu kayak seru ya pak Lukman... Kita bisa bercerita apa aja sama dia, tanpa takut dia mencela cerita kita, tanpa takut dia bosan mendengar apa yang kita katakan. Pokoknya kita bebas bercerita apa aja sama dia." Pikiran Aisyah seperti menerawang jauh.
"Husss... Gak baik non pemali bilang gitu."
"Kenapa bilang pemali pak Lukman?" Aisyah merasa heran mendengar kata-kata pak Lukman.
"Non kan belum nikah ngapain bilang punya anak."
"Emang salah ya bilang punya anak klo belum nikah." Aisyah bertanya dengan polos.
"Salah si gak non, cuman belum saatnya aja."
"Gak tau pak lukman akhir-akhir ini kenapa saya selalu terus mimpi gendong bayi. Bayi laki-laki yang sangat lucu, bayi itu terus tersenyum saat mendengar saya bercerita banyak hal."
Kenapa non Ais mimpi seperti itu? apakah ini ada sangkut pautnya dengan musibah yang sudah dialami non Ais. Ya tuhan jaga lah non Ais dengan baik. Tolong jangan KAU uji dia dengan cobaan yang akan berakibat buruk buat dia.
Pak Lukman sangat khawatir kalau mimpi yang dikatakan nona mudanya itu adalah suatu firasat yang benar-benar akan terjadi. Pak Lukman tidak mau terjadi hal-hal buruk pada Aisyah. Hampir sepuluh tahun pak lukman melihat pertumbuhan secara langsung nona mudanya itu. Sehingga pak Lukman sudah merasa kalau nona mudanya seperti anak sendiri. Cuman berhubung dia sadar kalau dia hanya sekedar seorang pelayan, jadi pak Lukman tidak bisa menunjukan rasa sayangnya secara terbuka.
"Non Ais gak mau nelpon non Rei?" Pak Lukman berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Kok pak Lukman tiba-tiba nanya gitu?" Aisyah melihat pak Lukman dengan tatapan heran.
Apa pak Lukman sadar kalau sedang terjadi sesuatu antara aku sama Reina**?
Aisyah jadi berpikir jangan-jangan pak lukman tahu kalau sekarang Reina terkesan menghindari dia, gara-gara Aisyah sudah tidak terbuka pada Reina.
"Soalnya dari tadi bapak lihat non Ais megang HP terus." Pak lukman seperti menemukan alasan jawaban yang tepat, setelah melihat dari tadi Aisyah tidak melepaskan Hp dari genggaman tangannya.
"Pak Lukman Reina bisa marah lo klo tahu pak lukman masih manggil dia non." Sekarang Aisyah yang mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
*****
Kejadian sekitar tiga tahun yang lalu.
Aisyah baru saja sampai dirumahnya sehabis pulang sekolah. Disampingnya terlihat wanita yang seumuran dengan dia memakai seragam sekolah yang sama. Wanita yang datang bersama Aisyah itu terlihat seperti wanita yang periang. Terlihat dari cara berjalannya, wanita itu melangkahkan kakinya seperti tanpa beban. Berbeda jauh dengan Aisyah yang ketika berjalan terlihat sangat hati-hati dengan langkahnya. Orang yang ketika berjalan selalu hati-hati dengan langkahnya atau orang yang berjalan dengan pelan. Itu menandakan bahwa orang itu orang yang pemalu, pendiam, dan tertutup.
Pak lukman yang menyambut kedatangan nona mudanya itu terlihat heran sekaligus senang. Selama bekerja menjadi kepala pelayan rumah Adiguna Cokrominoto baru kali ini dia melihat Aisyah membawah teman kerumahnya. Pak lukman tidak heran kalau nona mudanya itu sangat susah berteman dengan orang lain. Selain memiliki sifat pemalu dan pendiam, status Aisyah yang menjadi putri tunggal Adiguna Cokrominoto mungkin sedikit banyak menjadi penghalang juga untuk orang-orang berteman dengan Aisyah. Walau pun keluarga Aisyah sudah menutupi identitas mereka. Tapi tetap saja ada satu dua yang tahu siapa sebenarnya keluarga Aisyah.
"Kenalin pak saya Reina temannya Aisyah." Reina mencium punggung tangan pak Lukman.
Pak Lukman menjadi serba salah dengan apa yang dilakukan Reina pada dia. Reina mengira kalau kalau pak Lukman itu adalah orang tua Aisyah. Sehingga Reina langsung mencium tangan pak lukman untuk memberi salam.
"Rei dia itu pak Lukman kepala pelayan disini." Aisyah tahu kalau Reina sudah salah menduga kalau pak lukman itu orang tua dia.
"ohhh..." Reina terlihat jadi malu.
"Ya non saya kepala pelayan rumah ini." Pak lukman tersenyum pada Reina, menutupi rasa tidak enaknya setelah apa yang dilakukan Reina tadi pada dia.
"Wowww... Pak Lukman adalah kepala pelayan. Berarti masih banyak lagi pelayan yang bekerja disini?" Reina melirik sekelingnya dengan rasa kagum. Reina tidak menyangka sahabat barunya itu ternyata orang yang sangat kaya.
"ya" Aisyah menjawab singkat.
"Emang ada berapa orang pelayan yang kerja dirumah kamu Syah?" Reina merasa penasan sebenarnya butuh berapa orang untuk mengurus rumah sebesar ini.
"Gak tau Rei, aku gak pernah ngingat atau ngitung ada berapa orang." Aisyah memang tidak pernah ngitung ada berapa jumlah pelayan yang kerja dirumah dia.
"Banyak non. ada tiga orang bagian bersih-bersih, dua tukang kebun, dua sopir, dua satpam, satu orang khusus bagian dapur, dua orang tukang cuci. dan satu orang koki." Pak lukman yang menjawab pertanyaan Reina.
"Tuh pak lukman hafal." Aisyah tersenyum pada Reina.
Aisyah merasa lucu dengan apa yang dikatakan oleh pak lukman. Ngapain juga pak lukman cerita segitu detail nya pada Reina. Sehingga sampai menyebut tugas-tugas pelayan yang kerja dirumah dia sebagai apa saja.
"plus satu orang lagi ditambah pak lukman sebagai kepala pelayannya." Reina menunjuk satu jari kearah pak lukman menandakan angka satu.
"ya non." Pak lukman tersenyum malu-malu.
"Eittt... Gak pake non. Saya kan bukan nona rumah ini." Reina merasa kurang nyaman dipanggil dengan tambahan non didepan namanya.
"Tapi kan non temannya non Ais." Pak lukman seperti mau protes.
Bagaimanapun juga dia harus bersikap sopan pada Reina, kerena Reina teman nona mudanya.
"cukup Rei atau Reina."
"Ya non Reina." Pak lukman masih menyebut dengan tambahan non.
"Rei" Reina memberi contoh pada pak lukman.
Aisyah hanya tersenyum melihat tingkah Reina. Aisyah merasa lucu dengan apa yang dilakukan oleh Reina pada pak Lukman. Reina seperti seorang guru TK yang sedang mengajar muridnya bicara.
"Ya non Rei...Maksud saya Rei." Pak lukman buru-buru meralat kata-katanya.
"Pak lukman mau saya panggil dengan tuan kepala pelayan?" Reina menggoda pak Lukman. Sedangkan pak Lukman hanya nyengir mendengar apa yang dikatakan oleh Reina.
"Pak lukman gak harus bersikap sopan dengan saya, saya kan bukan nona muda pak Lukman. Pak Lukman harus bisa membedakan mana orang yang harus pak lukman bersikap sopan, mana orang yang pak lukman gak harus bersikap sopan." Reina berkata bijak pada pak Lukman, seakan-akan lupa perbedaan umur dia dengan pak lukman.
Pak Lukman sendiri senang mendengar apa yang dikatakan oleh Reina. Ucapan Reina itu menandakan kalau dia orang yang baik. Pak Lukman merasa bersyukur sekarang Aisyah sudah mendapatkan teman orang yang baik. Pak Lukman jadi ingat pepata yang mengatakan orang yang baik pasti mendapat teman yang baik.
Aisyah sebenarnya tidak terlalu setuju dengan pendapat Reina. Bagi Aisyah seseorang itu harus bersikap sopan pada siapapun tanpa terkecuali. Tapi Aisyah bisa memaklumi cara pikir sahabatnya itu. Kerena setiap orangkan pola pikirnya berbeda-beda. Terlalu melelakan kalau kita harus membuat seriap orang yang beda pendapat dengan kita harus mengikuti pendapat kita. Ada berjuta-juta orang didunia ini yang beda pendapat dengan kita. Dari tahun semut sampai tahun dinosaurus, sampai gaja beranak kucing pun. Kita tidak akan bisa membuat semua orang setuju dengan pendapat kita.
(Jangan tanya ada apa tidak tahun semut sama dinosaurus atau gaja beranak kucing. Itu hanya pikiran iseng Aisyah semata, untuk menggambarkan hal yang mustahil, sama mustahilnya untuk kita membuat semua orang setuju dengan pendapat kita.)
"Ayo Rei kita langsung kekamar aku aja. Kita ganti baju dulu."
"Kamar kamu dimana?" Reina tidak bisa menebak letak kemar Aisyah ada dimana. Kerena rumah Aisyah terlalu luas bagi Reina
"Atas lantai dua." Aisyah menunjuk kearah tangga yang menghubungkan lentai dua.
"Klo lantai tiga ada apa Syah." Reina terus bertanya dengan bodoh. Mungkin kerena penasaran, sehingga Reina jadi bertingkah bodoh.
"Lantai tiga dijadiin kantor sama Abi."
"Kantor?" Reina merasa heran.
"Aneh ya?" Aisyah tahu apa yang ada dipikiran Reina. "Umi juga sering bilang pada Abi, orang akan bilang aneh kalau bikin kantor didalam rumah pribadi, tapi Abi jawab kita tidak akan pernah bisa mengerjakan apa yang kita inginkan kalau kita terus memikirkan apa yang orang lain katakan. Mau ini, takut orang bilang salah. Mau itu, takut orang bilang tidak pantas. Abi orangnya tidak pernah memikirkan apa yang orang lain katakan. Abi hanya melakukan apa yang dia suka dan menurut dia benar."
"Orang kaya mah bebas." kata-kata itu diucapkan oleh Reina secara pelan, agar Aisyah tidak mendengarnya.
Itulah awal pertemuan Reina dengan pak lukman atau situan kepala pelayan. Akibat kejadian itulah pak Lukman seperti menghindar untuk bicara dengan Reina. Kerena kalau pak Lukman bicara dengan Reina maka pak lukman harus manggil nama Reina secara langsung tanpa embel-embel tambahan non. Sedangkan pak lukman masih tetap merasa sungkan kalau harus manggil Reina hanya sekedar manggil nama saja. Tapi ketika membicarakan Reina didepan Aisyah tetap saja pak lukman menyebut nama reina dengan tambahan non.
*****
Kembali lagi kewaktu saat pak lukman datang kekamar Aisyah atas printah adiguna cokrominoto untuk memanggil Aisyah datang keruangan kerja Adiguna Cokrominoto.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Annisa74511122
katanya pak lukman mau panggil aisyah
2020-08-04
0
Serly Kemuning
pak lukman tgl panggil nona reina kok susah
2020-07-10
1
Kartika Arista
author kehilangan alur awal ny...
2020-06-17
1